Semangat Untuk Berubah

 

Pernahkah engkau mengutuk diri sendiri, terlalu banyak mengeluh sambil
menyalahkah Tuhan. 

Menyalahkan karena berprasangka tidak adil. Atau, terlalu iri pada sesama.
Berpandangan bahwa orang lain 

diberikan riski dan keadaan yang serba ada. Serba enak. Sedangkan, ketika
engkau menengok diri sendiri, 

masih jauh dari kata cukup. Masih hidup serba kekurangan.

Pernahkah.pernahkan hal ini terasakan.?.

 

Atau, engkau merasa hidup selalu sial. Nasib selalu buruk. Dalam kehidupan
keseharian hanya dipenuhi duka lara. 

Nyaris, tak ada cerita bahagia didalamnya. Hidup serasa suram, harapan akan
datangnya kebahagiaan seperti fatamorgana. 

Harapan yang belum pasti kapan datangnya. Ditambah lagi, merasa tak ada
potensi terbaik dalam diri. 

Pesimis akan masa depan. Hati selalu terpuruk. Bahkan nampaknya hidup terasa
gelap.

 

Ah, semoga saja itu tak terjadi.

 

Hari ini, saya hanya sekedar ingin membincang tentang optimisme, bukan
pesimisme. Hasrat untuk membincangkannya berawal dari *curhat* seorang
teman. Dia, merasa seperti yang saya ceritakan diawal. Lebih banyak diam
ketika saya mendengar ceritanya. Hanya saja, saya merasa ada yang perlu
diluruskan. Ada yang sepertinya perlu pemikiran berbeda dalam mensikapi
fenomena nasib kita. *Ya, pandanglah dunia dengan cara yang berbeda*.

Karena, duniapun begitu. Dibalik sisi gelap, ada cahaya yang terang
benderang. Gelap terang dunia itu niscaya. Tinggal, pandai-pandai kita dalam
memilihnya.

 

Orang Jawa bilang, hidup ini *sawang sinawang* (saling melihat).

 

Orang yang merasa miskin, kadang terlalu melihat dan mendongak keatas.

Sambil berandai-andai, memimpikan betapa enaknya jadi orang kaya. Sementara,
kadang, orang yang dipandang kaya itu rupanya tak seindah yang dibayangkan
oleh si miskin. Hidup selalu sibuk. Urusan banyak. Kadang persoalan datang
silih berganti. Tak ada hentinya. Setiap pulang ke rumah, tinggal capeknya
saja. Singkatnya, nyaris tak ada waktu senggang untuk menikmati hidup.

Menikmati kekayaan yang dimilikinya. Begitulah hidup dalam bingkai *sawang
sinawang.*

 

Saya tak hendak mengatakan bahwa jangan jadi orang kaya. Justru, kita perlu
kaya. Hanya, tak sekedar kaya materi. Kaya jiwa juga perlu. Karena inilah
sebenarnya kekayaan yang mendatangkan kebahagiaan. Dalam kondisi apapun.

Untuk bisa meraihnya, kita memang perlu menggelorakan semangat untuk
berubah. Islam sendiri telah mengajarkan itu. Tuhan tidak akan merubah nasib
sebuah kaum, sebelum mereka mau merubah nasib diri mereka sendiri. Inilah
yang dinamakan proses.

 

Bagi siapapun yang kini sedang merasa terpuruk. Tak ada kata selain kita
mesti bangkit. Membangun kembali keping-keping semangat yang masih ada.

Memaksimalkan segenap potensi yang kita miliki. Mari sama-sama kita mengejar
mimpi yang belum terwujudkan. Mimpi yang masih tertunda.

 

Kita mesti ingat, masa depan adalah apa yang kita rangkai hari ini.

Selangkah demi selangkah, mari kita semai dan wujudkan mimpi-mimpi kita
bersama. Semangat untuk berubah kita bangun kembali. Kali ini, kita memang
perlu sepakat dengan kata para pakar pengembangan diri, sikap optimis. Ya,
sebuah optimisme dalam diri kita. Sikap optimis itu perlu asal proporsional,
asal tidak berlebihan. Optimisme perlu ada sebagai awal perubahan atas diri
kita, bukan sebaliknya, selalu pesimis. Yang kita perlukan adalah optimisme,
bukan pesimistis. Sebab sikap pesimis tidak akan pernah menghasilkan
apa-apa. Percayalah !.

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke