Seorang pria bernama Itang tahun 1994 pergi haji atas
biaya kantor. Dia seorang eksekutif di perusahaannya.
Atas prestasi kerja sekaligus keuntungan yang didapat,
maka ia dihadiahi oleh bosnya ibadah haji sebagai
reward.
Berhubung masih darah muda dan suka dengan keduniaan,
bukannya persiapan batin yang ia tingkatkan untuk
ibadah haji, malah ia sibuk mempersiapkan segala macam
atribut yang cocok dibawa semasa di Saudi Arabia.
Siang itu ia pergi ke sebuah optik terkenal di Jakarta
langganannya. Ia hendak memesan sebuah sun-glasses.
Datanglah Itang ke optik tersebut. Ia memesan sebuah
sun glasses unik seharga Rp 500 ribu pada saat itu,
-harga yg amat mahal pada masanya, bermerk Mont Blanc
dan anehnya lagi bukannya berwarna hitam, malah ia
memesan sun glasses berwarna hijau.
Ia merasa pasti sesampainya di tanah suci, sun glasses
itu akan membuatnya 'berbeda' dengan orang lain dan
membuat dirinya bangga.
Berangkatlah Itang dengan persiapan 'lahir'nya. Dia
tidak sibuk dgn persiapan-persiapan batin seperti
taubat, zikir, istighfar, dll.
Saat itu tanggal 8 ZulHijjah. Jamaah haji sudah
bertolak ke Mina untuk melakukan Tarwiyah. Sedang
rombongan yang diikuti Itang tidak melakukan mabit
Tarwiyah.
Mendapati kota Mekkah sudah sedikit lengang, siang itu
Itang berniat untuk pergi ke masjid. Selama ia berada
di Mekkah ia jarang sekali ke masjidil Haram dengan
alasan capek, malas, dan takut dengan keramaian &
berdesakan. Karenanya, saat mendapati Masjidil Haram
mulai lengang, ia pun pergi ke sana tuk beribadah.
Namun belum lagi ia memasuki gerbang masjid, tiba-tiba
ada seorang pria Arab yang berjalan dengan meraba-raba
lalu memegang tangan Itang.
Pria Arab tadi meminta Itang untuk membawanya ke optik
terdekat. Rupanya pria itu baru saja kehilangan
kacamata sebab berdesakan di dalam masjid sehingga
kacamatanya terjatuh lalu pecah terinjak orang.
Mulanya Itang gusar dengan kehadiran pria Arab
tersebut, namun batin menuntunnya untuk memberi
bantuan. Pria Arab itu lalu diajaknya ke sebuah optik
terdekat yang pernah diketahui oleh Itang. Namun
sayang, rupanya optik tersebut sudah tutup, seperti
toko lain yang ada di kota Mekkah saat itu. Sebab
semua orang saat itu telah bertolak ke Mina atau
Arafah untuk melakukan puncak ritual haji.
Itang kemudian menjelaskan kepada pria Arab tadi bahwa
toko tutup dan ia tidak bisa membantu lebih dari itu.
Namun tidak disangka pria Arab tadi sekali lagi
menarik tangan Itang dengan keras. Ia mengatakan
dengan bahasa Inggris sekenanya,"Kau punya kacamata
berapa...? Tolong beri aku satu!"
Tadinya Itang sempat gerundel dalam hati, mendapati
orang Arab yang gak malu meminta dan merepotkannya
ini. Itang berpikir sejenak untuk membantunya atau
tidak. Dalam hati Itang muncullah banyak barrier
(halangan) yang bisa membuat sejuta alasan untuk tidak
membantu pria Arab itu. Antara lain alasannya adalah
kacamata yang dimiliki Itang adalah kacamata minus,
yang ukurannya pasti berbeda antara satu orang dengan
lainnya. Sementara alasan kedua adalah memang benar ia
membawa 2 kacamata. Satu kacamata biasa berwarna
putih, satunya lagi adalah sun glasses kesayangannya
yang berwarna hijau.
Setelah menimbang sejenak, akhirnya Itang memutuskan
untuk memberi sun glassesnya kepada pria Arab
tersebut. Anehnya, saat pria itu memakainya ia
berkata, "It's clear brother.... It's clear!" Pria itu
mendapati matanya cocok dengan ukuran kacamata
tersebut. Itang sempat bengong dan membatin, "Kok bisa
cocok ya....?" Saat Itang sedang bertanya dalam hati,
maka begitu ia lihat sekeliling lagi Itang tidak
mendapati pria Arab tadi. Sempat ia mengumpat atas
kelakukan orang Arab yang tidak berterima kasih, namun
ia ingat bahwa setiap kebaikan akan menjumpai balasan
apalagi bila melakukannya di tanah suci.
Itang menunggu-nunggu kapan Allah membalas kebaikannya
itu. Namun sayang, hingga semua ritual haji usai,
bahkan hingga ia kembali ke tanah air, Allah Sang Maha
Pemurah belum membalas kebaikan yang ia lakukan.
Ironisnya, beberapa hari setelah ia pulang dari tanah
suci, ia malah difitnah oleh bossnya telah melakukan
pencurian, karena perusahannya dibobol perampok dan
menghilangkan uang lebih dari Rp30 juta.
Bukannya mendapat balasan kebaikan dari Allah, malah
ia mendapat ujian berupa fitnah melakukan pencurian di
kantornya sendiri.
Itang mampu membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah,
namun karena merasa telah difitnah, ia memilih untuk
undur diri dari pekerjaannya.
Sebagai orang yang telah lama berkarir, ketiadaan
pekerjaan membuatnya hidup luntang-lantung dan tidak
berpenghasilan. Hidup terpuruk dan bangkrut.
Dalam keterpurukan itu, Itang memilih untuk hidup
lebih dekat kepada Allah Swt.
Hingga suatu malam dalam tahajjudnya, Allah memberinya
perasaan sehingga ia begitu rindu menunggu pagi.
Usai melaksanakan shalat Shubuh, ia langsung
mengenakan pakaian dan kemudian berangkat ke suatu
tempat di bilangan Lapangan Banteng Jakarta.
Itang ke sana dan berdiri di pintu masuk gedung
Pertamina Pusat. Ia berdiri lama di sana menanti
seseorang yang pernah dia kenal. 
Lama menunggu, hingga datanglah pak Irwan memasuki
pintu lobby gedung tersebut. Itang lalu menghampiri
dan menyapanya. Irwan merasa kaget, apa gerangan yang
membuat Itang sepagi ini sudah ada di kantornya. Maka
diajaklah Itang ke ruangannya.
Baru saja mereka duduk di ruang kerja Irwan, Itang
langsung berkata, "Pak...., Anda yakin gak bahwa saya
mampu mengerjakan pengiriman barang-barang milik
pertamina?!" Irwan sudah mengenal Itang sejak lama,
dan dia tahu kualitas kerjanya."Memangnya ada apa Anda
bertanya seperti itu?" sahut Irwan. "Kalau bapak yakin
saya mampu melakukannya, saya akan ikut tender
pengiriman barang-barang pertamina...!" tambah Itang.
"Anda boleh ikut tender pengiriman barang Pertamina,
namun Anda sudah memiliki perusahaan belum?" tanya
Irwan. Dengan spontan Itang menjawab, "Sudah pak, saya
sudah punya perusahaan. Sebab itu saya minta bantuan
pak Irwan untuk memberi saya order."
Begitu yakin Itang memberi jawaban, padahal ia sendiri
tahu bahwa ia tidak punya uang untuk membangun sebuah
perusahaan. 
Namun ini jalan Allah yang ditunjukkan kepada Itang.
Dengan bermodalkan sebuah meja kerja di sebuah gudang,
ya gudang bukan gedung perkantoran, Itang memulai
bisnis nekatnya.
Ia membuat kop surat palsu, juga dengan alamat palsu.
Ia buat kop tersebut sebonafid mungkin hingga akhirnya
ia pun mendapat order pengiriman barang Pertamina.
Bisnis modal dengkul itu kini berjalan ngebut bagai
roket yang meluncur deras.
Begitu cepat ia berkembang, hingga akhirnya ia mampu
membuat perusahaan bonafid dalam bidang perkapalan dan
pengiriman. Alhamdulillah, kini Itang memiliki
beberapa kapal tanker yang ia sewakan bukan hanya
kepada Pertamina, namun juga kepada beberapa
perusahaan tambang & minyak milik nasional atau
internasioanal.
Malam itu saya tengah berceramah soal infak, sedekah,
zakat dan wakaf di rumah Itang. Saat dialog pun tiba,
dan Itang adalah orang pertama yang menyambut mic dari
saya. Ia bertutur tentang kisahnya sambil menutup
ceritanya dengan ucapan, "Usai saya dengar ceramah
ini, saya baru sadari bahwa bisnis yang saya miliki
kini rupanya tiada lain adalah balasan Allah atas
kacamata Mont Blanc hijau yang pernah saya berikan
kepada seseorang di Mekkah dulu!"
Ya, Itang baru merasakan balasan Allah atas infaknya
itu. Apakah Anda tidak tergiur mengikuti langkahnya?

Salam,
Bobby Herwibowo
0817200456
www.kuwais.multiply.com


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke