Festival Makanan Turki

Bondan Winarno 

Belum lama ini saya berkesempatan untuk santap siang di rumah Duta Besar
Turki di Indonesia, Yang Mulia Aydn Evergen. Saya disambut di pintu rumah
dengan sepiring lokum yang dibawa istrinya yang cantik. Lokum (kadang-kadang
juga disebut loukoum), lebih dikenal luas dengan nama Turkish Delight,
adalah semacam marzipan (Belanda: marsepein) yang dibuat dari kanji dan
gula. Versi yang paling populer adalah dengan citarasa air mawar, berwarna
merah muda lembut. Sering kali di bagian tengahnya diisi dengan berbagai
jenis kacang seperti pistachio atau hazelnut. 

Konon, di masa lalu, lokum hanya dibuat untuk para Sultan dan keluarganya.
Sekarang, lokum dijual di mana-mana di Turki sebagai buah tangan yang
disukai. Lokum biasanya juga disuguhkan ketika menyambut tamu di pintu
rumah. Di Amerika kini banyak dijumpai fruit bars yang sangat mirip lokum,
tetapi dengan rasa buah. 

Dubes Evergen tentu saja sangat bangga dengan masakan Turki. "Negeri
Anatolia di Turki yang berusia seribu tahun, dengan dinasti Ottoman yang
berkuasa selama 600 tahun merupakan penyebab kehadiran masakan istana yang
sangat bervariasi. Masakan istana inilah yang pelan-pelan berkembang dalam
menu sajian rakyat sehari-hari," katanya. Kebanggaannya memang tidak
berlebihan. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa dunia hanya punya tiga gagrak
kuliner, yaitu: Turki, Tionghoa, dan Prancis. 

Letak Turki yang merupakan transisi antara Timur dan Barat, negeri yang
terkenal sebagai pemilik terbanyak situs arkeologi dunia, tentu saja
merupakan posisi strategis untuk lahirnya budaya kuliner yang kaya. Apalagi
Turki juga merupakan titik singgah Jalur Rempah dari Timur. 

Di meja makan tertebar begitu banyak hidangan pembuka atau hors d'oeuvres
yang di Turki disebut mezes. Yang paling terkenal adalah humus, yaitu bubur
dari chickpeas yang rasanya gurih. Ada juga yang mirip baba ganoush di
Libanon, tetapi disebut gozleme di Turki, yaitu bubur terong yang dimasak
dengan susu asam (yoghurt). 

Dolma adalah satu jenis meze yang selain populer di Turki, juga didapati di
Yunani, Israel, Lebanon, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Dolma
adalah nasi bumbu, dicampur pesto (pine nuts), dibungkus daun anggur
menyerupai lumpia kecil, lalu dikukus, disajikan dingin, dengan irisan jeruk
lemon. 

Sebetulnya ada lagi satu jenis meze khas Turki yang siang itu tidak
disajikan, yaitu otak kambing yang dimasak dengan jus lemon. Di
restoran-restoran Turki - seperti di "Anatolia" di Kemang - mezes biasanya
dipesan dan disajikan sebelum hidangan utama dalam wadah-wadah kecil yang
memenuhi meja. Disantap dengan roti pita yang seperti kantung bulat.
Biasanya tamu memesan sekitar 4-5 jenis mezes untuk disantap bersama-sama.
Disajikan bersama minuman anggur merah Turki yang juga cukup terkenal.
Tradisi ini sangat mirip dengan tebaran berbagai macam hidangan pembuka di
Korea, yang disantap bersama arak shoju. 

Tentu saja, hidangan utama untuk makan siang itu adalah shish kebab -
hidangan paling populer yang menjadi signature dish bagi Turki. Sebetulnya
ada dua jenis kebab di Turki, yaitu shish kebab dan doner kebab. Tapi, entah
mengapa, doner kebab sering diduga orang sebagai masakan khas Yunani yang
disebut juga dengan nama gyros. Shish kebab mirip sate, tetapi dengan kubus
potongan daging (sapi, atau kambing, atau ayam, atau campuran) yang
diselang-seling dengan potongan sayur dan buah seperti paprika, bawang
bombai, tomat, dan nanas. Sedangkan doner kebab dibuat dari irisan daging
tipis yang ditumpuk dan ditusuk dengan tusukan besar, kemudian dibakar
vertikal, sambil diputar. Cara membakar daging seperti itulah yang
membuatnya disebut gyros (berputar) dalam bahasa Yunani. Daging bakar
kemudian diiris tipis, dan disajikan dalam roti gulung dengan sayuran. Di
Jakarta sudah ada gerai waralaba "Doner Kebab" di banyak tempat. 

