Asma: Hambatan Tumbuh Kembang Anak 

 

Suci Setyawati Putri (10) sibuk membaca untaian kata yang tertuang dalam
selembar kertas di ruang tunggu Gedung Asma Anak Suddhaprana, Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sesekali ia terbatuk-batuk. 

 

Pagi itu, siswi kelas VI sebuah sekolah dasar swasta di kawasan Salemba
Tengah, Jakarta, itu tengah mempersiapkan diri menghadapi ujian praktik
Bahasa Indonesia. Dalam ujian itu, ia harus berpidato. Kesibukan belajar
menghadapi ujian membuat asmanya kambuh sehingga ia pun dibawa ke dokter
oleh ibunya. 

 

"Kalau mau ikut ujian, asma saya suka kambuh. Batuk-batuk dan sesak napas.
Kalau bernapas, suka keluar bunyi 'ngik-ngik'," tutur Suci. Serangan asma
juga kerap datang ketika ia kelelahan lantaran mengikuti pelajaran olahraga
di sekolahnya atau minum es. 

 

Suci menderita asma sejak usia empat bulan yang diturunkan dari dari
neneknya. "Pertama kali Suci terserang asma, saya panik sekali. Untung ada
tetangga yang menyarankan untuk membawa Suci ke RSCM bagian pulmonologi.
Anak saya mendapat inhalasi dan diberi obat sehingga asmanya teratasi," ujar
Ambar, ibu dari Suci. 

 

Oleh dokter, Suci disarankan berobat secara rutin. Setahun pertama berobat,
Suci masih mendapat serangan 3-4 kali sebulan. Setelah rutin berobat dan
menghindari pencetus asma, Suci terserang penyakit itu hanya satu kali dalam
setahun. 

 

Selama duduk di bangku SD, asmanya dua kali kambuh hingga dirawat intensif
di rumah sakit. "Yang terparah, waktu anak saya kena asma bersamaan dengan
demam berdarah. Saat itu, tubuhnya berkeringat, sesak napas, sulit berjalan,
sehingga harus dirawat di rumah sakit," ujar Ambar. 

 

Ketelatenan orang tuanya mendampingi Suci melawan penyakit asma pun
membuahkan hasil. Kendati menderita asma, Suci mampu meraih prestasi belajar
yang bagus di sekolahnya. Sejak duduk di bangku kelas I SD, ia langganan
juara kelas. Terakhir, akhir tahun lalu, Suci meraih juara kedua lomba
Bahasa Indonesia tingkat SD se-DKI Jakarta. 

 

Penyakit asma juga dialami Nisrina Nurhania (7), putri dari pasangan Adisar
dan Dwiyani. Serangan penyakit itu diawali dengan batuk-batuk yang tak
kunjung sembuh. Semula, Nisrina didiagnosis menderita flek pada paru-paru.
Setelah diperiksa secara medis lebih lanjut, ia divonis terkena asma dan
harus menjalani pengobatan. 

 

"Kemungkinan anak saya kena asma karena lantai rumah kami terbuat dari papan
kayu sehingga berdebu. Soalnya, tidak ada keluarga yang kena asma," tutur
Adisar, warga Kramat Pulo, Jakarta. Untuk itu, ia dan istrinya rajin
memeriksakan anaknya ke dokter dan menyediakan alat hirup di rumah. 

 

"Yang paling repot adalah menghindari faktor pencetus asma. Anak saya paling
doyan cokelat dan es. Anak saya juga suka lupa waktu kalau main hingga
kecapekan. Padahal, itu bisa membuatnya batuk dan sesak napas," ujar Adisar.


 

Hambat perkembangan anak 

 

Asma merupakan penyakit yang dapat timbul di segala usia. Meski demikian,
asma lebih sering terjadi pada anak-anak sehingga mengganggu tumbuh kembang
anak dan menurunkan prestasi belajar. Jika tidak ditangani dengan baik, akan
ada generasi yang hilang. 

 

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas yang
menyebabkan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi (napas berbunyi "ngik-ngik"), sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk, terutama pada malam menjelang dini hari. 

 

Mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar seratus hingga 150 juta
penduduk dunia merupakan penyandang asma. Jumlah ini bertambah hingga
180.000 orang per tahun. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui
secara pasti, tetapi diperkirakan 2-5 persen penduduk menderita asma. 

 

Angka kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa.
"Prevalensi asma pada anak sekitar 10 persen dari populasi anak. Bahkan, di
Jakarta, prevalensinya 16 persen pada anak usia 6-12 tahun," kata Ketua
Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia-RSCM Bambang Supriyatno. 

 

Adapun Departemen Kesehatan memaparkan, menurut hasil penelitian pada anak
usia 13-14 tahun, prevalensi asma 2,1 persen pada tahun 1995. Angka ini
meningkat jadi 5,2 persen pada tahun 2003. Menurut hasil survei di Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar,
prevalensi asma pada anak usia 6-12 tahun 3,7-6,4 persen. 

 

Menurut Bambang, anak yang terserang asma berat bisa terhambat tumbuh
kembangnya, sering tidak masuk sekolah, dan daya ingatnya menurun. "Kalau
sering terserang asma, anak akan kekurangan oksigen, sehingga daya ingat
turun, lupa beberapa pelajaran," tuturnya. 

 

Penyebab asma belum diketahui dengan pasti. Namun, penderita dapat
menghindari faktor pencetusnya seperti asap rokok, bau-bauan merangsang,
polusi, emosi berlebihan, perubahan cuaca, polusi udara, makanan mengandung
bahan pengawet. 

 

Pencegahan asma dapat dilakukan sejak bayi di dalam kandungan dengan
menghindari pencetus penyakit itu. Hal ini disertai pemahaman tentang faktor
risiko, penyediaan pelayanan kesehatan bermutu dan terjangkau bagi
penderita. 

 

Peran orang tua penting dalam pengobatan dan penghindaran pencetus asma pada
anak. "Penanganan asma secara dini dan tepat dapat menghindari berkembangnya
asma saat dewasa. Bila terkontrol, anak dengan asma dapat beraktivitas
secara normal," kata dr Achmad Hardiman. 

 

Agar dapat beraktivitas dengan aman, penderita perlu mengenali dan
menghindari pencetus asma seperti debu dan stres, serta memakai obat inhaler
sebelum beraktivitas. 

 

Sebanyak 80 persen asma pada anak akan berhenti begitu memasuki masa
pubertas karena faktor hormonal. Namun, 20 persen berlanjut sampai dewasa.
"Jika terkena asma berat, anak harus diberi obat pengendali yang dihirup,"
kata Bambang. 

 

Karena itu, perlu diupayakan agar pasien anak hanya menderita asma ringan
agar tidak perlu pengobatan khusus. Jadi, anak dengan asma tetap bisa
beraktivitas secara normal, tidur tidak terganggu, dapat olahraga bebas, dan
tumbuh kembang secara optimal. 

 

Sumber: Kompas 

 

Asma, Bukan Sembarang Batuk 

 

Banyak anak menderita asma, tetapi tidak terdiagnosis penyakitnya sehingga
ditangani sebagai penyakit lain dan keluhannya tidak kunjung reda sebab
penanganannya disamakan dengan orang dewasa. Padahal, untuk penyakit yang
sama, gejala yang menonjol bisa berbeda antara pasien anak dan dewasa. 

 

"Karena itu, para orangtua perlu memahami gejala apa pada anak yang mungkin
mengarah pada asma," kata dr Darmawan B Setyanto dari Pusat Asma Anak
Sudhaprana Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Asma pada anak tidak selalu
ditandai dengan gejala sesak dan napas berbunyi "ngik-ngik" (mengi) seperti
pada pasien dewasa. 

 

"Sering kali gejala asma pada anak yang menonjol hanya batuk. Tetapi, ini
bukan sembarang batuk, melainkan batuk yang bandel, yaitu batuk yang
berlangsung lama (dua minggu atau lebih) atau sulit sembuhnya, membaik
sebentar lalu timbul lagi, atau timbul berulang dalam selang waktu pendek,"
ujarnya. 

