“Mauidhoh Sayyiah” Para Teroris 
Oleh taufiqur rochman - 13 Augustus 2009 - Dibaca 458 Kali - 

Berikut kurang lebih mauidhoh sayyiah dan fatwa yang biasa disampaikan para 
teroris yang menyebut dirinya
sebagai muslim, mukmin, mujahidin dan pembela umat Islam. Jika setelah
membaca atau mendengar semacam fatwa-fatwa  di atas, lalu hati mereka
bergejolak, darah mendidih, nafsu lawwamah mendorong jiwa
untuk berani dan bertindak nekat tanpa mempedulikan lagi hukum manusia
dan hukum negara, itu artinya virus-virus terorisme telah menginfeksi
sisi-sisi kemanusiaan. Virus ini lebih berbahaya daripada virus flu
burung dan flu babi.  

Di bawah ini dalil-dalil yang biasa digunakan para teroris: 

Wahai umat Islam, khususnya para pemuda…!! Anshitu was-mau wa-ati’u...Diam, 
Dengar dan Laksanakan nasehat kami, para mujahidin, pejuang Islam, penegak 
syariat, pembela kaum mustad’afin. 

Pertama: Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah saudara seperti satu 
tubuh (kal-jasadil-wahid).
Jika satu disakiti, yang lain pasti merasa sakit. Saudara kita di Irak,
Palestina, Afganistan, mereka tertindas. Negara mereka diluluh
lantahkan dan dibombardir tiap hari. Ribuan wanita menjadi janda,
anak-anak sengsara tanpa ayah-bunda, para pejuang hidup di gua-gua.
Jika kita di Indonesia tidak tergerak untuk membalas negara adidaya,
Amerika Serikat, maka keimanan kita patut dipertanyakan. Jadi, bangkit
dan ikutlah bersama kami melawan negara teroris Barat. 

Kedua, Tahukah kalian, siapakah penjajah sebenarnya? Dialah Yahudi dan Nasrani 
yang tidak akan pernah ridho dengan kalian. Wa lan tardho ankal-yahudu wa 
lan-nashoro hatta tattabia millatum,
demikian tegas al-Quran. Siapa perusak bumi sejak zaman Bani Israel
hingga sekarang? Pasti, Yahudi dan Nasrani. Karenanya, lawan Zeonisme
dan agen-agennya yang menyebar di kampus-kampus! Lawan liberalisme,
pluralisme dan faham-faham lain buatan Barat! Jika kalian ingin itu,
ikutlah kami, para mujahidin!

Ketiga,  Jika kalian
melihat kemungkaran, kata Nabi, ubahlah dengan tangan. Jika tak mampu,
maka dengan lisan. Bila masih tak mampu, cukup ingkari dengan hati,
tapi ini level iman paling rendah. Maka, level pertama adalah dengan
tangan (power). Kita wajib memberangus orang-orang kafir, terutama
turis asing dari USA dan Australia. Apapun resikonya, hancurkan mereka!
sebab mati dalam jihad adalah syahid, dan balasan syahid adalah sorga.

Keempat, Jihad yang tepat
adalah perang. Semua ayat yang bicara jihad, konteksnya adalah perang.
Bahkan, hampir seluruh hidup Nabi dan Para Sahabat di Madinah tak lepas
dari perang. Jika mau mengikuti sunnah Nabi, harus rela hidup
dikejar-kejar, dicap teroris, jangan peduli nasib keluarga, jangan
pernah kasihan dengan orang yang di hatinya masih ada rasa sayang
dengan orang-orang kafir.

Kelima, Isy Kariman au Mut Syahidan, hiduplah mulia atau mati syahid. Demikian 
ajaran agama Islam yang selalu ya’lu wa la yu’la alaih,
unggul dan takkan pernah dikalahkan. Jika kita hidup selalu terjajah,
itu karena pemimpinnya (baca: pemerintah) tidak tegas membela
kepentingan umat Islam. Jadi, jangan harapkan masa depan hidup yang
bergelimang harta dibawah kepemimpinan yang tidak berasaskan negara
Islam. Akan lebih mulia, bila kita mati bunuh diri asal di akherat
tercatat sebagai syahid. Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!

Hampir semua dalil-dalil agama, baik dari
ayat maupun hadis, bisa ditafsirkan atau diinterpretasi manusia. Sebuah
teks, pada dasarnya diam/mati, dia bisa bicara dan bahkan memiliki daya
ledak jika “diperkosa” oleh penafsirnya demi agenda dan kepentingannya
sendiri. Lalu, atas dasar tafsirnya itu, dia bebas mengatasnamakan
Tuhan dan berani menghakimi manusia. Dia akan merasa berjalan sesuai
sunnah Nabi, bahkan dia yakin, perbuatannya yang merusak fasilitas
umum, membunuh jiwa tanpa dosa, mengganggu stabilitas negara, semua
dianggap bagian dari jihad versi penafsirannya sendiri. 

Tidak mudah menginsafkan para teroris
maupun eks-teroris yang telah meyakini fatwa-fatwa semacam di atas.
Sebab, virus itu bersarang di hati, bersifat ideologis yang jika
hatinya telah sakit, maka seluruh tubuh juga sakit. Himbauan
pemerintah, fatwa MUI, nasehat para ulama/kiai dan wacana para pemikir
Islam masih kurang manjur mengobati para penderita virus tersebut.
Sebab, di hatinya ada penyakit (maradh) dan Allah akan terus menambah
penyakit itu. Bahkan, dengan melihat nasib korban bom, keluarga dan
anak-anak mereka yang selanjutnya hidup sengsara, masih juga tidak
mampu meluluhkan semangat mujahidin –meminjam istilah bola– kaum bonek
itu.

Dengan tindak pengeboman itu, mereka tidak peduli lagi dengan jatuhnya
citra Indonesia di mata Internasional. Mereka tidak tahu menahu dengan
akibat yang akan dirasakan masyarakat Indonesa yang mayoritas juga
beragama Islam.. 

Rasa takut, was-was, khawatir yang
menghantui masyarakat akibat ulah sesat itu terasa sebagai kenikmatan
bagi para teroris yang terus mencuci otak generasi muda yang polos dan
mudah direkrut untuk meluluskan agenda besar mereka. Mereka ingin,
Indonesia kacau seperti negara-negera di Timur Tengah. Mereka ingin
Indonesia dikucilkan dari percaturan Indonesia.. Mereka ingin Indonesia
terpecah belah. Umat Islamnya saling bunuh, umat beragamanya tidak lagi
menghormati toleransi, kaum pemuda menjadi pemberontak negara,
pemerintahnya menindas rakyat sendiri. Setelah itu, mereka tertawa
bersama takbirnya.

Akhirnya, saya hanya bisa menjawab: “Sami-Allahu li Man Hamidah“, Allah 
mendengar orang yang selalu memuji-Nya, bukan orang yang merusak ciptaan-Nya.
http://public.kompasiana.com/2009/08/13/mauidhoh-sayyiah-para-teroris/



      

Kirim email ke