---------------------------------------------------------- FREE for JOIN Indonesia Daily News Online via EMAIL: go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - Please Visit Our Sponsor http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1 ---------------------------------------------------------- Precedence: bulk Laporan Saksi Mata SERANGAN MILISI DI KOTA DILI 1 September 1999 Sejak tanggal 30 Agustus 1999 sekitar 400 warga Mascarenas, Bairro-Pite dan daerah sekitarnya mengungsi ke gedung SMA 2, di samping markas UNAMET, Jl Balide. Kebanyakan pengungsi adalah perempuan dan anak-anak yang ketakutan karena teror milisi pro-integrasi yang terus melanda kota Dili sejak tanggal 27 Agustus 1999. Mereka memilih berlindung di gedung tersebut karena merasa lebih aman tinggal berdekatan dengan markas UNAMET. Menurut keterangan warga, anggota milisi Aitarak itu banyak yang bukan berasal dari Timor Lorosae, tapi NTT dan Sulawesi, sehingga sulit untuk diajak bicara baik-baik. Beberapa di antaranya malah pendatang baru di kota Dili. Tanggal 31 Agustus teror masih terus berlanjut. Pada malam hari di Caicoli milisi Aitarak dan Besi Merah Putih mendatangi rumah-rumah warga, menggedor pintu dan melepaskan tembakan terus-menerus. Akibatnya ratusan warga yang ketakutan memutuskan untuk mengungsi ke bukit-bukit di sebelah selatan Dili. "Anak-anak saya hanya mendengar tembakan dan terus menangis. Kami tidak tahan hidup seperti ini," ujar seorang ibu yang masuk dalam rombongan pengungsi. Keesokan harinya, tanggal 1 September, situasi belum membaik. Milisi pro-integrasi masih berkeliaran membawa senjata dan menggeledah rumah-rumah untuk mencari para pemuda. Sekitar pukul 16.00 aksi teror milisi makin meningkat. Beberapa rumah warga mulai dibakar di daerah Mascarenas dan Mataduoro, sekitar 500 meter dari markas UNAMET. Para pengungsi yang berlindung di SMA 2 hanya menyaksikan dari kejauhan dan mulai gelisah. Jumlah pengungsi yang berlindung ke SMA 2 semakin bertambah. Pukul 16.45 sekitar 20 milisi Aitarak dan Besi Merah Putih terlihat dari arah Mascarenas mendekati gedung SMA 2. Mereka berteriak-teriak sambil melepaskan tembakan dari senjata otomatis, senjata rakitan dan pistol. "Bunuh saja dia! Bunuh saja dia!" sambil mengejar penduduk yang lari ketakutan. Mereka yang berteriak-teriak adalah anggota milisi dari luar Timor Lorosae. Pengungsi yang panik mulai menerobos masuk melalui pintu samping markas UNAMET. Tapi setelah separuh dari pengungsi yang sebagian besar orang tua, perempuan dan anak-anak seorang petugas UNAMET menutup pintu tersebut. Sebagian pengungsi yang masih berada di luar semakin panik dan mulai memanjat tembok markas tersebut. Milisi pro-integrasi terus mengejar tanpa peduli bahwa dalam rombongan pengungsi ada orang tua dan anak-anak. Pengungsi yang berhasil masuk langsung lari ke Aula Markas UNAMET. Sebagian ibu masih berdiri di sepanjang tembok dan pintu samping itu, menunggu anak-anaknya yang tertinggal di luar. Sekitar pukul 17.00 puluhan milisi pro-integrasi berdiri di pintu depan markas UNAMET sambil terus melepaskan tembakan. Para pengungsi yang berada di dalam semakin ketakutan dan berlari mundur, jumlahnya sudah mencapai sekitar 700 orang. Di dalam aula, seorang pemuda mengajak semua orang berdoa, yang sedikit meredakan ketegangan. Bagaimanapun, semua orang masih terlihat panik memikirkan keselamatan para pengungsi yang tertinggal di luar. Serangan milisi mulai berkurang sekitar satu jam setelah itu. Beberapa orang petugas Brimob masuk ke markas UNAMET dan mencoba mendekati aula, tapi dihalau oleh petugas UNAMET. Sekitar pukul 20.00 Letkol Hendy dari Kontingen Lorosae tiba di markas UNAMET. Ia meminta para pengungsi untuk pulang ke rumah. "Saya jamin keamanannya," katanya. Permintaan itu tentu saja ditolak oleh warga. Beberapa pemuda mulai bergerak maju ke arah petugas itu. Melihat gelagat yang kurang baik, petugas UNAMET yang mendampingi Letkol Hendy mengajaknya ke luar ruangan. Petugas UNAMET itu kembali masuk dan mempersilakan para pengungsi duduk. "Silakan duduk dan mari kita bicara baik-baik." Petugas UNAMET kemudian menyampaikan keberatannya bahwa para pengungsi berlindung di sana. "Kalau kalian tetap di sini, kami juga tidak bisa bekerja." Warga yang berlindung di sana tidak menanggapi, tapi jelas menolak untuk pulang dan diantar oleh Brimob, karena melihat ketika terjadi serangan para petugas itu tidak berbuat apa-apa, dan sepertinya membiarkan kekerasan terjadi. Sampai laporan ini dibuat, petugas Brimob masih terlihat berjaga di markas UNAMET. Pihak UNAMET sendiri nampaknya ingin agar pengungsi pergi meninggalkan markas mereka, dengan alasan UNAMET tidak memiliki makanan dan fasilitas untuk melayani pengungsi. Tapi para pengungsi memilih untuk tetap bertahan sekalipun tidak ada makanan, karena mereka berlindung di sana untuk menyelamatkan jiwanya. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Didistribusikan tgl. 5 Sep 1999 jam 03:57:47 GMT+1 oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]> http://www.Indo-News.com/ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++