Menurut Nyonya Dubes, membuat shish kebab cukup mudah, tetapi memerlukan
persiapan yang lama. Soalnya, daging yang sudah dipotong-potong harus
direndam (marinate) semalam dalam yoghurt dan bumbu-bumbu. Baru esoknya
ditusuki dalam tusukan, dan dibakar. Shish kebab dihidangkan dengan nasi
pilaf, yaitu nasi bumbu yang mirip nasi uduk dengan rasa minyak samin yang
nendang. Pilaf sebetulnya tidak harus terbuat dari beras, tetapi juga bisa
dari bulgur. 

Masakan dari daging lainnya yang terkenal di Turki adalah kofte atau
bergedel dari daging cincang yang dicampur rajangan bawang bombai dan
berbagi bumbu. Bergedel daging cincang ini bisa digoreng, direbus, ataupun
dipanggang. Kofte diberi nama sesuai bentuk dan cara memasaknya. Ada yang
bernama kadin budu, yang kalau diterjemahkan berarti paha perempuan. Nama
yang lucu, tetapi juga bisa melecehkan. 

Sama dengan hidangan pembuka, kudapan pencuci mulut Turki sangat kaya
ragamnya. Yang paling terkenal adalah baklava - yaitu pastry yang flaky dan
sangat manis, berisi berbagai jenis kacang. Baklava juga tampil dalam
berbagai bentuk dan isi. Namanya pun bermacam-macam, sesuai bentuk dan
rasanya. Ada yang bernama Sultan, Turban Terbalik, dan Saray (Istana). Boleh
percaya, boleh tidak. Ada sejenis baklava yang disebut Pusar Perempuan.
Ampyun dah! 

Karena saya menghindari pencuci mulut yang sangat manis, Nyonya Dubes
menyodorkan semangkuk kecil sutlac - bubur beras dengan susu. Kudapan ini
cukup mengejutkan. Sederhana, namun ... mak nyusss! Satu mangkuk habis saya
sikat. 

Ah, jangan iri kalau saya juga sempat diajak ke dapur oleh Nyonya Dubes yang
mengajari saya cara memasak sutlac. Sutlac sangat mirip dengan bubur Jawa
yang terbuat dari beras dan santan. Bedanya, kalau di Jawa memakai gula
merah dan kadang-kadang santannya disiram di atas bubur beras, sutlac
dimasak dengan memadukan semua unsur-unsurnya: beras, susu, gula, dan
vanili. Bedanya lagi, sutlac disantap dingin, sedangkan bubur Jawa justru
dimakan hangat. Kudapan yang sangat sederhana, namun khas. Katanya, di Turki
banyak sekali muhallebi - yaitu gerai yang menyajikan berbagai jenis puding
nasi ini. 

Sekadar catatan, bubur atau puding nasi seperti sutlac ini dikenal juga di
banyak budaya. Di Denmark, puding nasi merupakan bagian dari tradisi
santapan Natal. Hal yang sama juga didapati di Portugal, dengan nama arroz
doche. Orang Spanyol menyebutnya arroz con leche (diberi rasa kayu manis),
dan orang Belanda menyebutnya rijstebrij. Orang Pakistan dan Afghanistan
menambahkan pistachio dan kapulaga, serta menyebutnya kheer atau firni. 

Turki adalah negeri yang berpenduduk 70 juta, dan 95 persen penduduknya
menganut Islam. Sekalipun demikian, seperti juga Republik Indonesia, Turki
adalah negara sekuler - dalam pengertian bahwa Islam tidak menjadi agama
resmi negara. Sekularisme Turki ini tampil konsisten ketika belum lama ini
di Gran Melia Jakarta diselenggarakan Festival Makanan Turki. Sekalipun
diselenggarakan di tengah bulan suci Ramadan, jamuan makan malam pembukaan
tidak dilakukan pada saat berbuka puasa, melainkan pada jam delapan malam -
waktu yang umum dipakai untuk mengundang santap malam resmi. 

Festival itu mendatangkan tiga orang jurumasak dari Turki - Chef Erdogan,
Chef Demirtas, dan Chef Unal - serta 20 orang seniman dan penari yang tampil
pada malam pembukaan. Mereka didatangkan oleh Garuda Indonesia. Malam itu
saya menemukan satu hidangan khas Turki yang belum saya lihat sebelumnya,
yaitu pilic topkapi alias ayam topkapi. Ini adalah ayam kodok (stuffed
chicken) yang rasanya boleh diacungi dua jempol. Selain itu juga saya
temukan dessert baru bernama ekmek kadayifi (sweet bread dessert) yang tidak
semanis baklava. Boleh tahan, lah! 

Untuk para penggemar makanan Turki, ada bocoran dari Pak Dubes. Katanya,
November nanti akan dibuka satu lagi restoran Turki di Jakarta. * SUARA
PEMBARUAN DAILY

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke