Being a Housewife? Kenapa Tidak! "Halo pembaca,
Sepuluh tahun yang lalu, tak pernah terbayangkan oleh saya akan menjadi ibu rumah tangga 100%. Tinggal di rumah, <merawat> rumah, anak-anak, memasak, adalah sesuatu yang terlintaspun tak pernah di benak saya. Apalagi saya dihantui bayangan masa lalu, di mana ibu saya harus (hampir) mengemis ngemis pada ayah untuk diberi uang belanja sehari hari dan uang keperluan sekolah kami. Bayangan ayah yang semena mena terhadap ibu, terutama beberapa hari sebelum gajian, masih sering terbayang di pelupuk mata saya. Oleh karena itu sejak kecil saya sudah bertekad untuk tidak tergantung pada suami nantinya kalau sudah berumah tangga. Saya pun berulang ulang menyatakan pada pacar dulu itu (ketika kuliah) bahwa nanti saya tidak akan tinggal di rumah mengurus anak, saya harus bekerja, istilahnya akan menjadi wanita karir, bisa mandiri secara finansial. Setelah selesai studi, saya langsung mendapatkan pekerjaan. Beberapa tahun bekerja, saya berada posisi yang lumayan dengan gaji yang pada waktu itu bisa dibilang lumayan juga. Namun soal jodoh tidak sesukses soal pekerjaan saya. Mantan pacar semasa kuliah menikah lah sudah dengan gadis lain. Sampai akhirnya setelah usia 29 tahun lebih beberapa bulan, saya bertemu jodoh, dambaan hati yang saya idam idamkan semenjak childhood..seperti di dalam lagu ... <. I've been waiting for you.all of my life. waiting for you. >. Demi cinta, demi si belahan jiwa, yang kebetulan berdomisili di daratan Eropa, saya bersedia diboyong ke negaranya, dan tentu saja saya harus meninggalkan karir di Indonesia. Awal awalnya saya sempat depresi, karena di Jakarta biasanya berangkat kerja jam 7 pagi, pulang ke rumah jam 9 atau 10 malam. Sekarang harus stay di rumah, karena kendala bahasa, di negara ini tidak berbahasa Inggris, maka saya tidak bisa langsung mencari pekerjaan. Untungnya setiap pagi jam 8 :30 sampai 11 :30 saya ikut kursus bahasa, sore bisa nonton di bioskop atau nonton teater untuk mempercepat penguasaan bahasa (yang alamak susahnya, walau kata orang bahasa ini seksi lho.). Dasar orang Indonesia, belum kenyang kalau belum makan masakan tanah air, walhasil perlahan lahan, saya mulai berkecimpung di dapur demi memenuhi selera. Saya yang dulunya ke dapur hanya untuk menaruh piring kotor, sekarang mulai rajin mencoba resep, baik dari buku pemberian sahabat sebelum pindah ke Eropa, ataupun mencari info resep masakan Indonesia via internet. Beberapa bulan kemudian saya hamil anak pertama kami. Otomatis saya tidak mencari pekerjaan tetap. < Ya gimana, dear., kamu ngelamar selagi hamil, nanti sebentar lagi cuti hamil..mending nggak usah dulu > kata suami. Saya ngotot ingin kerja juga, temporary job aja boleh deh ! Akhirnya dapat kontrak beberapa bulan (kontrak selesai 9 hari sebelum melahirkan , karena anak saya ternyata lahir beberapa minggu lebih awal dari perkiraan), tapi kontrak tersebut lumayan untuk pengalaman kerja pertama di negeri rantau . Setelah kelahiran anak pertama, saya bermaksud mencari kerja setelah dia berumur 6 bulan. Ketika saat itu datang, . < Oh.my baby masih kecil ya.. masih 6 bulan dia usianya, .nggak tega ah ninggalin sama babysitter > bathin saya. Saya undur, kali ini sampai ulang tahun pertamanya, jadi dia sudah akan agak besar sedikit. Setelah ulang tahun pertama, lagi lagi saya liat dia masih terlalu kecil, masih tidak tega.Hal yang sama setelah dia berumur 18 bulan. Sampai akhirnya saya hanya bisa menitipkan dia