Indah tapi Jorok, membagi pengalaman di China (Sue-Amerika) untuk berbagi pengalaman pribadi baik bagi yang tinggal di luar maupun dalam negeri sendiri. Dengan membaca berbagai cerita teman-teman di kolom ini, emosi saya juga turut terbawa arus cerita yang kadang-kadang mengungkapkan kisah sedih, simpati, benci, sombong, dan lain sebagainya. Yah namanya juga manusia punya karakter berbeda-beda dan hidup dengan aktivitas dan pengalaman yang berbeda, wajar kisah yang ditulis juga bervariasi.
Saya mencoba untuk menulis pertama kali untuk berbagi pengalaman saya sewaktu berlibur ke China beberapa tahun yang lalu. Meskipun ceritanya tidak detil seperti halnya teman-teman yang lain dan mungkin juga kurang menarik untuk disimak, saya anggap saja sebagai pengalaman pertama kali menulis di kolom umum seperti ini. Mudah-mudahan dimuat, kalau tidak dimuat saya akan coba lagi dengan cerita lain. Saya juga mengikuti tour yang dipimpin oleh tour guide dari Indonesia maupun local guide dari China. Mungkin tempat-tempat yang dikunjungi juga mirip dengan pengalam mbak Salsa seperti ke Beijing untuk melihat the Great Wall -tembok Cina yang terkenal di dunia; the Forbidden city- kerajaan Cina dijaman dulu kala yang dipimpin oleh kaisar dan tempat tinggal beberapa permaisuri dan selir-selirnya; the Ming Tombs - kuburan 13 Ming Dynasty; Tian An Men Square - terkenal dengan terbunuhnya sejumlah mahasisma yang melakukan demonstrasi terhadap sistem pemerintahan Cina dan di Great Hallnya kita dapat melihat jenazah Mao Zedong yang sudah diawetkan; the Summer Palace- istana favorit salah satu permaisuri Cina di jaman dulu kala dengan pemandangan yang sangat indah disekitarnya; the Temple of Heaven - tempat sembahyang para kaisar. Lalu di kota Xi'an kita bisa mengunjungi museum Terracotta Warriors dimana ditemukan kuburan sekitar 8000 patung yang dipahat sedimikan rupa hingga menyerupai tentara kerajaan dijaman itu beserta kuda dan kereta kudanya. Konon katanya raja saat itu menginginkan patung tentara-tentara ini dibuat untuk menjaga keamanan,menemani dan melindungi beliau di alam baka sesudah beliau meninggal. Selain itu, tour kami juga mengunjungi Shanghai, Guilin, Guangzhou dan diakhiri trip ke Hongkong. Dibalik kekaguman saya, beberapa pengalaman yang menjengkelkan dan menjijikan turut mewarnai perjalanan saya di negara tirai bambu ini. Salah satunya ketika kami mengunjungi museum Terracotta Warriors di Xi'an dimana para pengunjung tidak diijinkan mengambil foto atau video segala macam barang termasuk 8000 patung tentara kerajaan, kuda dan kereta kuda yang dipamerkan dalam museum. Alasannya klise tapi masuk akal yaitu cahaya kamera dapat merusak benda bersejarah tersebut. Keluar dari museum, rombongan kami diperkenankan untuk shopping di pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari museum. Tidak jauh dari museum saya melihat banyak patung-patung yang menyerupai patung Terracotta Warriors yang ada didalam museum yang baru saja kami kunjungi. Tanpa pikir panjang saya minta teman saya untuk mengambil foto saya sedang berdiri berjajar dengan patung-patung tsb supaya saya memiliki kenang-kenangan bahwa saya sudah pernah melihat benda bersejarah itu. Entah mengapa tidak biasanya saya tidak tertarik untuk shopping saat itu padahal bisa dikatakan saya itu orang yang gila shopping ataupun hanya sekedar window-shopping. Mungkin disebabkan penduduk disitu kurang ramah dan cara mereka menawarkan dagangannya jauh lebih liar dibanding pedagang asongan di area turis di Bali, Lombok, dan Yogyakarta. Yang saya lakukan pada saat itu hanya mengaso dan duduk-duduk dibangku taman menunggu rombongan lain selesai belanja. Tiba-tiba saja seorang perempuan tua mendatangi saya dengan membawa roll film dan berbicara panjang lebar dengan bahasa mereka yang tentu saja tidak satu katapun yang saya pahami. Saya hanya menjawab sekedarnya