Fire Work
(Indoz-net, Sabtu Pahing, 6 Februari 1999)
Sudah pas 10 bulan Den Jarwo mendarat dalam dunia nyata, setelah
agak lama terpuruk dalam dunia mimpi. Dunia yang penuh dipenuhi oleh
mimpi yang 'yak-yak-o'. Mimpi untuk menjadi penyumbang materi jurnal
internasional, mimpi untuk menjadi pembela hak-hak rakyat tertindas,
mimpi untuk menjadi Superman, Tarzan, Saraz - 008, nyatanya dirinya
hanyalah si Bil dan Bul yang tidak berdaya dibawah perintah Mr. Black
yang diputar tiap Selasa dan Kamis malam itu.
Sebagaimana galibnya orang kampung, Den Jarwo sempat bersilaturahmi
dengan para alumnus dunia mimpi itu : para alumnus kanguru, yang dulu
juga sempat guyup rukun di sana. Mayoritas mengeluh, sungguh indah
sewaktu masa bulan madu study itu, segalanya serba gratis, tidak usah
kerja, makan-minum, nginternet, nggedebus serba gratis. Sekarang
apa-apa serba sulit.
Den Jarwo, seperti biasanya, mesam-mesem saja. Baginya, tidak ada
yang perlu disesali. Sakmadya, urip mung mampir ngombe, ya wis pancen
ngono iku dalane. Bagi arek Surabaya-an, barangkali lebih pas bilang
begini : Gelem karepmu, rak gelem ya....matamu ! Jancuk ! Wuih urip
sepisan kok misuh gak entek-entek.
Dinikmatinya perjalanan tiap Selasa-Rabu ke sarang Kalabendhu.
Jakarta saban hari diguyur abab para pendemo, pejabat, pengurus
partai, klaim mengklaim. Congkrah saban hari. Bagusnya Kemal
Idris dan A.A Baramuli langsung saja dikasih celana pendek dan
sarung tinju, biar gelut di ring. Katanya Pak kemal mau ngaploki
Baramuli, Lha Baramuli katanya juga nggak takut tuh. Ya ben ae
kaplok-kaplokan. Ben kapok.
Betapa indahnya, dunia orang-orang dewasa itu. Sudah pada bangka
masih suka main kembang api : fire work, kata orang pinggiran sungai
di stasiun Flinders itu. Di mana-mana kebakaran : Ambon, Kambung
Rambutan, Medan, wuahhh sampai bosen.
" Sudahlah Mas," nggak usah ikut-ikut menganalisis segala macem.
Sudah terlalu banyak komentator, pengamat, wong ndelok : wong sing
kendele alok...." kata bidadarinya itu lirih.
" Wuuuiiih, gak berubah coy, dari dulu tahu aja deh apa yang ada di
hati si Jali-jali ini..." batin den Jarwo.
"Nggak kok, Jeng. Aku kan cuman mau nulis di media masa kok. Cari
tambahan pendapatan. Dene bener yo syukur, salah ya pancen wong iku
gone salah lan kleru"
"Wah, nggak bisa begitu Mas, ini namanya Homo homini Lupus...eh
Lopis, eh kupat...Syawalan"
"Nggak usah, ribut-ribut, yuk cari Duren aja di Marthadinata, mau
yang Petruk, Bangkok, Jepara, atau Gunung Pathi. "
"Edan Mas, duren Mahal, masak sebiji Rp. 20.000 !"
"Yo wis ben, yo sekali-sekali bakul duren oleh duwit akeh. Gak wong
sing ngabab wae sing oleh duwit."
Harum durian, membawa Bandung sore itu semakin indah. indah, dan
indah saja. Nggak ada bakul duren di Brunswick sana. Apalagi di
internet.
Mau bau harum duren Petruk, ini tak ababi : "Haaahhhhhh".
Bison.
Teriring salam bagi semua aktivis indoz-net. Maaf lahir dan batin.
Saya coba sign-off dari sini, gak iso-iso, katanya ada error
diadministratornya. Ya wis, nulis maneh wae