KITA BUTUH “GANDHI”

Inilah bedanya “pemimpin” kita sekarang dengan Mahatma Gandhi. Ketika
melawan kolonial Inggris, Gandhi tidak menggunakan cara kekerasan (bahkan
dia jadi korban kekerasan). Namun omongan Gandhi didengar bangsanya, karena
dia membuktikan ucapan pada dirinya sendiri.

Ketika dia menyerukan perlawanan rakyat India pada Inggris, dia memilih
merajut kain bajunya sendiri, walau sangat sederhana. Ia menolak memakai
tekstil buatan penjajah. Ini suatu kesederhanaan fisik, tapi sangat
bermartabat.

Memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri di Indonesia sejauh ini cuma
retorika, karena para pejabat tidak memberi contoh pada dirinya sendiri.
Mereka lebih bangga naik Volvo, pakai sepatu Italia, dasi Perancis, dll.

Memang, dalam dunia yang msakin global sekarang, kita tidak mungkin lepas
sama sekali dari produk impor. Sistem kapitalisme dunia selalu mencari
ongkos produksi yang termurah, sehingga dalam satu barang terdapat komponen
dari berbagai negara. Perusahaan sepatu Nike (Amerika) lebih suka bikin
pabrik di Tangerang karena ongkos buruh Indonesia bisa ditekan murah
ketimbang ongkos di AS.

Namun kita bisa memprioritaskan produk yang nilai komponen dalam negerinya
lebih besar. Kalau kita pakai mobil Toyota Kijang, misalnya, komponen buatan
DN sekitar 45 persen. Tapi kalau kita pakai BMW atau Volvo, bisa dibilang
hampir 100 % komponen impor.

Yang lebih parah, justru untuk produk yang kita anggap remeh, komponen
impornya tanpa kita sadari cukup besar.
Tempe: kedelainya dari AS
Super MI /Indo Mi: Gandumnya dari AS dan Australia
Daging sapi: sebagian besar impor dari Australia
Garam: sebagian diimpor dari India

Padahal kalau mau sungguh-sungguh mau meningkatkan kesejahteraan bangsa
sendiri, para buruh dan petani kita bisa diberi kredit untuk mengembangkan
produk-produk yang tidak perlu iptek terlalu tinggi ini. Celakanya, kredit
untuk petani malah dipersulit, tapi kredit untuk konglomerat dipermudah.

Mengapa ini bisa terjadi? Selain karena kesalahan strategi, juga karena
kurang ada keseriusan memperjuangkan kepentingan bangsa ini dan mendahulukan
kepentingan sempit pribadi, golongan, kelompok.

Satrio A.

-----Original Message-----
From:                   [EMAIL PROTECTED]
Sent:                   Thursday, September 23, 1999 7:10 AM
To:                     Multiple recipients of list
Cc:
Subject:                        Tanggapan Atas 48 Jam


Aku juga kurang suka dengan sikap orang-orang Barat itu. Mereka selalu
berlagak paling pintar. Tapi menurutku itu juga diawali dengan sudinya
kita dibodoh-bodohi mereka. Kita selalu merasa bangga bila memakai
barang-barang buatan mereka, padahal semua bahan-bahan yang mereka pakai
untuk membuat barang tersebut berasal dari negara kita yang kaya ini.
Ditambah pula, tidak bisa dipungkiri, bahwa mental para atasan kita yang
memang sangat-sangat bobrok. Mereka mau saja menutup mata untuk semua
penderitaan rakyat Indonesia asal mereka tetap bisa hidup senang.
Jadi.., yaahh terjadilah apa yang terjadi sekarang.

NB: Aku senang kalau kita-kita pada mau perduli dengan nasib bangsa ini.
Asal, jangan cuma di dalam omongan doang. Kalau berani, ayo kita
buktikan melalui perbuatan dan tidakan nyata.
--
Salam Indonet

Kirim email ke