Oleh: Y Budi Wibawa *)


Menurut teori klasik, migrasi dan perpindahan penduduk
(mobilitas) dianggap berkorelasi positif dengan perbedaan karakteristik wilayah
atau negara. Ketidakseimbangan nilai sosial-budaya, faktor lingkungan dan
menurunnya keamanan merupakan daya tarik dan daya dorong yang nyata terjadinya
migrasi. Motif ekonomi masih menjadi alasan terbanyak, hampir 90 persen sebagai
faktor penyebab migrasi. Dengan demikian migrasi pada dasarnya merupakan 
kecenderungan
alamiah masyarakat. Namun migrasi dapat juga terjadi karena diberdayakan,
diarahkan atau diprogramkan dengan kebijakan tertentu (induced migration).


Selain pull and push factor ada faktor antara yang
menyebabkan sebuah putusan migrasi diambil atau tidak oleh masyarakat, ialah
faktor hambatan (Todaro, 1985). Kondisi geografis Indonesia sebagai negara 
kepulauan
menjadi faktor penghambat utama bagi terjadinya perpindahan. Selain itu
seringkali pula ditemukan faktor-faktor sosial-budaya misalnya keterikatan pada
tanah leluhur dan nilai-nilai sedentary. Demikian pula pertimbangan
mengenai biaya.


Adanya ketimpangan dan ketidakmerataan sumber daya dan
pembangunan sesungguhnya telah disadari sejak lama oleh Pemerintah, bahkan oleh
Pemerintah Kolonial. Werving Ordonatie 1880 adalah instrumen politik
pertama yang mengatur mengenai perpindahan penduduk Indonesia
khususnya Jawa, Bali dan Madura. Kepentingan
utamanya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Perkebunan-perkebun an
Belanda di Sumatera dan juga di negara-negara koloni Belanda lainnya. Pun pada
jaman pendudukan Jepang, romusa menjadi cara mobilisasi paksa tenaga-tenaga
kerja produktif guna mengerjakan prasarana perang.


Pasca kemerdekaan, kemauan politik untuk mengatur migrasi
dan perpindahan penduduk dimulai pada tahun 1960 dengan dicanangkannya Program
Transmigrasi. Namun program ini terkendala kondisi politik dalam kurun waktu
tahun 60-an dan kembali digalakkan secara massif pada tahun 1972. Persoalan
yang hendak dijawab pemerintah dengan progam ini adalah masalah kepadatan
penduduk dan disparitas ekonomi yang makin timpang utamanya antara Jawa
dibanding pulau-pulau yang lain. Selain itu juga untuk tujuan pemeliharaan
politik pertahanan dan keamanan (Sarjono, 2005).


Dalam waktu yang hampir bersamaan, dipertengahan era tahun
70-an Pemerintah RI juga mulai membuka program penempatan tenaga kerja Indonesia
ke luar negeri (TKI) atau buruh migran. Pada periode awal, Negara-negara Arab
menjadi tujuan utama pengiriman dan kiranya memberikan hasil yang cukup baik
bagi buruh migran dan anggota keluarganya maupun bagi negara, baik berupa
devisa maupun pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan.


Penempatan buruh migran ke luar negeri diambil pemerintah
sebagai skenario untuk menjawab persoalan pengangguran di dalam negeri yang
semakin besar. Diduga hal tersebut merupakan impact dari kesalahan pendekatan
pembangunan yang dipilih Orde Baru utamanya yang berdampak pada peminggiran
perempuan pedesaan akibat revolusi hijau. Namun pada proses awal, pemerintah
sekiranya cukup konsisten dan terlibat langsung dalam proses rekruitmen.
Sosialisasi dan penyiapan tenaga kerja benar-benar dilakukan, bahkan
“ketrampilan plus” menjadi istilah yang sangat popular di kalangan komunitas
migran pada waktu itu dan menjadi standar yang selalu coba dipenuhi. Instansi
yang disiapkan yaitu Balai Antar Kerja Antar Negara (AKAN) dan PT Bijak sebagai
penyelenggara penempatan.


Dari fakta-fakta historis tersebut nampaknya bisa
disimpulkan bahwa proses migrasi di Indonesia sebenarnya selalu
diprakarsai atas kepentingan pemerintah. Meski dari waktu ke waktu terdapat
variasi tujuan namun semuanya mengarah pada kemauan politik untuk mengatasi
masalah kependudukan dan ekonomi termasuk ketenagakerjaan yang tidak pernah
berhasil dituntaskan oleh pemerintah. Kebijakan yang terbentuk merupakan direct
policy untuk mengatur masalah-masalah tersebut. Dengan demikian dapat
disimpulkan lebih lanjut bahwa migrasi di Indonesia pada dasarnya merupakan
type induced migration. Type migrasi ini bagi negara-negara berkembang
umumnya memang lebih diharapkan karena dengan demikian perlindungan dan dampak
positif migrasi dapat dioptimalkan.


Namun kenyataan yang dialami oleh buruh migran ternyata
berkebalikan dengan kesimpulan tersebut. Capaian kuantitatif penempatan,
remitansi dan perkembangan infrastruktur lokal di komunitas asal migran dalam
kurun 30 tahun penerapan program penempatan buruh migran memang nampak nyata.
Namun disebalik itu problem yang muncul utamanya menyangkut perlindungan HAM
semakin lemah. Semakin hari masalah yang menimpa buruh migran semakin kompleks
dan tak sepenuhnya teratasi. Belum lagi bila dikaitkan dengan problem degradasi
pedesaan dan rusaknya jejaring sosial yang timbul akibat migrasi yang
mengindikasikan bahwa pemerintah telah gagal memaksimalkan dampak positif
migrasi untuk penguatan rakyat.


Proses penempatan buruh migran juga semakin menjadi bisnis
yang lekat dengan human trafficking. Dan yang perlu diperhatikan,
dekadenya secara kebetulan paralel dengan dilakukannya swastanisasi penempatan
buruh migran dimana pemerintah telah mengurangi peranannya dan menyerahkan
penyelenggaraannya kepada swasta (PJTKI/PPTKIS) . Kiranya korelasi ini masih
perlu diperiksa lebih lanjut, namun sekurang-kurangnya hal itu menunjukkan
kelemahan kualitatif mekanisme penempatan dan perlindungan yang diterapkan
sekarang ini.


Terjadi dualisme proses dan penanggung jawab penempatan dan
perlindungan buruh migran yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan
dan sekaligus memberi peluang saling lempar tanggung jawab ketika terjadi
masalah. Dualisme ini menjadi kukuh dengan UU PPTKLN No 39/2004. Peran swasta 
barangkali benar telah menjadikan pasar tenaga
kerja internasional menjadi lebih atraktif sehingga dapat menyerap lebih banyak
angkatan kerja yang akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun
perlindungan yang terabaikan dan berbagai bentuk pelanggaran HAM melampaui peri
kemanusiaan.


Demi rakyat, paradog ini harus segera diakhiri. Pemerintah
perlu segera mengambil kembali kendali penempatan dan perlindungan buruh
migran. Dalam hal ini selaras dengan kewajiban dan tanggung jawab negara untuk
menjamin kesejahteraan dan melindungi warganya. Selebihnya pemerintah juga
perlu untuk memastikan bahwa migrasi dan hasil-hasilnya sungguh dapat
memperkuat rakyat secara berkelanjutan.

Tuntutan ini sudah pasti akan melawan arah arus makro
ekonomi yang dianut pemerintah saat ini. Namun liberalisasi pasar tenaga kerja
internasional sudah pasti akan menjadikan kekalahan bagi kaum buruh dan rakyat
miskin. Sementara itu memberikan kewenangan pada agen dalam pasar tenaga kerja
seperti sekarang ini telah terbukti menyebabkan prosesnya menjadi sarat dengan 
human
trafficking. Diantara keduanya, pilihan yang mungkin paling rasional adalah
memberikan tugas dan kewenangan penempatan dan sekaligus perlindungan buruh
migran kepada pemerintah sebagai public service. 

------------ --------- --------- --------- --- 

Y
Budi Wibawa: Direktur Eksekutif Institute for Migrant Workers (IWORK)

  ------------ --------- --------- --------- ---

Sumber:
http://www.zonamigr
an.com/kso. php?id=54&kode=4 

  ------------ --------- --------- --------- ---

Dapatkan
informasi mengenai buruh migran di www.zonamigran. com – menggali lebih dalam 
tentang buruh
migran

 




      
___________________________________________________________________________
Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke