agus:
> Untuk Patrick, 
>  Banyak tanggapan atas sikap yang saya ambil. Seorang teman pernah 
> berseloroh bahwa saya mau pulang gara-gara di Ngayogjokartohadingrat nggak
> ada "winter" dan "summer", jadi saya mundur itu "simply" karena nggak
> betah sama musim dingin dan musim panas di Canberra yang kadang memang
> sangat ekstrim. Ada juga yang ngomong saya ini sebenarnya sudah teramat
> kangen dengan kampung halaman. Bahkan ada yang menginterpretasikan
> kepulangan diri saya terkait dengan fakta bahwa tempo hari rumah kost saya
> digedor sama orang mabuk dan waktu itu saya memang takut alang-kepalang. 
> 
> Pernah nonton bagaimana Tom Hank beraksi dalam "Forrest Gum", Patrick?
> Itulah yang  semula terjadi. Seperti forest gum saya ingin bereaksi atas
> sebuah situasi; Saya jenuh dengan pemberitahaan media Australia dan
> pernyataan pejabat-pejabatnya yang terasa seragam dan dominan dalam
> masalah Timor-Timor, dan setelah saya check, sering tidak selalu benar.
> Peran media barat di Timor-timor mengingatkan saya pada waktu Amerika
> menyerbu Vietnam, di mana media menempatkan Amerika sebagai kampium
> demokrasi dan wakil negara bebas. Inilah asalnya kenapa pengunduran diri
> itu saya buat; sementara saya menyadari beberapa hal yang benar dari media
> massa australia (dan media Barat umumnya) dan pemerintahnya yang sangat
> concern pada masalah kekerasan dan pelanggaran human rights di timor-
> timur, mereka jelas, paling tidak dari bukti-bukti yang saya punya,
> berlaku kelewat agressif dan berlebihan. John Howard boleh bilang
> Australia tidak ingin memusuhi rakyat Indonesian. 

persis di sini rumitnya. di satu sisi, banyak pemberitaan yang betul, di 
sisi lain pemberitaan itu mengundang reaksi yang kelewatan. saya melihat 
hal yang sama seperti yang dilihat oleh agus ini. lalu, dilema saya 
adalah: saya harus bereaksi terhadap reaksi, bereaksi terhadap situasi 
yang dilaporkan oleh media, atau bereaksi terhadap kedua-duanya?

bereaksi terhadap reaksi, ie. bereaksi terhadap sikap publik yang bereaksi 
karena media, akan menggeser pusat perhatian alias pokok persoalan [ie. 
atrocities di timor timur dan tempat lain di indonesia], bereaksi terhadap 
perkara atrocities di timor timur saja [yang berimplikasi seolah olah 
hanya timor timur saja yang penting] akan ikut memancing over reaksi atas 
reaksi. lalu memang pilihannya adalah bereaksi atas kedua-duanya. sembari 
mengakui kebenaran pokok berita, juga memberikan pencerahan [nyiaaaak 
gaya: pencerahan] mengenai kemungkinan 'skenario peristiwa ikutan' yang 
diakibatkan oleh reaksi 'publik' australia.

pada hemat saya, kekomprehensifan agus dalam melihat perkara timor timur 
dimentahkan oleh keputusan pengunduran dirinya, karena pengunduran diri 
agus wahyudi ini lebih merupakan reaksi atas reaksi publik terhadap 
perkara timor timor, dan tidak meng-'adress' perkara yang dia uraikan 
sebagai: saya menyadari beberapa hal yang benar dari media
> massa australia (dan media Barat umumnya) dan pemerintahnya yang sangat
> concern pada masalah kekerasan dan pelanggaran human rights di timor-
> timur. 
reaksi yang semacam ini, ie. pengunduran sebagai reaksi terhadap opini 
publik dan media [yang bereaksi atas atrocities di timor timur], tidak 
akan meredakan ketegangan, justru semakin menambah ketegangan.

Tapi sikap Australia
> atas masalah timor-Timor membangkitkan permusuhan dikalangan sementara
> orang Indonesia ( yang nota bene bukan pemerintah dan bukan militer).  
> Engkau  tidak setuju mencampurkan "politik" dan "academi sekolah"? Well,
> itu hak-mu dan saya nggak akan ikut campur. Tapi, saya percaya ini: untuk
> menjadi akademisi yang bertanggungjawab, Patrick, engkau tidak boleh
> mengabaikan kehidupan riel, entah politik atau apapun. Seorang yang
> belajar untuk tahu dan mengerti, harus selalu terlibat. Inilah yang
> diajarkan nenek temankku, seorang guru ngaji di kampung, sebelum ia mati. 

justru dengan pengunduran diri agus ini, agus membatasi, dan karenanya 
tidak 'adil', kehidupan riel. kehidupan riel baginya lalu, hanya reaksi 
publik australia terhadap atrocities timor timur, sementara atrocitiesnya 
sendiri diabaikan [dalam hal pengunduran dirinya].
  
pengabaian terhadap kebenaran berita [kehidupan riel lain yang dia akui 
kebenarannya dalam pernyataan: saya percaya ini: untuk
> menjadi akademisi yang bertanggungjawab, Patrick, engkau tidak boleh
> mengabaikan kehidupan riel, entah politik atau apapun]

sungguh nyata dalam argumennya yang berikut ini:

> Jadi engkau harus tahu Patrick, keputusan saya itu murni merupakan protes
> pribadi. Tujuanku sederhana, yakni menunjukkan bahwa sikap yang
> diperagakan Australia itu berlebihan dan harus ditentang.  Agar protes ini
> punya pengaruh,memang harus disertai pengorbanan, apalagi saya nggak punya
> kekuasaan dan juga nggak punya uang untuk, misalnya, mengontrol media.
> Harus kukatakan juga Patrick, aku nggak punya hubungan apa-apa dengan
> BAKIN. Aku ini orang bebas dan malah sering terlunta-lunta. Tapi, tentu
> saja, ada yang selalu kumau dalam kepalaku, seperti halnya juga aku dan
> semua orang punya kerisaun-kerisauan tertentu. Yang pasti, aku ingin agar
> substansi kritik yang kutulis dalam "statement of Withdrawal" itu didengar
> orang. Karena itu kurelakan berita ini menyebar di seluruh jagad raya.
> Bisakkah engkau bayangkan Patrick, kalau negara-negara Barat, yang punya
> uang dan bisa mengontrol media masa itu, menutup bantuan ekonominya untuk
> Indonesia saat ini ?. Aku rasa bukan elite Indonesia yang akan menderita,
> tapi the ordinary Indonesian people.   
> 
sungguh suatu argumen yang bertabrakan dan saling menafikan.

argumen agus kemudian beranjak lebih jauh, semakin meninggalkan kehidupan 
real yang telah dia pinggirkan, ie. atrocities di timor timur yang 
beritanya dia percaya benar, menuju ke kehidupan yang sebenarnya masih 
bersifat sepekulatif : Aku rasa bukan elite Indonesia yang akan menderita,
> tapi the ordinary Indonesian people.' 


 

Kirim email ke