ke seorang babysitter berpengalaman ketika dia berumur 22 bulan, karena saya hendak mengikuti program pendidikan selama setahun yang disponsori oleh depnaker negara tempat saya bermukim. Dengan harapan, selesai pendidikan, saya bakal bisa lebih bersaing dengan para pencari kerja setempat. Selama program pendidikan tersebut, saya & suami membenahi rumah hanya setiap week-end. Memasak suami saya yang pegang kendali sejak kita menikah, karena dia memang gemar memasak. Kecuali bila saya lihat dia lagi capek banget, saya menawarkan diri untuk memasak, apa saja dia lahap, tidak rewel. Ketika kita berdua lagi capek, masak makanan beku saja atau bikin sandwich. Belanja keperluan rumah ke supermarket ; antar jemput anak di rumah < the nanny > ; nyamperin saya di stasiun kereta ; semua suami yang melakukan, selepas ngantor. Karena saya tiap hari bolak balik naik kereta api ke training center yang lokasinya 40 km dari kota kami. Saya memang termasuk wanita beruntung mendapatkan suami yang sangat cooperative dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Kalau anak kami sakit, dia cuti untuk mengurusnya, kecuali kalau dia ada meeting / appointment, baru deh saya yang minta ijin untuk tidak ikut training pada hari tersebut. Pada akhir program pendidikan, saya mengandung anak ke-dua. Memang kami sudah merencanakan hal ini. Selesai pendidikan, saya sedang hamil 4 bulan. Dan anak pertama kami akan segera masuk sekolah (di sini umur 3 tahun sudah masuk sekolah) dua bulan ke depan. Jadi saya menunda mencari pekerjaan karena kehamilan dan karena ingin mempersiapkan si kecil untuk masuk sekolah agar dia tidak menemui kesulitan memasuki lingkungan baru. Hari hari < pasca pendidikan > saya jalani tanpa kebosanan. Pagi hari ketika bangun tidur, si kecil sudah disiapkan sarapannya oleh papanya. Sarapan pagi bertiga bareng. Ketika papanya berangkat kerja, dia mulai main komputer dan saya cek e-mail. Kita punya dua komputer, jadi kalau saya lagi cek mailbox/ surfing, dia bisa pakai komputer yang satunya lagi. Lalu saya mulai beraksi cleaning service. Vacuum dan undusting rumah, ngepel, mengumpulkan pakaian yang akan dicuci untuk dimasukkan ke washing machine (terima kasih Tuhan, barang ini invented by someone). Mengutip pakaian yang sudah kering untuk disetrika nanti siang. Kemudian kita ke center park untuk bermain. Di sana areanya luas , banyak anak anak bermain , ada kuda kudaan, bisa main bola, main luncuran, ayunan..Sepulang dari taman, kadang kadang singgah di minimarket. Sampai di rumah, saya menyiapkan makan siang untuk dia. Diselingi dengan membuka mesin cuci untuk menjemur pakaian yang sudah bersih. Seusai makan dengan si buah hati, lanjut bersih bersih lagi sedikit sehabis memakai dapur. Teng !!! Waktu tidur siang anak.., dia tidur selama satu sampai satu setengah jam. Ketika dia tidur, saya sempatkan mencek mail kembali, membalas mail masuk, mencek berita aktual dalam dan luar negeri. Lalu membenahi pakaian bersih: SETRIKA ! Kalau lagi musim dingin sih enak aja yah menyetrika, kalau musim panas, setrikanya pake bra dan CD aja deh... Setelah dia tidur siang, si sayang saya beri snack : biskuit kesukaannya plus susu dan /atau yoghurt. Lalu kita bermain bersama, kelonan sambil nonton film kartun sore, terus mandi.Mandi adalah saat yang menyenangkan, karena sekalian bermain di bath tub , dengan buku cerita < bath time >, main kapal- kapalan, bebek bebek an .. Well, at least perlu waktu satu jam untuk bercengkrama