--- sulaeman1 <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Date: Mon, 23 Apr 2007 07:53:10 -0000 From: "sulaeman1" <[EMAIL PROTECTED]> To: Budi Aryanto <[EMAIL PROTECTED]> Subject: entrepeuneur
Lifestyle Entrepreneur Oleh: Budi Aryanto, Fresh Mind Indonesia Menjalankan sebuah bisnis dapat dikatakan layaknya menjalani kehidupan itu sendiri. Di sana, selain ada kewajiban, hak, interaksi sesama, tujuan ke depan, juga ada fun dan rasa cinta, tentunya. Seorang entrepreneur tidak akan mungkin sukses membawa bisnisnya tanpa dia sendiri merasa nyaman di dalamnya. Rasa nyaman itu tercermin bagaimana dia merasa enjoy dan fun dalam mengelola bisnisnya, walau berada dalam tahapan ekonomi yang sulit seperti sekarang ini. Sepasang warga Amerika Serikat, Sue Schwaderer dan suaminya Bill Lawrence telah membuktikan bagaimana mereka mengelola usaha bagai kehidupan mereka. Tahun 1999 mereka membuka sebuah penginapan 14 kamar di Michigan dengan nama Twin Gables Inn. Bisnis ini mereka dirikan berawal dari kejenuhan mereka akan rutinitas pekerjaan mereka sebelumnya dan kehidupan yang mulai ramai di Chicago. Penginapan itu sendiri mereka kelola berdua mulai dari strategi pemasaran hingga kepada perawatan bangunannya. Hanya kadang kala mereka mempekerjakan beberapa tenaga paruh waktu saat peak season. Kini, setelah enam tahun menjalani kehidupan bisnis di sana, sepasang entrepreneur ini merasakan kedamaian dan kenikmatan hidup yang luar biasa, walaupun penghasilan yang mereka dapat tidak sebesar ketika mereka menjadi eksekutif yang sukses di Chicago. Mereka sekarang mengalami apa yang disebut sebagai kebebasan waktu dan fleksibilitas pekerjaan yang luar biasa. Mereka bebas menentukan waktu bekerja atau untuk sekedar menikmati matahari terbenam sepanjang danau Michigan. William Wetzel dari University of New Hampshire menyebut pasangan Schwarderer dan Lawrence sebagai "Lifestyle Entrepreneur". Bisnis, yang telah menjadi gaya hidup, yang dijalankan oleh para Lifestyle Entrepreneur tidak semata-mata demi sebuah hobi, kemandirian finansial atau sebuah kerajaan bisnis, namun yang terpenting adalah bahwa bisnis ini dijalankan oleh mereka yang suka menjadi `bos' bagi diri mereka sendiri yaitu dengan sebuah makna membebaskan mereka dari birokrasi dan memberi kebebasan dalam mengambil keputusan. Kesempatan untuk hidup dan bekerja di tempat-tempat yang menjadi kesukaan, seperti di rumah, café, mal, atau bahkan di pantai dan di daerah pegunungan adalah tujuan lain orang menjadi Lifestyle Entrepreneur. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lou Harris (1999) mengindikasikan bahwa kemandirian dalam menentukan prioritas dan keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga ternyata lebih bernilai dari pada mencari tambahan uang, ketika orang memutuskan untuk berwirausaha. Hal ini diperkuat oleh riset yang dilakukan oleh John Warrillow di Toronto, yang menyatakan bahwa hanya 10% dari para pebisnis kecil di Kanada yang menjalankan usaha dengan motivasi pertumbuhan penjualan. Sisanya adalah mereka yang termotivasi akan sebuah kemandirian. Seorang sahabat saya, Andyono Putranto dapat dikatakan memiliki jiwa Lifestyle Entrepreneur tersebut. Sejak di bangku kuliah dia sangat tergila-gila dengan console game, khususnya Playstation. Setelah tiga tahun bekerja di resto siap saji McDonald, ia mulai merasakan adanya sesuatu yang membatasi ruang gerak pikirannya akibat rutinitas pekerjaan. Keluar dari sana ia mulai berbisnis yang sesuai dengan hobi main game-nya. Kini ia mempunyai jaringan toko yang menjual perlengkapan console game, dari mulai hardware, software, hingga ke action figure-nya. Ia merasa bahwa pekerjaan, bisnis dan hobi adalah elemen kehidupan, sehingga itulah gaya hidup yang kemudian terbentuk dalam dirinya. Lifestyle Entrepreneur adalah bukan berarti mereka menjalankan suatu usaha untuk memenuhi gaya hidup pasar sebagai demand-nya. Tapi ini adalah tentang bagaimana bisnis yang dijalankan menjadi gaya hidup pelakunya, atau dengan kata lain bisnis adalah kehidupan yang dijalani itu sendiri. Seorang wirausaha yang menjalankan usahanya hanya karena ingin memenuhi suatu demand tertentu demi mendapatkan laba dari modal yang ia tanam tidak termasuk dalam kategori Lifestyle Entrepreneur ini. Karena seorang Lifestyle Entrepreneur adalah mereka yang menjadikan kebebasan dan cinta sebagai motivasi ia bekerja untuk menciptakan demand. Seorang pendatang asal Pekalongan yang ke Jakarta untuk membuka sebuah warung makan di daerah Setiabudi, misalnya, dengan tujuan untuk mendapatkan cash inflow yang baik hanya karena ia melihat adanya peluang banyaknya perkantoran dan belum adanya menu soto Pekalongan di sana, sangat berbeda kondisinya dengan seseorang yang membuka warung makan karena ia sangat suka memasak dan tidak mau bekerja sebagai karyawan rumah makan karena ia ingin memiliki kebebasan atas dirinya sendiri. Seseorang yang demikian akan mengeksplorasi segenap cinta akan pekerjaannya sehingga mutu layanan ke konsumen akan terasa berbeda dari orang yang berusaha karena termotivasi melulu oleh uang dan keuntungan, walaupun produknya sama-sama soto Pekalongan dan pasarnya sama-sama eksekutif yang berkantor di kawasan Setiabudi. Mereka yang berjiwa Lifestyle Entrepreneur banyak yang memilih rumah sebagai kantornya, karena baginya keluarga adalah satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dari bisnis, dan keduanya adalah elemen penting dalam kehidupan. Banyak wirausaha wanita yang melakukan ini. Bagi mereka, mengelola bisnis tidak perlu mengalihkan pikiran dan sumber daya diri pribadi dari tanggung jawab seorang ibu dalam memberi perhatian kepada anak-anak. Seorang sahabat saya yang lain memilih berhenti dari pekerjaannya sebagai tenaga pemasaran sebuah apartemen di Jakarta Selatan, dan memutuskan untuk bekerja dari rumah sebagai agen asuransi jiwa. Alasannya sederhana, dengan memilih rumah sebagai kantor ia dapat dengan leluasa mengatur waktu kerjanya dan tetap dapat selalu berada di samping anaknya yang baru berusia dua setengah tahun. Namun, bagaimanapun kecintaan seseorang terhadap bisnis yang dijalankannya, karena antara lain didasari oleh hobi dan adanya kebebasan diri, diperlukan sesuatu yang lebih dari pada itu agar bisnisnya sukses. Seseorang yang suka sekali membuat kerajinan dan akhirnya membuka butik craft di daerah Kemang, membutuhkan lebih dari pada keahlian merangkai pernak-pernik untuk dapat mempertahankan bisnisnya agar terus berjalan. Manajemen sumber daya manusia, inventory, dan hubungan kepada pelanggan menjadi sesuatu yang mendesak untuk mendapat perhatian. Hal-hal tersebut telah menjadi penyebab matinya beberapa usaha kecil milik Lifestyle Entrepreneur di Jakarta. Penyebab utama adalah karena para Lifestyle Entrepreneur ini terlalu terlena akan nikmatnya menjalankan bisnis dalam zona dan atmosfir yang ia ciptakan sesuai dengan kemauannya. Mereka terjebak ketika harus mengatur waktu kerja yang sesuai dengan jadwal kegiatan pribadinya dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang memudahkan dirinya. Sehingga terkadang nampak bahwa akhirnya mereka kehilangan semangat bisnis yang menggebu setelah bisnis berjalan beberapa tahun. Seorang Lifestyle Entrepreneur harus menyadari bahwa tujuan utama adalah bukan terpenuhinya needs and wants pribadinya, melainkan needs and wants nya pelanggan. Ia harus mengatur jam kerja layanan dan berinteraksi dengan pelanggan dengan cara-cara pebisnis handal dan professional yang mencerminkan bahwa mereka memahami betul needs and wants pelanggan. Tips untuk para Lifestyle Entrepreneur: 1. Sebelum memulai usaha, bila usaha tersebut adalah merupakan hobi dan gaya hidup Anda, tenangkan dulu diri Anda dan lihat kembali hal itu sebagai sebuah bisnis murni yang perlu dijalankan dengan strategi manajemen yang jitu. 2. Berpikirlah dari sudut pandang konsumen dan bangunlah bisnis dengan banyak pemahaman dan pengertian. 3. Bersikap realistik akan tuntutan bisnis. Banyak bidang usaha menuntut Anda untuk buka sepanjang tahun, termasuk hari raya dan tahun baru. 4. Jujur pada diri sendiri akan keinginan diri dan kemampuan untuk menciptakan komitmen sepanjang hidup Anda. 5. Ingatlah bahwa usaha Anda hanya dapat memuaskan kebutuhan Anda bila ia telah mampu memuaskan pelanggan Anda. (Artikel Kontan Mingguan) __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com