dengan bahasa Ingggris bahwa saya tidak tertarik untuk membeli roll film dari dia karena saya masih punya beberapa film yang belum terpakai. Perempuan ini tetap berbicara dengan nada keras meskipun sudah tidak saya ladeni lagi, malahan dia mengikuti saya terus pada saat saya melangkah pergi meinggalkan tempat itu. Akhirnya saya panggil tour guide untuk menjelaskan kepada perempuan itu bahwa saya tidak akan beli barang dagangannya. Setelah berbincang-bincang sejenak, tour guide kembali kepada saya dan menjelaskan bahwa saya harus membayar sejumlah uang karena saya sudah menggunakan patung-patungnya untuk berpose dengan kamera saya. Dengan kaget, saya katakan bahwa saya tidak melihat sign board yang menyatakan bahwa patung-patung tsb milik perempuan itu dan akan dikenakan biaya bagi siapa yang mengambil foto bersama patung-patung tsb, malah saya berpikir bahwa museum atau taman museum itulah yang memiliki patung-patung tsb. Walaupun demikian saya terpaksa memberikan sejumlah uang kepada perempuan tua itu agar tidak menjadikan konflik yang berlarut-larut. Sejak saat itu saya mulai berhati-hati untuk tidak lagi diperdaya oleh tricky business seperti ini. Jenis makanan yang saya temukan di China juga mirip dengan chinese food yang ada di Indonesia, tapi rasanya jauh berbeda. Menurut saya, chinese food di negara asal tsb jauh lebih asin dibanding dengan chinese food ala Indonesia meskipun menggunakan bahan-bahan yang sama. Mungkin masakan cina di Indonesia lebih disesuaikan dengan lidah bangsa kita sendiri. Salah satu makanan favorit saya selama disana adalah Peking Duck yang rasanya gurih dan renyah. Pengalaman yang menjijikan adalah pada saat saya ingin menggunakan toilet untuk buang air baik itu di restoran maupun tempat-tempat turis lainnya. Saya setuju sekali dengan bung Harry Lukman - Washington,DC yang mengatakan bahwa "emang kotor sih, apalagi WC umumnya". Bagi saya masuk ke WC sana merupakan suatu penderitaan tersendiri karena tidak satupun toilet yang benar-benar bersih apalagi higenis baik itu WC umum maupun toilet di restoran mewah. Saya sih bukan orang yang clean-freak tapi senggak-enggaknya WC tsb tidak menimbulkan bau yang menggangu dan seharusnya menyediakan air bersih juga. Lebih parahnya lagi toilet jongkoknya itu tidak menggunakan saluran pembuangan tapi langsung ke suatu lubang di bawah tanah yang bisa kita lihat dengan mata sendiri sehingga tak heran cacing atau kelabang menjadi pemandangan yang biasa kita temukan di dalam WC.. Yikes! Untuk menyiasati bau yang k menyedapkan di dalam WC, saya selalu mengoleskan balsem di bawah hidung saya sebelum masuk ke toilet. Lucu tapi jitu karena banyak anggota rombongan yang meniru cara saya. Pengalaman ke toilet di Cina menjadi trauma sendiri setiap saya mengunjungi restoran China baik di Indonesia maupun di Amerika sini. Pernah suami saya (orang bule) mengajak saya untuk pertama kalinya makan di chinese restaurant tak jauh dari area tempat tinggal kami. Sebelum menikah, suami saya pernah makan di restoran ini beberapa kali dan makanannya lumayan enak menurut suami saya. Sesampainya di restoran tsb pertama kali yang saya tanyakan ke suami saya adalah toiletnya bersih apa enggak? Dengan terheran-heran dia bertanya kembali kenapa toilet yang menjadi pusat perhatian saya bukan jenis makananya. Saya jawab saja "I'll tell you later" setelah dia menjawab bahwa toiletnya sih kayaknya biasa saja karena dia tidak ingat keadaan toilet di restoran tsb. Sesampainya di rumah, saya ceritakan panjang lebar ke suami saya mengenai pengalaman saya di negara China. Sejak saat itu, suami saya paling anti kalo diajak ke restoran China. Memang sih Chinese food bukanlah makanan favorit kami karena selain greasy juga beberapa jenis masakannya kami kategorikan gross food. Cheers from Sue (nearby Washington DC) [Non-text portions of this message have been removed]