di kamar mandi dengan si sayang. Suami sampai di rumah jam 7 malam, dengan belanjaan tentunya. Begitu sampai di rumah, dia langsung menyiapkan makan malam dan kita makan bersama. Setelah itu si kecil naik ke kamarnya bersama sang papa, dia berangkat ke alam mimpi selalu dengan papa di sisinya. Saya rasa dia bahagia dengan papa seperti itu, dan saya turut bahagia untuk dia sebab saya tidak pernah mengalami saat saat seperti itu dengan ayah saya. Terkadang saya membayangkan bagaimana keseharian sebuah keluarga muda yang tinggal di Jakarta atau kota lain di Indonesia. Hhmmmm... saya pikir, rata-rata pasti punya pembantu, malah tentunya tidak sedikit yang pakai supir dan babysitter di rumah. Sehingga mereka pasti tidak pernah merasakan < hiruk pikuk > daily life seperti keluarga saya yang semua ditangani sendiri. Mertua ? Rumahnya 500 km dari kota kami dan mereka sudah berusia 70 an pula. Contohnya, saya punya teman jaman kuliah yang sekarang bekerja di sebuah bank di Jakarta. Bangun pagi, sarapan sudah tersedia di meja untuk seluruh keluarga oleh pembantu,. Sebelum ke kantor, anaknya yang masih belum sekolah dititip di rumah ibunya. Merawat rumah ? Ada pembantu yang mengerjakan semua urusan rumah (berbenah, cuci, strika, membersihkan halaman juga barangkali), belanja ke pasar, memasak. Bahkan ketika ibunya harus diopname di RS, dia tidak ada masalah, karena si anak juga bisa dipercayakan pada si pembantu. Sore sepulang kantor tinggal jemput anak dari rumah ibunya. Setiba di rumah sudah ada makan malam tersedia, dan rumah pasti sudah rapih dan bersih. Tinggal duduk di meja makan, mandi , nongkrong di depan tv. Tapi saya tidak pernah menyesali kehidupan saya sekarang ini. Bahkan sebaliknya, saya sangat menikmatinya. Saya < enjoy > kehidupan saya sebagai ibu rumah tangga total. Membersihkan dan menata rumah sesuai dengan keinginan sendiri, mengurus cucian, antar jemput si anak sulung (yang sejak tahun lalu sudah ke sekolah), merawat dan bermain dengan si kecil yang masih bayi.. , mengikuti perkembangannya dari hari ke hari, menceritakan pada suami sepulang dia dari kantor tentang kelucuan2 si kecil hari ini.....hal terindah dalam hidup saya. Dari artikel majalah yang saya baca di sini, sebenarnya banyak wanita di negara ini yang sangat ingin tinggal di rumah untuk bisa mengikuti perkembangan anak anak mereka, tapi mereka memang < harus > bekerja di luar rumah untuk menunjang perekonomian. Suami saya mengerti, seandainya saya berhasrat bekerja di luar rumah, saat saya sudah siap lahir bathin (sekarang ini saya belum siap untuk meninggalkan si kecil dengan babysitter), tujuannya adalah untuk kepuasan bathin saya, bukan untuk memperkuat perekonomian kami. Seperti sering terdengar di lingkungan saya, orang orang berkata: "Nikmatilah masa masa ketika anak anak anda masih kecil , masa masa itu akan cepat berlalu dan anda akan sering merindukannya ketika semua tinggal kenangan karena anak-anak harus meninggalkan rumah untuk kuliah dan menjalani hidup mereka sendiri." Saya rasa benar adanya, sekarang saja ketika si sulung di sekolah pagi sampai sore, saya sering merindukan kehadirannya, padahal dia tetap saya jemput tengah hari untuk makan siang di rumah... Well, siapa sangka bahwa 10 tahun silam , keputusan untuk melakoni ibu rumah tangga total, adalah sesuatu yang mustahil bagi saya.." Salam hangat, ( D. Ekasila ( Presdir Home Sweet Home Inc. di Eropa Barat) [Non-text portions of this message have been removed]