HIMtv
  Ada fenomena menarik di stasiun tv lokal yang penulis amati beberapa bulan 
belakangan ini. O Channel memasang “Today on O” dengan cuplikan berita dari 
Liputan6 SCTV. JakTV tampaknya bekerjasama dengan Astro Awani untuk slot 
program berita feature dan human interest, tersebutlah 2 program yang bisa 
disaksikan : Mozaik peristiwa, Galeri Dunia dan Sudut pandang.
  Proses “barter” ini tentunya atas dasar simbiosis mutualisme. Dari pihak yang 
memasok program, bisa jadi sarana promosi program sesuai target pemirsa. Dengan 
memberi semacam “sample” program, siapa tahu kita sebagai pemirsa tertarik 
untuk melihatnya secara “whole package”. Sedangkan bagi penerima pasokan, yach 
hitung2 buat nambah variasi program.
  Kalau untuk satu grup usaha media sich nggak usah diomongin lagi. Lihat saja 
duet RCTI – GlobalTV dalam menayangkan semua pertandingan Piala Asia 2007 bulan 
ini. Atau dalam kolaborasi TransCorp yang saling mempertukarkan program 
unggulan : TransTV “meng-ekspor” SDM-nya dalam keahliannya menggarap in-house 
program, sedangkan gantinya TV-7 mengoper beberapa hak tayang film2 kelas 
box-office yang lumayan bagus.
  Yang cukup mengecewakan justru langkah ANTV yang sejak setahun lebih lalu 
telah “dimasuki” StarTV, kok seperti nggak ada efek yang cukup signfikan 
disamping perubahan logo. Ekspetasi orang bahwa imej Star-ANTV akan sejajar 
dengan saluran tv kabel garapan StarTV ini tampaknya masih perlu menunggu 
pembuktian.


  HIMedia
  Bila segmentasi pembaca suratkabar lebih bervariasi, berbeda halnya dengan 
industri media majalah/tabloid. Lebih focus, positioningnya jelas, dan rentang 
usia target konsumennya pun lebih rapat dan singkat. Setidaknya contoh bisa 
kita lihat pada majalah2 semacam Ayah Bunda, Parents, Mom & Kiddie, dan Nakita. 
Yach, penulis kali ini mau mengulas sedikit soal media khusus kalangan ortu 
muda.
  Mungkin tak terpikirkan dahulu jenis media ini akan marak, tokh pengetahuan 
soal tersebut khan bisa didapat dari nasehat orang tua dan mertua. Namun 
seiring dengan makin “mandirinya” para ortu muda untuk sebisa mungkin mengurus 
sang buah hati, tentu panduan yang tidak “cerewet dan suka ngomel” adalah lewat 
media cetak. Tips2 praktis diberikan ( meski mungkin terasa monoton karena bila 
anda tergolong tipe yang suka  berlangganan media, ternyata topiknya “sama tapi 
tak serupa” J ) mulai dari saat mengandung, melahirkan, sampai balita jelang 
masuk sekolah.
  Yach, kalo dilihat dari grafik pertumbuhannya sich paling pembaca “setia” 
media tersebut bertahan 3-5 tahun saja lalu beralih ke media lain yang sesuai 
dengan perkembangan si anak atau minat sang ortu. Jadi lagi2 pengelola musti 
pintar2 mencari pembaca baru lagi setelah fase “booming” ortu muda terlewati. 
Masa anak udah SD, SMP, atau SMA, ortunya masih baca tentang kesehatan bayi ?


  HIMmercialbreak
  Diantara tebaran poster, pamflet, flyer, sampai spanduk pra-kampanye ( tidak 
mau dibilang mencuri start ) yang dianggap sebagai tanda dukungan sekelompok 
rakyat atas salahsatu calon gubernur DKI, menarik untuk mencermati iklan2 
politik yang belakangan ini turut muncul di layar kaca. Sebagai gurauan : kalau 
bang Fauzi Bowo bisa menggaet keluarga si Doel sebagai bintang iklan, mungkin 
hal serupa bisa dilakukan bang Adang Darajatun dengan menampilkan keluarga bang 
Bajaj Bajuri J
  Slogan dibuat tergantung kalimat apa yang dibuat sang pesaing, seperti 
berbalas pantun gitulah. “Serahkan pada ahlinya” dibalas dengan “ahlinye kemane 
aje”. “Ayo benahi Jakarta” ditimpali dengan “ Jakarta untuk semua”. Iklan2 
testimoni seperti ini terkesan menghindari tebar janji, padahal mestinya 
masing2 calon perlu memperkenalkan “personal branding”. Kalau perlu sesumbar 
saja : “kalau saya terpilih, program kerja saya secara bertahap adalah A, B, C, 
D, E, dst… “. Memang bakal ada resiko dicerca kalau gagal, tapi bukankah itu 
sudah resiko sebagai tanggungjawab kepala daerah nantinya ?
  Dilihat dari parpol pendukungnya, sudah kelihatan banget bagaimana 
positioning sang calon di mata publik. Sayangnya belum sampai ke tahap 
differensiasi, maksudnya mungkin nanti nggak ada bedanya kalau salahsatu calon 
terpilih atau tidak. Itu kalau system birokrasinya sudah berjalan lancar, 
tetapi faktanya khan tidak 100% begitu. Jadi unsur leadership dan visioner 
memang tak bisa ditawar-tawar lagi.
  Pula yang justru kebanyakan muncul di media massa, mereka lebih asyik 
menyambangi keramaian rakyat seolah dengan cara mendatangi dan mendengarkan 
publik maka simpati bermunculan. Belum jelas apa yang mau dibenahi / 
pembenahannya seperti apa atau mahkluk apakah konsep Jakarta untuk semua itu ? 
Mungkin KPUD perlu membuat situs independent yang memuat komparasi 
profil/program kerja kedua cagub ini, biar rakyat Jakarta mendapatkan informasi 
yang komprehensif dalam memilih kandidatnya, tidak seperti “membeli baju dalam 
karung sisa barang ekspor” :)


Kirim email ke