It's very impossible but true.
_____________________________________________
Aku tak mampu berkata-kata usai membaca sepucuk surat bertulis-tangan yang 
dikirim seorang PNS Pemkab Toba Samosir kepada istrinya. Aku sudah 
membolak-balik kamus bahasa dan menguras kemampuan jurnalistikku selama 12 
tahun menjadi wartawan; tapi tidak kutemukan kata dan teknik menulis yang lebih 
kuat untuk menarasikannya - maka surat itu kumuat utuh di blog ini. Siapkanlah 
sapu tangan atau kertas tisu; siapa tahu anda memerlukannya.
Balige, 23 September 2006.
Salam rindu dari jauh, Mama. Tiga hari lagi persislah Mama dua bulan 
meninggalkan saya di rumah ini. Dan selama itu pula saya harus bergumul seorang 
diri, hanya ditemani seekor burung merpati. Si Kurdi pun titip salam sama Mama. 
Entah pun dia sudah rindu sama Mama. Mungkin dia tidak akan pernah lupa sewaktu 
Mama membersihkan sangkarnya dua bulan yang lalu.
Kemarin saya marah sama si kucing dan anjing karena mereka tidak mau beranjak 
dari rumah. Rupanya saya lupa beli ikan teri untuk jatah mereka. Saya hanya 
beli daging aili 1/4 kg karena masih ada sisa uang kiriman Mama. Baru kali ini 
saya beli daging.
Mama, piring, sendok, garpu sebagaimana Mama tinggalkan sebelum pergi, masih 
tetap bersih seperti itu. Saya hanya memakai satu piring saja supaya tidak 
repot membersihkannya. Yang tidak boleh saya ceritakan sama Mama hanya kelambu 
itu saja. Dulu, sewaktu Mama ada, dia masih putih. Sekarang sudah hitam. Sarung 
bantal pun demikian juga, berubah warna. Aneh, baunya Mama. Mudah-mudahan ndak 
sampai ke Jakarta.
Surat ini saya tulis di atas kursi, karena meja sekolah yang kita pinjam dulu 
[sewaktu guru huria les], baru saya pulangkan ke sekolah itu kira-kira 10 menit 
yang lalu. Kemarin, Jumat, sewaktu les, si Rocky bilang bahwa Ibu Siagian 
[istri ***] menyuruh supaya meja itu dikembalikan hari ini [Sabtu]. Tadi pagi 
saya memanggil si Pelipe dan si Memo [adik ***] untuk membantu saya 
mengangkatnya. Dan tentu Mama belum lupa bangku-bangku kecil orang si Paska. 
Itulah yang saya duduki ini.
Mama, kenapa kita semiskin ini, selalu pertanyaan bagi saya siang-malam. Beli 
motor saja harus diangsur. Selain di bank, ada lagi utang di koperasi. Sawah 
sudah tergadai. Semua ini membawa penyakit, darah tinggi, maag, penyakit gula, 
dll. Saya harus duduk di bangku seperti ini dan menulis di atas kursi.
Sebentar lagi saya harus mencuci, di mana nanti saya harus menggosoknya? Oh 
Tuhan, di mana kepedulian-Mu? Apakah masih ada namanya yang disebut Tuhan? 
Jungkir balik saya mengajar les, toh uangnya tidak nampak.
Sementara *** [seorang pejabat teras Pemkab Toba Samosir - diedit BatakNews] 
enak saja ngambil uang dari kas Pemda Rp 3 miliar. Apa ada memang uang sebanyak 
itu? Belum pernah saya lihat. Tuhanlah yang membuat perhitungan.
Sekiranya saya di Jakarta, saya akan ke Dikti menanyakan keabsahan ***-nya 
[gelar si pejabat teras - diedit BatakNews]. Semakin merajalela saja dia, Mama. 
Baru-baru ini dia ke SMIK Arjuna. Disuruhnya seorang guru buka baju. Mungkin 
mau diajaknya guru itu duel. *** apa itu? [Tanda bintang adalah jabatan orang 
dimaksud - BatakNews.]
Di koran sudah jarang beritanya. Pasti sudah disogok semua itu. Pak *** mau 
pindah ke Serdang Bedagai. Pupus sudah harapannya menjadi sekda, karena Pak *** 
itu sudah diperpanjang jabatannya sampai dua tahun lagi. Pak *** mau pindah ke 
Tapanuli Selatan. Masih ingat Mama ketika kita menghadapnya, kan? Istilah di 
Tobasa sekarang: kebaktian jalan, korupsi jalan terus. Horeee ..
Mama, kalau ada uang, kita pindah saja dari rumah ini. Sepertinya tidak ada 
rejeki di sini. Dengan keluarnya meja itu, sudah plong sekarang pintu depan, 
pintu tengah, dan pintu belakang, karena lurus itu. Kalau boleh kita cari rumah 
di pinggir jalan, biar murid lesnya lebih banyak dan Mama bisa jualan.
Selain di bank itu, masih ada utangku di koperasi Rp 1.800.000. Makanya ketika 
Mama belum pulang [ke Jakarta - penjelasan BatakNews], tidak pernah semua uang 
les saya berikan sama Mama, untuk menutup koperasi. Bukan untuk keperluan lain. 
Semua utang ini baru tutup sampai bulan Desember 2007.
Mama, bulan Juni 2007, tanggal 24, saya sudah pensiun. Pengurusan pensiun sudah 
dimulai bulan Januari 2007 supaya bulan Juli 2007 langsung menerima gaji 
pensiun. Sesudah itu kita sudah dapat berkonsentrasi mengelola les bahasa 
Inggris dari pagi sampai malam, sambil mengarang buku, dan menjadi reporter di 
Jakarta Post.
Tidak ada lagi apel pagi, apel sore, rapat-rapat, dll. Tinggal menunggu 
detik-detik pensiun ini lagilah. Kita bersabar dulu ya, Ma. Kalau ada uangmu, 
bantu dulu menutup koperasi ini, biar penyakit saya hilang.
Les bahasa Inggris di tempat Tulang/Nantulang *** terkesan terlalu mahal, 
karena mereka membuat uang les Rp 100 ribu per bulan, makanya siswa hanya lima 
orang termasuk si kembar itu. Nantulang itu sendiri yang mengutip uang les. 
Saya baru menerima Rp 100 ribu dari situ.
English For You di Desa Hutagaol masih tetap seperti dulu. Tapi sudah saya yang 
mengutip uang les bulan ini. Tapi mengutipnya sangat susah, padahal uang les 
cuma Rp 15 ribu. Dibagi tiga untuk sewa rumah orang itu. Sekarang siswanya 
tinggal 18 orang dikali Rp 15 ribu dibagi tiga untuk sewa rumah. Berapa lagi 
tinggal sama saya? Beli minyak bensin, ganti ban, rante, dan oli motor aja itu 
sudah habis kan, Ma?
Hari itu saya ke Dolok Jior menanyakan pembeli pinus itu. Mudah-mudahan 
pembelinya segera datang. Pinusnya boru Panjaitan sudah dijual. Dia minta papan 
aja, bukan uang. Katanya, pembelinya itu sekarang masih bekerja di Sidulang. 
Habis dari situ baru ke Dolok Jior lagi. Sudah saya hitung pinus kita itu, 
masih ada 14 batang lagi.
Ketika saya di rumah, saya bongkar buku-buku dan ketemu gambar ini. Kalau Mama 
nanti pulang, bawa lagi gambar ini ya, Ma.
Bagaimana kabar orang si Dave, Anggraini, Zenia, dan Acen? Apa rencana mereka 
buat masa depan?
Ada pepatah mengatakan, "Berdoalah seolah-olah Tuhan datang nanti malam. 
Bekerjalah seolah-olah kamu hidup seribu tahun lagi." Ora et labora, berdoa dan 
bekerja. Ini yang Tuhan kehendaki. Karena Tuhan pun bekerja. Enam hari Tuhan 
kerja, istirahat cuma satu hari.
Kalau ada kiriman atau surat, alamatnya ke ***.
Hanya ada tiga kalimat dari saya untuk Mama. Pertama: I love you Mama. Kedua: I 
love you Mama. Ketiga: I love you Mama.
Take good care of yourself and get closer to God day by day.
See you soon.
Daddy, *** [ditandatangani - penjelasan BatakNews].
- Mama jangan suka menangis lagi. Masih ada masa depan buat kita. Pasti itu ya, 
Ma? []
Demikianlah seluruh isi surat si PNS tersebut kukutip secara utuh tanpa 
mengubah urutan kalimat per kalimat dan alinea per alinea. Ada beberapa kata, 
menyangkut nama orang, yang sengaja kuhapus - yaitu yang kutandai dengan 
bintang tiga [***].
BatakNews tidak bisa memberitahukan nama, inisial, instansi tempat bertugas, 
dan alamat tinggal si PNS. Umur dan jati dirinya yang lain juga sengaja tidak 
dijelaskan di sini secara lengkap. Pertimbangannya hanya satu: dia sudah 
bersedih karena kemiskinannya dan akan pensiun beberapa bulan lagi.
Suratnya kepada sang istri ditulis pada empat halaman kertas folio. Ditulis 
memakai tinta hitam dengan gaya huruf bersambung yang sangat rapi.
Foto kopi surat ini juga sudah berada di tangan sejumlah pejabat Pemkab Toba 
Samosir. Ketua DPRD Tumpal Sitorus yang ditemui BatakNews pun mengaku 
memperoleh surat tersebut.
"Saya merinding membacanya. Dalam hati saya tadi, ternyata Tuhan sangat baik 
masih memberikan saya gaji yang cukup dan fasilitas dinas. Lihatlah Bapak itu, 
berpuluh tahun menjadi PNS tetapi terus hidup dalam kemiskinan, karena ia jujur 
dalam bekerja," kata Tumpal menambahkan, ia dalam waktu dekat akan menemui 
langsung si PNS sekadar menyampaikan rasa simpatinya yang mendalam.
Kalimat terakhir pada surat PNS ini - setelah dia teken - menunjukkan bahwa dia 
masih ingin berharap hidupnya akan lebih baik namun dia pun tak bisa 
menyembunyikan keputusasaannya. Perhatikanlah kalimat penutup itu: Mama jangan 
suka menangis lagi. Masih ada masa depan buat kita. Pasti itu ya, Ma?
Ia berusaha menegarkan hati sang istri; tapi sesungguhnya ia sendiri pun kurang 
yakin, sehingga bertanya, "Pasti itu ya, Ma?"
Perih rasa di hatiku, sungguh perih, membaca dan merenungkan kisah hidup bapak 
ini. Semoga TUHAN segera mengabulkan segala impiannya bersama sang istri; 
sehingga ia bisa mengarang buku dan tidak lagi menulis di atas kursi. []
Entri ini dituliskan pada Rabu, April 25th, 2007 pada 5:17 pm [bataknews; jarar 
siahaan; balige]
 

Kirim email ke