Pengingkaran Proklamasi 17 Agustus 1945
Oleh S. Mintardjo
 
Saya diminta untuk menulis sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan adanya Fenomena baru  KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-,Land- en Volkenkunde) dalam Rapat Anggotayang kemudian diteruskan dengan Diskusi Historiografi Peristiwa yang terjadi di Indonesia 60 tahun yang lalu, diantara pembicaranya adalah Prof. DR. Bambang Purwanto yang pada pertemuan ke-2 persiapan Sarasehan untuk memperingati 60 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ini hadir dan banyak memberikan masukan-masukan.
Sampai sekarang dalam penulisan sejarah termasuk kurikulum yang diajarkan dalam sekolah-sekolah dan juga di universitas, 17 Agustus 1945 bagi rakyat, pelajar-pelajar dan mahasiswa  Indonesia dan 27 Desember 1948 bagi rakyat, pelajar-pelajar dan mahasiswa Belanda.
Mengapa bisa terjadi perbedaan tersebut?
 
Pada tanggal 17 Agustus 1945 rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya yang berarti Indonesia sudah menyatakan Merdeka dan Berdaulat.
Belanda telah dibebaskan oleh sekutu dari pendudukan fasis Jerman dan masih merasa berdaulat di Nederland Indie. Dengan bantuan sekutu, pemerintah Belanda berusaha menjajah kembali Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya dan telah membentuk Pemerintah Republik Indonesia.
Sekutu menugaskan pemerintah Inggris, membantu Pemerintah Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Sebelum dapat mendaratkan tentaranya di  Jakarta, pemeritah Inggris mengirimkan terlebih dulu  dinas Intelejennya (M.I.). Para intelijen ini bertugas menghubungi orang-orang yang masih setia kepada Belanda untuk menjadi perantara sekutu dan membuat kekacauan dengan tujuan menjatuhkan pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh  Presiden Soekarno. Intimidasi, provokasi, konspirasi dan pengorganisasian kekuatan anti Republik Indonesia (birokrat, militer, wartawan surat kabar dan radio dll) dilakukan oleh Dinas Intelejen Inggris.  Mereka juga menyebarkan issu bahwa Ir. Soekarno akan ditangkap dan diajukan ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang karena berkolaborasi dengan fasis Jepang dllnya. Sekutu berhasil menciptakan suasana kacau di Jakarta dan Presiden Republik Indonesia terancam bahaya.
 
Elit politik minta kepada Pemuda untuk membuktikan bahwa Rakyat Indonesia siap untuk ber-Revolusi dan siap mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Para pemuda mengorganisir rapat Ikada pada tanggal 19 September 1945 sebagai pernyataan siap ber-Revolusi dan menunggu perintah Presiden Republik Indonesia mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. Pemuda kecewa dengan pidato singkat Presiden – yang isinya “mengetahui keinginan Rakyat Indonesia dan percayalah kepada pemerintah akan melaksanakannya. Kembalilah ke rumah dengan tenang.”
 
Pemuda kecewa dan memutuskan para kader-kadernya untuk kembali ke daerahnya masing-masing untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, membentuk Biro-biro Perjuangan Daerah.
Di daerah-daerah perjuangan mempertahankan kemerdekaan dihalang-halangi oleh elit politik setempat. Biro Perjuangan dengan cepat mengambil alih Pemerintahan setempat. Peristiwa-peristiwa ini dikenal dengan apa yang dinamakan Revolusi Sosial. Dalam tulisannya, Jend.
 
A.H. Nasution mengenai Revolusi membagi Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial :
- Yang dimaksud dengan Revolusi Nasional ialah suatu revolusi untuk merobah tata kehidupan kolonial/feodal kepada tata kehidupan nasional (merdeka)
- Yang dimaksud dengan Revolusi sosial ialah suatu revolusi untuk merobah suatu struktur masyarakat kolonial/feodal kepada suatu susunan masyarakat atas dasar UUD 45.
( DR. A.H. Nasution : Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia 2  hal 513).
 
Perumusan teori Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial di atas mengaburkan arti Revolusi. Saya kemukakan perumusan teori DR A.H.Nasution tentang Revolusi untuk mengingatkan para pelaku sejarah Revolusi 45 bahwa mereka yang membunuh Revolusi Sosial pada hakekatnya menentang terbentuknya suatu susunan masyarakat atas dasar UUD 45 dan menentang cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 45.
 
Revolusi (perubahan besar, mendadak), peristiwa sejarah, yang terjadi dalam suatu negara, menyebabkan pemerintah atau masyarakat yang ada dirombak, tanpa memperhatikan hukum atau peraturan-peraturan yang sedang berlaku. Dalam menjalankan perobahan besar itu, termasuk, termasuk merobah bentuk ketatanegaraan (sistem negara), tidak hanya mengganti personalia Pemerintah saja, sebab itu apa yang disebut  Revolusi Istana, hakekatnya bukan Revolusi (perubahan besar) (Terjemahan bebas: Winkler Prins’ Algemeene Encyclopaedie, “Elsvier” Amsterdam 1940)
.
Elit politik berkasak-kusuk untuk memadamkan Api Revolusi 45 dengan memecah-belah persatuan Rakyat Indonesia yang telah terbentuk oleh Proklamasi Kemerdekaan  menghidupkan Partai-Partai Politik dengan dalih Demokrasi yang hakekatnya mengkotak-kotakkan kekuatan Republik Indonesia dalam partai politik dan ideologi, hakekatnya adalah memecah-belah persatuan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kemerdekaan. Kasak-kusuk Elit politik dilanjutkan dengan pendemisioneran Pemerintah Presidensial dan menggantinya dengan Pemerintah Parlementer. Sampai sekarang yang tertulis dalam sejarah pergantian bentuk Pemerintahan itu berjalan dengan mulus, Presiden mendelegasikan Sutan Syahrir untuk memimpin Pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya waktu serah terima Pemerintahan tersebut Presiden Soekarno tidak mau hadir dan 2 menterinya tidak mau menyerahkan jabatannya, diantaranya Dr.R. Buntaran Martoatmodjo
.
 Pemerintah Belanda tidak mengakui Pemerintahan Soekarno. Pertemuan yang diusahakan oleh Panglima Inggris di Jakarta, Let. Jend. Christison pada tanggal 23 Oktober 1945 antara Pemerintah R.I dengan  Van  Mook dan Van der Plas mendapat reaksi keras dari Pemerintah Belanda, Van Mook ditpanggil kembali dan dipecat dari jabatannya –Ratu tidak mau menandatangani surat pemecatan Van Mook.
 
Pengingkaran terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 45 makin nyata. Dengan dalih Demokrasi pemerintah Syahrir berunding dengan Belanda (musuh), perbedaan pendapat antara sebangsa tidak diselesaikan dengan berdialog,- namun diselesaikan dengan kekerasan, dihilangkan, atau dibunuh. Pengingkaran terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 45 perlu untuk kita klarifikasi kepada rakyat agar rakyat sadar akan watak reaksioner pengingkaran tersebut, bahkan lebih tepat lagi pengkhianatan terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 45, penyebab pokok rakyat Indonesia belum merdeka sampai sekarang.
 
Pengingkaran terhadap Proklamasi Kemerdekaan 1945
Perundingan yang diadakan oleh Pemerintahan Soekarno, Sekutu dan Belanda tidak dapat menekan delegasi Indonesia. Delegasi pemerintah yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno dapat menguasai perundingan dan delegasi militer yang dipimpin oleh Jend. Soedirman dan Let. Jend  Urip Sumohardjo tidak dapat ditekan karena bersikap tegas sebagai pimpinan tentara yang Merdeka dan Berdaulat, apa lagi Let. Jend. Urip Sumohardjo dulu adalah atasan dari Jend. Spoor komandan tentara Belanda.
 
Perundingan yang diadakan  Pemerintah Syahrir di Linggajati, Sekutu (Inggris) dan Belanda mulai mengadakan tekanan – tekanan yang mencampuri masalah politik dan organisasi negara Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengingkari Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan merundingkan kedaulatan Republik Indonesia dan mengingkari UUD 45 dengan menerima wilayah Republik Indonesia Jawa dan Sumatera.
 
Belanda mengadakan Operasi Produksi dengan menduduki daerah pantai Timur Sumatra dan pantai Utara Jawa dengan pelabuhan-pelabuhan penting dan merebut hasil produksi daerah yang diduduki untuk membiayai agresinya. Operasi Belanda menduduki daerah-daerah produksi dan pelabuhan ini kita sebut Agresi 1 dan Belanda menyebutnya Aksi Polisionel 1, Arti Aksi Polisionel adalah aksi untuk menegakkan tertib hukum di daerah hukumnya.
Tekanan-tekanan Sekutu dan Belanda makin berhasil melemahkan kekuatan perlawanan Republik Indonesia. Reorganisasi Markas Besar Tentara (MBT) dengan memasukkan tenaga-tenaga muda didikan KNIL yang berpikiran “tua”, -dididik dan diorganisir untuk melawan musuh dalam negeri (Rakyat Indonesia), bukan untuk melawan agresi musuh dari luar. Mereka diharuskan menertibkan kekuatan bersenjata Rakyat dengan melucuti kekuatan bersenjata liar, yang dimaksudkan kekuatan bersenjata Rakyat: Laskar Rakyat, Laskar Merah, Hisbullah, Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Pelopor, Barisan Banteng, Pesindo, Tentara Pelajar dan lain-lainnya.
 
