Monday, 01 December 2008

Para aktivis kini menggemari politik.Dalam literatur politik
Indonesia, masuknya aktivis ke dunia politik memang sudah lama
berlangsung. 

Semenjak angkatan 1966 hingga angkatan 1998, tak sedikit aktivis yang
telah menjadi politikus. Begitu juga para anggota DPR kini pun
sesungguhnya mantan aktivis yang dibesarkan oleh Kelompok Cipayung
(PMII, HMI, GMNI, PMKRI, GMKI) dan organisasi kemahasiswaan baik intra
maupun ekstra kampus yang lahir tahun 1990-an. 

Tarik Ulur Wajah Aktivis 

Namun eksodus besar-besaran para aktivis ke dunia politik dalam Pemilu
2009 ini menjadi fenomena menarik untuk dicermati dari dua sudut
pandang berbeda. Di satu sisi politik praktis bagi para aktivis adalah
lawan yang musti dikontrol melalui kerja-kerja ekstraparlementer.

Pilihan politik mereka adalah "politik moral" di mana mereka melakukan
aktivitas mengontrol kebijakan yang hadir dari politik praktis. Telah
menjadi common sense dalam kognisi mereka bahwa aksi-aksi sosial yang
berbasis politik moral bertolak belakang dengan aksi struktural
berbasis politik praktis. Karenanya, praksis politik yang dipraktikkan
para politikus cenderung berlawanan dengan politik moral yang mereka
mainkan.

Demokrasi,bagi para aktivis,akan berjalan di tempat jika kontrol dari
gerakan luar parlemen lemah.Gerakan oposisi tak harus berada di dalam
struktur politik,melainkan harus eksis di tengah masyarakat secara
kultural. Di sini, politikus dan aktivis ibarat minyak dan air yang
meski pun samasama cair tak bisa disatukan. Meskipun sama-sama
berpolitik, masingmasing seolah tak dapat diakurkan. 

Di sisi lain,mindset politik yang diperagakan para aktivis dalam
pelbagai aktivitas "kritik kebijakan" menjadikan mereka terbiasa
bergelut dan bergulat dengan wacana politik dan demokrasi.Kondisi ini
mendidik mereka berposisi politis saat berhadapan dengan sistem
kekuasaan.Kebiasaan berpolitik ala aktivis ini pada gilirannya akan
menempa mereka menjadi "politikus jalanan" yang pada prinsipnya
mempunyai corak serupa dengan "politikus parpol"sebagai sama- sama
berpolitik. 

Senada dengan keyakinan bahwa dinamika aktivisme yang hadir dari rahim
institusi kemahasiswaan merupakan miniatur sistem politik Indonesia.
Di saat yang sama,seiring tingginya literasi politik dan khazanah
demokrasi yang mereka miliki, kesadaran muncul bahwa berperan serta
dalam menata demokrasi mutlak melalui parpol. Sisi pertama
menghadirkan kelompok aktivis yang menolak bergabung dengan parpol.

Bagi mereka,beberapa gelintir orang (aktivis) yang masuk dalam pusaran
ketimpangan sistemik struktur politik akan terbawa arus menjadi
pelaku-pelaku ketimpangan. Kelompok ini sering menyajikan fakta para
aktivis 1966 yang awalnya sedemikian kritis dan menjadi motor gerakan
saat berada di luar parlemen ternyata mengalami nasib serupa saat
duduk di kursi parlemen. 

Idealisme akan terkikis oleh mentalitas korup kekuasaan.Karena
itu,bagi kelompok ini, apa pun yang berbau partai politik hanya akan
memburamkan orientasi perjuangan mereka. Dari sisi kedua muncul
kelompok aktivis yang kompromis dengan politik praktis.Muncul
pergeseran corak berpikir, dari alergi politik praktis menjadi
"harus"berpolitik.Selain pemahaman tentang signifikansi parpol bagi
demokrasi, masuknya kelompok ini ke dalam parpol distimulasi oleh
makna "perubahan". 

Perubahan yang telah digapai pada era 1998 dengan tumbangnya rezim
Orde Baru hanyalah "preambul" yang mesti dilanjutkan dan dikawal.Dalam
proses selanjutnya, transisi demokrasi pasca-1998 tak berjalan sesuai
keinginan mereka.Hal itu karena tak ada kelompok aktivis yang mengawal
perubahandidalamstrukturpolitik. Masuk ke dalam struktural politik
praktis dan memerankan diri sebagai politikus menjadi semacam cara
untuk mengubah dari dalam (inward changing),sebab perubahan yang
diusahakan dari luar struktur (outward changing) tak pernah mampu
menyentuh substansi perubahan itu sendiri. 

Mengubah dari Dalam 

Perbedaan cara pandang dan pilihan gerakan dua kelompok aktivis ini
menunjukkan betapa sulit mencari format isu bersama (common issues)
untuk diusung sebagai agenda mengawal reformasi.

Menurut beberapa kalangan,keutuhan gerakan dan cara pandang saat
menggulingkan rezim Orde Baru hanyalah romantisme masa lalu yang tak
bisa diulang.Keutuhan itu mutlak dimotivasi oleh hadirnya musuh
bersama (common enemy) sehingga potensi perbedaan cara pandang ini
untuk sementara dapat diakurkan. Pasca-1998 perlahan terjadi proses
degradasi. Mulailah muncul fragmen-fragmen gerakan yang tak hanya
berbeda, tetapi bahkan bertolak belakang.

Seiring dengan itu,muncul stigma bahwa gelombang aktivisme kini
hanyalah kaki tangan para pihak berkepentingan. Tak adanya common
issuesdan common enemy lantas memunculkan opsi lain,yaitu mengubah
stagnasi dan ketimpangan dengan memerankan diri sebagai pemain, bukan
pengamat ataupun pengkritik.Opsi ini mesti diperhatikan oleh para
aktornya. Pertama, meneguhkan orientasi perjuangan politik.

Sebagaimana argumentasi mereka saat masuk ke parpol, tiap aktor adalah
agen perubahan dan agen kontrol sosial.Mereka terbebani tugas berat
untuk memegang teguh sisi idealisme. Pergeseran cara pandang dan corak
gerakan boleh saja terjadi seiring perubahan situasi nasional.Namun
citra aktivis dengan orientasi pemihakan kepentingan rakyat akan tetap
melekat, yaitu sejauh mana mengemban tugas ini ke dalam pelbagai
manuver politik dan berdampak langsung kepada rakyat seperti pesan
Antonio Gramsci dalam The Prison Notebooktentang peran-peran
intelektual organik yang harus dibedakan dengan intelektual tradi-sional. 

Menurut hemat penulis,para aktivis yang terlanjur masuk parpol adalah
intelektual organik karena telah berposisi di dalam struktur sosial
politik secara langsung. Keberpihakan politik dan pengabdian
sosial-kerakyatan menjadi ciri khas titel kaum menengah- elite ini.
Kedua, kejelasan agenda.Para aktivis yang eksodus ke parpol harusnya
memikirkan jaring pengaman untuk memfasilitasi perbedaan pilihan
bendera politik. 

Aktivis di parpol A dan parpol B secepatnya membuat agenda bersama
menopang gerakan mereka. Apa pun bentuknya, kejelasan agenda menjadi
semacam ruang pertemuan (meeting room) merefleksi dan mengingatkan
cita-cita bersama jika dalam kondisi tertentu terlalu larut dalam arus
kepentingan. Ketiga, mempertemukan simpul gerakan di luar struktur
(ekstraparlemen) dan di dalam struktur (intraparlemen). Dua kutub
gerakan ini diakui telah berbeda persepsi, cenderung oposisional,dan
vis a vis.Posisi ini mesti secepatnya digeser. 

Masing-masing harus saling percaya dan memahaminya sebagai job
description strategi politik aktivis. Sinergi keduanya akan menjadi
kekuatan tersendiri yang pada gilirannya menjadi amunisi menempatkan
pemberdayaan sosial (social engineering) pada posisinya.Sinergi bukan
berarti menghilangkan peran oposisi ekstraparlementer bagi aktivis di
luar struktur. 

Justru peran itu tetap dibutuhkan untuk mengingatkan dan mengontrol
rekannya di dalam struktur untuk tetap memegang orientasi
idealisme.Sebaliknya, aktivis politikus dapat meminta masukan kepada
rekannya di luar struktur perihal pilihan gerakan politik yang akan
diperankan dalam pelbagai fluktuasi situasi politik. Pada akhirnya
semua pihak harus menyadari bahwa transisi demokrasi memastikan adanya
konsolidasi melalui pelbagai pembenahan sistem dan struktur politik.

Para aktivis yang berganti baju menjadi politikus layak mendapat
apresiasi positif bagi kontribusi menuju kemapanan demokrasi. Namun,
perlu diingat, ketimpangan sistem sangatlah kuat dalam arus
kekuasaan.Tinggal bagaimana mereka mengontrol diri dan mental.Apakah
aktivis-politikus akan mampu menjadi ikon demokrasi? Biarlah waktu
yang menguji!(*) 

Dr Ali Masykur Musa 
Anggota DPR dari PKB dan Ketua Umum PB PMII 1991–1994 



------------------------------------

Bersatu Rebut Kekuasaan: Hancurkan Kapitalisme, Imperialisme, Neo-Liberalisme, 
Bangun Sosialisme!

Situs Web: http://www.indomarxist.co.nr/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke