KISAH SI PENEBANG POHON
Oleh : Andri Wongso*)

> Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran
> seorang pekerja untuk
> menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang
> dijanjikan dan kondisi kerja
> yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon
> penebang pohon itu pun
> bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
> Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah
> kapak dan menunjukkan area
> kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu
> yang telah ditentukan
> kepada si penebang pohon.
>
> Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8
> batang pohon. Sore hari,
> mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan
> terkesan dan memberikan
> pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar
> biasa! Saya sangat kagum
> dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum
> pernah ada yang sepertimu
> sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”.
>
> Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan
> hari si penebang bekerja
> lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil
> merobohkan 7 batang pohon. Hari
> ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi
> hasilnya tetap tidak memuaskan
> bahkan mengecewakan.
>
> Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon
> yang berhasil dirobohkan.
> “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan
> kekuatanku, bagaimana aku
> dapat mempertanggungjawab kan hasil kerjaku kepada
> majikan?” pikir penebang
> pohon merasa malu dan putus asa. Dengan kepala
> tertunduk dia menghadap ke
> sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang
> kurang memadai dan mengeluh
> tidak mengerti apa yang telah terjadi.
>
> Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan
> terakhir kamu mengasah
> kapak?”
> “Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu,
> saya sangat sibuk setiap
> hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan
> sekuat tenaga”. Kata si
> penebang.
> “Nah, disinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu
> kerja? Dengan kapak
> baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon
> dengan hasil luar biasa.
> Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama,
> menggunakan kapak yang sama
> tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya
> semakin menurun.
> Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu
> untuk mengasah kapakmu,
> agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan
> hasil yang maksimal.
> Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera
> kembali bekerja!” perintah
> sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan kepala dan
> mengucap terimakasih, si
> penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai
> mengasah kapak.
>
> Istirahat bukan berarti berhenti ,
>
> Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh
> lagi
> Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap
> hari, dari pagi hingga malam
> hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola.
> Sibuk, sibuk dan sibuk,
> sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama
> pentingnya, yaitu
> istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru
> untuk menambah
> pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu
> mengatur ritme kegiatan
> seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi
> dinamis, berwawasan dan
> selalu baru !

Kirim email ke