Apabila kita teliti perubahan nama dari Kekuatan Bersenjata Republik Indonesia, adanya konspirasi untuk memisahkan Kekuatan Bersenjata dengan Rakyat.:
        - Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR),mempunyai tugas untuk supaya Rakyat merasa aman, jadi tugasnya adalah melindungi Rakyat dari musuh-musuhnya.
- Pada tanggal 24 Januari 1946 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diganti menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan seterusnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sampai sekarang yang tugasnya adalah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Terjadilah dualisme kepentingan Rakyat Indonesia dengan kepentingan Negaranya (Pemerintah ).
Persetujuan Renville mempertajam pertentangan intern Elit Politik dan mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin yang masalah pokoknya adalah Pemerintah Indonesia mengakui „Van Mook Lijn“, daerah-daerah yang telah diduduki Belanda pada Agresi 1 diakui sebagai daerah Belanda dan Republik Indonesia harus mengosongkan kekuatan perlawanan Rakyat di kantong-kantong (di daerah) yang diduduki Belanda dengan selubung kata indah Hidjrah, pengganti kata sebenarnya diusir.
 
Persetujuan Renville tidak hanya ditentang oleh Elit Politik yang sebagian besar tadinya mendukung Perjanjian Renville, tetapi juga ditentang oleh  MBT karena bertentangan dengan  Perintah harian MBT kepada kesatuan-kesatuan dimanapun berada untuk mempertahankan sejengkal tanah dari agresi Belanda. Let. Jend. Urip Sumohardjo mengajukan permohonan pengunduran diri, - belum ada jawaban disetujui atau tidak disetujui permohonannya, dia sudah diganti.  
 
Kabinet Hatta melakukan ReRa (Reorganisasi dan Rasionalisasi) dengan tujuan untuk membentuk tentera profisional yang tangguh dengan melucuti kekuatan rakyat yang sudah tergabungkan dalam TNI Masyarakat dan Kesatuan-Kesatuan Tentara Nasional Indonesia yang tidak setuju dengan ReRa.
Kepada mereka yang tidak setuju dengan ReRa dicap Kiri dan disingkirkan dari kedudukannya –dan dipenjara. Dengan dalih tersangkut peristiwa Madiun mereka dilucuti lalu dijebloskan dalam penjara tanpa diadili.
Sajak berikut ini ditulis oleh  Let. Kol  S. Soediarto komandan Brig.VI/ SS di penjara Wirogunan Yogyakarta. Ia ditangkap karena tidak mau menjalankan perintah melucuti Div. Panembahan Senopati/ Sala, pada tgl 27 Oktober 1948 jam 22.00.

                                         Dari hati ke hati
     Saudara .....................
     Walau engkau membelok kekanan
     Sedang janji kita kekiri
     Mungkinkah,
     Kau hanya s’bagai korban tekanan
     S’dang djalan kembali tetap kautjari
 
     Bangsaku...................
     Sumpah kita di sa’at Mulia
     Kepada tjita semula tetap setia !
     Saudara.....................
     Betapa djua – namun aku masih pertjaja
     Diwaktu undjuk kita pasti djaja.
    
     Saudara....................
     Tiada dendam kupendam didada
     Gapura Negara senantiasa terbuka
     Bangsaku.................
     Elakkan dahulu bujukan harta
     Mari bersua di KESATUAN MERDEKA !!!
                                          S.Yudomanggolo
                                          21 November ‘48
 
Dari sajak Let.Kol./ Brig. Jend. Anumarta  Soediarto Yudomanggolo ini tergambar bahwa dalam perjalanan Revolusi Agustus 1945 terjadi pembelokan/penyelewengan Jalan Revolusi,
 
Walau engkau membelok kekanan
Sedang janji kita kekiri
Mungkinkah,
Kau hanya s’bagai korban tekanan
S’dang djalan kembali tetap kautjari.
 
Harapan Let. Kol. Soediarto ini tinggal harapan yang masih perlu terus kita perjuangkan. Karena faktanya, dalam Sejarah, kaum pembelok/penyeleweng Jalannya Revolusi Indonesia yang menang, sebagai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar telah  menerima “Penyerahan Kedaulatan Republik Indonesia dari Pemerintah Kerajaan Belanda” pada tanggal
27 Desember 1948.
 
S. Mintardjo.
Saksi dan Pelaku Sejarah Revolusi Indonesia.


Start your day with Yahoo! - make it your home page

Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme !
******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke:
        [EMAIL PROTECTED] (langganan)
        [EMAIL PROTECTED] (keluar)
Site: http://come.to/indomarxist




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke