"Menulis Nafkah Saya"

MODAL keterampilan saja tidak cukup untuk menjadi penulis profesional di
negeri ini. Ada prasyarat lain yang harus dipunyai. Itulah ketabahan dan
semangat tinggi.


Satu dari sedikit orang yang memenuhi prasyarat itu adalah Nh Dini. Sebagai
penulis, perempuan kelahiran Semarang, 29 Februari 1936, itu sudah melalui
proses panjang dan teruji.


Dia menuturkan mulai menulis saat duduk di bangku kelas III sekolah dasar.
Dini kecil biasa menumpahkan pikiran dan rasa hatinya ke dalam buku
pelajaran. Kegemarannya membaca buku dan mendengar cerita dari sang ibu
melempangkan jalan sebagai penulis.


Bakat Dini kian terasah di sekolah menengah. Dia membuat sajak dan cerpen
untuk majalah dinding sekolah. Usia 15 tahun, Dini membacakan sajak dan
prosanya di RRI Semarang. Setelah itu dia kerap mengirimkan sajak-sajak ke
RRI Jakarta dalam acara "Tunas Mekar".


Bungsu lima bersaudara pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah itu memilih
jurusan sastra di bangku SMA. Dia pun mengirimkan cerpen-cerpennya ke media
massa dan aktif dalam kelompok sandiwara radio Kuncup Berseri. Sesekali dia
menulis naskah sendiri.


Di luar itu banyak aktivitas dia lakukan. Selain menjadi redaksi budaya
majalah remaja Gelora Muda, dia membentuk kelompok sandiwara di sekolah:
Pura Bhakti. Langkahnya kian mantap ketika memenangi lomba penulisan naskah
sandiwara radio se-Jawa Tengah.


Meski telah bekerja sebagai pramugari Garuda Indonesia Airways dan disunting
Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, peraih penghargaan SEA Write
Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini tetap menulis. Tahun
1956, kumpulan cerpennya diterbitkan.


Bagai mengalir, karya-karya berikutnya lahir, baik kumpulan cerpen, novel,
maupun cerita kenangan. Beberapa di antaranya adalah Pada Sebuah Kapal
(1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983),
Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998). Banyak karya dia tulis di
luar negeri, saat mengiringi tugas sang suami.


Kini, saat berusia senja, Dini masih menulis, menumpahkan gagasan dan
kegelisahan yang tak habis-habis. Baru-baru ini, perempuan bernama lengkap
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin ini meluncurkan La Grande Borne. Itulah
cerita kenangan tentang perselingkuhan.


Sampai kapan Dini menulis? "Menulis adalah sumber nafkah saya. Ia adalah
profesi yang menghidupi. Saya akan terus menulis, sampai maut
menghentikannya." (Rukardi-53)  sumber suara merdeka


 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke