Ngebon Kambing Di Ladang Tebu
( Kisah Edi Sartimin, Korban stigma PKI)
Ibu saya, Siti Hamidah, dari keturunan Tiawchu bermarga Lie. Itu petani. Orang tua laki laki bapak dari keturunan Konghu, Tan Tiang Seng. Itu tukang. Dulu kalau teman tanya margamu apa. Saya bilang setan. Se itu artinya marga dan Tan itu marga saya. Jadi saya bilang setan,Kata pak Edi, sapaan akrab Edi Sartimin, nama yang dipakainya selain nama asli, Tan Hoek Tjum.
Hampir tidak ada aktivis mahasiswa era 98 yang tidak kenal Edi Sartimin, atau setidaknya jika tak kenal namanya, familiar dengan seorang kakek yang setiap hari naik sepeda dengan sebuah kamera dibahu, dan hampir selalu memakai topi ala Che Guevara. Jika rindu pak Edi, datang saja ke kantor DPRDSU. Jika melihat sebuah sepeda tua berwarna biru, diparkir lengkap dengan kunci roda, carilah, Edi pasti ada di sekitar gedung besar itu. Disana Edi bisa melakukan beberapa hal.
Pertamakali menghirup udara bebas- dari penjara- tahun 1972, Edi mengawali hidupnya sebagai buruh bangunan, namun beberapa bulan kemudian berhenti. Atas inspirasi dari seorang kawan bernama Rahmat, seorang juru photo dan juga eks Tapol, Edi membeli sebuah kamera merk Seagul. Sembari belajar dari Rahmat, Edi berharap dapat bertahan hidup dengan menjadi tukang photo jalanan. Edi biasa mangkal di sekolah MAN I dan II Medan. Edi memperoleh pencarian yang cukup untuk menghidupi dirinya selama bertahun-tahun.
Namun jalan hidup yang normal(atau diatas normal?) ini rupanya tidak lama menjadi milik Edi. Tahun 1988, salah seorang tukang photo saingan Edi, melaporkan kepada kepala sekolah bahwa Edi adalah eks Tapol. Hal itu membuat kepala sekolah melaporkan Edi kepada aparat dan melarang Edi untuk masuk ke lingkungan sekolah. Berita itu cepat menyebar dan membuat Edi dibenci banyak orang termasuk dilingkungan tempat tinggalnya. Tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya oleh karena tidak diterima oleh lingkungannya, dengan berat hati Edi menjual kameranya, mengganti identitas dan pergi merantau ke Pekan Baru.
Ditempat baru mengawali hidupnya sebagai centeng rumah remang-remang milik seorang mantan Tentara yang masih kenal dengan Edi. Sang teman berjanji tidak akan mengungkapkan identitasnya kepada orang lain. Untuk pertama kalinya sejak keluar penjara, Edi dapat mengurus KTP tanpa tanda ET ditempat sang mantan tentara penolong itu. Karena sudah merasa bersih, dan dengan harapan dapat mengadu nasib dengan mencari pekerjaan yang lebih baik, secara halus Edi meminta keluar dari kafe maksiat itu.
Setelah mendapat ijin keluar dari sahabatnya itu, Edi memulai pekerjaan barunya, bergabung dengan penggarap hutan. Berteman dengan binatang-binatang hutan, sinso, dan tiga hingga
Tidak betah dengan kehidupan liar itu, tahun 1994, Edi memilih kembali ke
Tidak diakui oleh istri, anak dan seluruh keluarganya tidak menyurutkan semangat hidup Edi. Saya tidak hidup sebatang kara.Walau keluarga mencampakkan pak Edi, pak Edi punya banyak anak yang mengakui saya sebagai bapaknya. Mereka pintar-pintar, banyak juga mahasiswa. Mereka semua keluarga saya. Walau demikian, Edi tetap memantau dari jauh keluarga biologis-nya. Mantan istrinya , almarhum Misnem, kawin dengan seorang Tionghoa. Pak Edi sudah punya cucu bernama Rrn yang sudah duduk di kelas tiga SLTA di Tanjung Morawa, dari putri kandungnya Ssn.
Dengan mencoba bertempur dengan ingatan, Edi menuturkan awal penderitaan yang kelak mengubah totalitas hidupnya ini. Edi Sartimin adalah anggota TNI Angkatan Darat dari pasukan khusus atau Batalyon Raiders dengan pangkat terakhir Kopral Satu. Sebelum masuk tentara, Edi akrab dengan kehidupan jalanan di
Tiga hari sebelum ditangkap, pistol Edi telah lebih dulu diambil dengan alasan akan ditukar yang baru. Pukul 19.30, tanggal 19 September 1967, Pulang nonton dari Deli bioskop, Edi ditangkap oleh tiga orang tentara dari Asrama Yon Para, jauh hari setelah peristiwa G 30 S PKI. Tentara yang masih teman dekat Edi itu mengaku disuruh oleh komandan batalyon
Tiga hari pertama adalah neraka penyiksaan bagi saya. Sejak sampai di kamp, saya sudah melihat teman teman saya juga ditangkap, disiksa dan ditelanjangi. Kami semua dibuat telanjang bulat, ditunjang, dan tidak dikasih makan. Pada hari ketiga kami semua disuruh buat
Edi menjalani hukuman tanpa proses hukum formal yang jelas, pun mengakhirinya dengan tidak jelas pula tahun 1972, setelah menjalani hukuman di berbagi lokasi tahanan di Sumatera Utara seperti Rutan Suka Mulia, Tanjung Kasau dan Jalan Gandhi. Keluar dari tahanan, Edi masih harus menjalani wajib lapor dengan KTP bercap OT/ET. Pilihan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan jalan selanjutnya yang ditempuh Edi setelah berkali-kali ditolak oleh keluarganya.
Tahun 97, untuk kedua kalinya Edi memulai pekerjaan sebagai tukang photo, dengan memilih lokasi mangkal di Taman Muara Indah Varia Tanjung Morawa,Tamora, tempat wisata kecil bagi warga
Sekarang saya punya harta yang sangat mahal, satu sepeda, dan sebuah kamera. Inilah harta sekaligus alat saya untuk bertahan hidup. Yang masih pak edi bingung, kedua benda mahal ini mau diwariskan sama siap kelak kalau aku mati. Kamera dan sepeda Edi, terlihat setua umurnya yang sudah 68 tahun. Jaman bisa sudah abad millennium, namun kesederhanaan Edi dengan kedua benda keramatnya, mengingatkan setiap orang atas aroma jaman 60-an. Setiap hari, saya naik sepeda sejauh tiga puluh kilometer.
Last of July 05
Umar Said <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
(Berita berikut di bawah ini juga disajikan dalam website40 TAHUN PERISTIWA 65
Dari berbagai fihak didapat informasi bahwa menjelang datangnya bulan September 2005 banyak kalangan di Indonesia dan juga di luarnegeri sedang merencanakan untuk mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka memperingati 40 tahun peristiwa 65. Kegiatan untuk mengangkat tragedi kemanusiaan yang terjadi dalam tahun 1965 ini akan mengambil berbagai bentuk, isi dan cara, sesuai dengan kondisi setempat masing-masing.
Didapat informasi bahwa untuk memperingati 40 peristiwa 65 ini di Surabaya telah terbentuk panitianya yang diketuai oleh LBH Surabaya dan wakil ketuanya dari LPR-KROB (Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru). Panitia yang serupa juga telah terbentuk di Jogya, yang diketuai oleh LSM Sarikat dan wakilnya juga dari LPR-KROB. Selain itu, juga panitia-panitia lainnya telah terbentuk di kota-kota di berbagai daerah, antara lain Makassar, Banten, dan Solo.
Dapat diperkirakan bahwa banyak panitia-panitia peringatan 40 tahun peristiwa 65 yang akan dan sedang terus dibentuk di banyak tempat lainnya. Di banyak tempat, anggota-anggota dan simpatisan berbagai organisasi para korban peristiwa 65 seperti LPR-KROB, Pakorba, LPKP, YPKP, dan berbagai tim advokasi mengadakan kerjasama dengan unsur-unsur lainnya dalam masyarakat luas untuk kegiatan peringatan ini, umpamanya kalangan intelektual, budayawan, LSM, organisasi pemuda, wanita, buruh, tani dll. Beberapa waktu yang lalu LPR-KROB sudah menginstruksikan 185 cabangnya di seluruh Indonesia untuk mengambil bagian dalam kegiatan peringatan ini.
Mengingat pentingnya peringatan 40 tahun peristiwa 65 ditinjau dari berbagai segi, maka website http://perso.club-internet.fr/kontak/ akan membuka rubrik khusus yang diberi nama 40 tahun peristiwa 65. Dibukanya rubrik khusus ini dimaksudkan untuk bisa ikut partisipasi dalam mengangkat masalah besar dan mengandung penuh riwayat ini, yang telah terjadi dalam sejarah bangsa sejak 1965.
Dalam rubrik ini akan diusahakan disajikan berita, tulisan, wawancara dan lain-lain bahan dari berbagai kalangan, dengan tujuan untuk mengajak sebanyak mungkin orang merenungkan bersama secara serius apa artinya 40 tahun peristiwa 65 bagi kehidupan bangsa dan negara kita, dan pelajaran apa saja yang bisa dan perlu kita tarik dari padanya. Juga diusahakan penyajian tulisan-tulisan atau bahan-bahan yang bisa membantu perluasan dan pendalaman pandangan kita mengenai soal-soal penting bangsa, umpamanya: soal peristiwa G30S itu sendiri, soal terlibat tidaknya PKI dalam G30S, soal digulingkannya Bung Karno oleh TNI-AD, soal pengkhianatan Suharto, soal pembantaian besar-besaran terhadap orang-orang tidak bersalah, soal pemenjaraan sewenang-wenang para tapol, soal penderitaan keluarga korban peristiwa 65, soal peran asing dalam peristiwa 65, soal rehabilitasi para korban, soal berbagai kejahatan dan kesalahan Orde Baru, dan 1001 soal-soal penting lainnya.
Disajikannya berbagai tulisan dan bahan dalam rubrik 40 tahun peristiwa 65, diharapkan merupakan sumbangan dalam usaha kita bersama untuk memupuk kesedaran banyak orang atas sangat pentingnya rasa perikemanusiaan , rasa persaudaraan, dan solidaritas sosial, di kalangan bangsa kita, yang dewasa ini sedang mengalami berbagai persoalan besar dan rumit, sebagai warisan Orde Baru.
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com
Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme !
******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke:
[EMAIL PROTECTED] (langganan)
[EMAIL PROTECTED] (keluar)
Site: http://come.to/indomarxist
YAHOO! GROUPS LINKS
- Visit your group "indo-marxist" on the web.
- To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
- Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.