 

Batuk asma pada anak mempunyai ciri lain, yakni lebih berat pada malam atau
dini hari dan saat bangun tidur. Terkadang perbedaan intensitas batuk antara
siang dan malam hari demikian ekstrem. Pada siang hari tidak ada gejala
batuk sama sekali, sedangkan pada malam hari batuk demikian hebat. Pada bayi
dan anak balita, batuk hebat ini terkadang diikuti dengan muntah berisi
lendir. 

 

Karena tidak terdiagnosis sebagai asma, pasien anak dengan batuk yang bandel
diberi obat penekan batuk (antitusif), dan batuknya justru kian menjadi.
"Pasien asma tidak boleh diberi antitusif karena penekanan refleks batuk
pada asma justru akan merugikan. Batuk asma baru akan mereda jika diberi
obat asma," tutur Darmawan. 

 

"Ibaratnya, halaman rumah kita banyak sampah dan rontokan daun. Lalu, ada
orang lain yang membantu menyapu. Seharusnya kita membantu dia membersihkan
halaman kita, bukan malah digebukin. Jika diusir, halaman kita tetap kotor.
Begitu halaman bersih, si pembantu alias si batuk akan pergi dengan
sendirinya," katanya. 

 

Faktor pencetus 

 

Perlu ada perubahan paradigma pemikiran bila menemukan anak dengan batuk
bandel. Pertama, pikirkan kemungkinan ke arah asma, bukan ke arah
tuberkulosis. Diagnosis ke arah asma jika dijumpai, antara lain, batuk pada
anak asma akan timbul jika dia terpajan (terpapar) dengan faktor pencetus. 

 

Sebagian besar asma didasari faktor alergi. Jadi, asma merupakan salah satu
bentuk penyakit alergi. Dalam riwayat keluarga, biasanya dijumpai anggota
keluarga yang mempunyai asma, atau bentuk lain penyakit alergi seperti
eksim, alergi obat, alergi makanan, atau pilek alergi. "Yang diturunkan
adalah bakat alerginya, sedangkan manifestasi alerginya bisa berbeda,"
katanya. 

 

Faktor pencetus asma lazim dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seorang
anak, berbentuk zat yang dapat terhirup lewat saluran respiratorik atau
napas. Faktor pencetus itu antara lain debu rumah, asap rokok, asap dapur,
obat nyamuk, kapuk, bulu binatang, kosmetik dalam bentuk semprotan, jamur
yang tumbuh subur di dinding kamar yang lembab, dan di dalam AC yang jarang
diservis. Polusi udara dan asap kebakaran hutan juga memicu serangan asma. 

 

Pencetus lain adalah makanan seperti es, makanan dan minuman dingin, permen,
cokelat, makanan instan gurih dengan bahan pengawet, bervetsin, MSG,
gorengan, kacang tanah. Asma juga bisa dipicu flu, kelelahan, stres, emosi
berlebihan, perubahan cuaca, infeksi saluran napas akut, dan hawa dingin.
"Biasanya asma dipicu oleh kombinasi dari berbagai faktor pencetus," tutur
Darmawan. 

 

Penyakit asma ini tidak bisa disembuhkan atau dihilangkan sama sekali. "Kiat
utama penanganan asma anak adalah penghindaran faktor pencetus, bukan obat
saja. Seberapa pun canggih obat asma, jika penghindaran faktor pencetus ini
tidak dilaksanakan, asmanya tidak akan terkendali," kata Darmawan. 

 

Diagnosis asma bisa ditegakkan dengan tes pernapasan, di antaranya peak
expiratory flow untuk mengukur seberapa cepat pasien mengeluarkan udara dari
paru-paru, alat ini bisa digunakan untuk anak-anak usia lima tahun ke atas.
Penggunaan obat-obatan untuk manajemen asma membutuhkan pemantauan
terus-menerus. 

 

Sumber: Kompas 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke