Resep Rumah Tangga "Adem Ayem" 

Kata orang sih, ketika pasangan suami istri berbulan madu hidup terasa serba
manis. Kepahitan tak dirasa. Tahun-tahun awal perkawinan yang ada hanyalah
rasa bahagia. Ketika anak pertama lahir, kebahagiaan semakin memuncak.
Setelah anak kedua lahir, hidup terasa seperti di surga. Tapi dunia ini
terus berputar. Di tengah perputaran itu perubahan terjadi. Si istri makin
peka terhadap tingkah laku suaminya, dan si suami yang dulu terbuka,
demokratis dan serba egaliter, kini alergi terhadap kritik istrinya. 

Jangan heran, kalau ada istri yang sudah 30 tahun menikah mampir di ruang
konsultasi psikologi dengan pertanyaan, "Apakah benar cinta bisa hilang?".
Sudah puluhan tahun menikah pun, perbedaan di antara pasangan ternyata masih
saja sulit dijembatani. Meski berbagai upaya sudah dilakukan, tetap saja
tidak berhasil.  Kalau sudah begini, kehadiran pasangan tak lagi
menyenangkan malah menjengkelkan. 

Kajian yang dilakukan di Amerika selama 15 tahun pada lebih dari 24.000
orang menunjukkan sebagian besar pengantin baru mengalami melambungnya emosi
secara singkat setelah perkawinan mereka, namun akhirnya kembali ke
pandangan pada hidup yang sama dengan yang mereka miliki sebelum perkawinan.
Setiap tahun mereka diminta menilai kepuasan hidup mereka secara keseluruhan
dari angka nol (benar-benar tidak bahagia) ke 10 (benar-benar bahagia).
Rata-rata peningkatan rasa bahagia dari perkawinan adalah sangat kecil. 
 
Padahal, ketika perkawinan dalam keadaan krisis, keputusan mempertahankan
perkawinan, pisah ranjang, atau bercerai, banyak dipengaruhi oleh kepuasan
dalam perkawinan. Sejauh mana pasangan merasakan kebutuhan fisik, emosional,
dan psikologis-nya terpenuhi dalam kebersamaannya tersebut? Termasuk,
penghargaan suami atas tugas kerumahtanggaan, serta keterbukaan
antarpasangan. Tak sekadar cinta, status dan uang. 

Nena dan George O'Neill dalam buku "Open Marriage" memberikan sejumlah
petunjuk: hiduplah untuk waktu sekarang (banyak suami istri tidak setia
karena terlalu berpikir tentang waktu yang akan datang, baik dari mereka
sendiri maupun dari anak-anak), setiap partner diberikan hak menjalankan
hidupnya sendiri dengan privacy, misalnya soal karier, pendidikan, dan
lain-lain, akuilah segala hal dengan terus terang tanpa rahasia atau bohong,
suami-istri bukan tuan dan hamba melainkan dua teman setingkat,
masing-masing harus mempunyai identitas sendiri. Harus ada kepercayaan satu
pada yang lain dan peranan-peranan harus variabel: istri tidak boleh dipaksa
mengambil peranan binatang yang memikul beban atau hanya dimaksudkan untuk
persetubuhan.

Wah, lha kok jadi sok tahu, simak sajalah tips "lebih membumi" yang
diberikan G di bawah ini, mudah-mudahan bisa membantu pembaca yang
perkawinannya sedang bermasalah. 

Resep Rumah Tangga "Adem Ayem" 
(G-Australia)

Sumber perpecahan rumah tangga di Indonesia yang paling utama adalah tekanan
ekonomi (di kalangan menengah-bawah), campur tangan keluarga/orangtua/mertua
(hal yang umum dalam masyarakat kita) dan orang ketiga/perselingkuhan (di
kalangan menengah-atas).

Menjawab pertanyaan salah seorang pembaca KCM tentang resep rumah tangga
agar "awet", saya akan berbagi. Resep praktis ini saya "kumpulkan" dari
berbagai sumber. Dari nenek, ibu, bibi, tetangga, saudara, teman, dll.
Sebagian besar sudah saya terapkan dalam rumah tangga saya sendiri. 

1. Kalau marah, jangan dibawa ke tempat tidur. Jangan membawa kemarahan ke
tempat tidur. (Saya lupa siapa yang kasih resep ini).

2. Jangan "asbun". Kata-kata yang terlanjur keluar dari mulut kita dan
menyakiti perasaan pasangan kita tidak akan bisa di "delete", dihapus
ataupun diralat. Kalau anda sadari kata-kata yang sudah keluar itu mungkin
telah menyakiti pasangan kita, minta maaflah. Setelah itu, berusahalah untuk
tidak melakukan hal yang sama lagi.

3. Kalau pasangan kita berbuat kesalahan (padahal kecil saja), janganlah
terus-menerus mengulang-ulang kata-kata mengkritiknya. Kalau dia bersalah,
katakan kesalahan apa yang dia buat, bukan dengan "menyerang" pribadinya. 

4. Untuk laki-laki (suami), janganlah membawa saudara laki-laki untuk
tinggal bersama di rumah anda. Untuk wanita (istri), jangan membawa saudara
wanita tinggal di rumah anda (termasuk juga pembantu perempuan yang masih
muda). Resep ini adalah dari Bibi saya yang telah tiada. Yang Bibi saya
maksudkan adalah untuk menghindari terjadinya perselingkuhan. Katanya,
banyak terjadi perselingkuhan karena adanya "orang ketiga" di dalam rumah,
misalnya adik atau keponakan perempuan yang "main gila" dengan suami di
rumah kita. 

5. Jangan mengadukan pasangan kita kepada keluarga/orangtua kita. Sebab hal
itu akan menjatuhkan "kepercayaan" orangtua terhadap pasangan kita. Sekali
kepercayaan mereka rusak, akan sulit memperbaikinya lagi. Kalau mau mengadu
(curhat), adukanlah pasangan kita kepada orangtuanya (mertua kita) atau
ipar. Itupun kalau anda percaya bahwa mereka bukan "tipe penggosip". 

6. Biarpun anda sibuk dan suami anda bisa mengurus dirinya sendiri, termasuk
memasak, tetaplah berusaha menyempatkan waktu sekali-kali untuk memasakkan
untuknya. (Resep ini dari seorang istri Bali yang sudah menikah dengan suami
bulenya selama hampir 30 tahun lamanya).

7. Begitu bangun pagi, segeralah mandi. Jangan menyiapkan makan pagi suami
dengan mata setengah terbuka karena mengantuk, dalam keadaan belum mandi,
masih mengenakan daster, rambut di-"kuwel-kuwel" atau berantakan. Walaupun
suami anda tidak pernah "mengkritik" hal itu, jangan terlena, sebaiknya
kebiasaan itu tetap dihindari. (Resep ini dari ibunya teman saya).

8. Mungkin anda sejenis "wanita tomboy" dan dia menikahi anda karenanya.
Sekali-kali "bikinlah kejutan" dengan berpenampilan "feminin". Walau
bagaimanapun, laki-laki tetaplah laki-laki, mereka senang melihat
"kefemininan" wanita. 

9. Saling panggil "Sayang" akan mendekatkan hubungan. Kalau anda bertengkar
dengan dia, panggilan itu otomatis akan diganti dengan panggilan nama
masing-masing. Namanya juga orang sedang "marahan", mana sudi kita panggil
dia "Sayang". Dengan demikian, kita akan tahu kapan pasangan kita sedang
kesal terhadap kita dari cara dia memanggil kita.

10. Hindari berdua-duaan dengan laki-laki/wanita lain yang bukan pasangan
kita di tempat khusus. Apalagi anda berdua memang merencanakannya untuk itu.
Ini untuk menghindari terjadinya perselingkuhan.

11. Semaksimal mungkin orang-orang di lingkungan pergaulan kita mengetahui
status marital kita dan pasangan kita (bahwa kita sudah menikah, misalnya).
Hal ini untuk menjaga "salah paham" (disangka single sehingga ada orang
"naksir"). Juga untuk memberikan pasangan kita "beban moral" di luar, bahwa
dia sudah menikah, sehingga "mengerem" dia untuk "nampang" atau "menjatuhkan
pasaran" dia diantara cewek-cewek penggemarnya. Jangan malu mengatakan "Maaf
saya sudah menikah" ketika seseorang mengajak kencan. Pasangan muda biasanya
masih agak "berat" menerima kenyataan bahwa mereka sudah menikah, tidak lagi
"bebas" seperti waktu single. Mereka seringkali masih suka menikmati "dipuja
banyak penggemar". Bahkan ada yang sudah menikah masih juga "memberikan
harapan" kepada "penggemar"-nya. Kalau anda sudah punya komitmen dengan
pasangan kita, bersikaplah konsisten. 

12. Beri pasangan kita kepercayaan, namun jangan terlena. Tetaplah "waspada"
tapi tidak bersikap "mengontrol". Di luar itu banyak godaan, lho. Tapi kalau
kita masing-masing "tidak ada niat" berselingkuh, ya hal itu tidak akan
terjadi. 

Daftarnya masih panjang, tapi untuk kesempatan ini, saya cukupkan dulu.
Mungkin para pembaca  lainnya mau menambahkan?

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke