RUU TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN NEGARA Menimbang: a. bahwa guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus terpelihara serta berjalan dengan aman dan terib; komentar amat: pertimbangan yang militeristis: 'terpelihara serta berjalan dengan aman dan tertib'. pertimabangan yagn tidak militeristis? bahwa untuk mencapai cita cita bernegara diperlukan suatu saling pemahaman dan komunikasi antar bagian masyarakat, dengan mengedepankan argumen yang memihak kepada kemanusiaan b. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan negara untuk tetap tegaknya kedaulatan negara, terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat timbul berbagai ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dengan intensitas yang tinggi, sehingga diperlukan penyelenggaraan keselamatan dan keamanan negara dengan penindakan secara dini, cepat, tepat, terpadu, tuntas dan aman serta profesional; komentar amat: lagi lagi pertimbangan semacam ini mengingkari kedaulatan rakyat. kalau rakyat tidak lagi mempercayai kedaultan yang mereka percayakan kepada negara, haruskah mereka diposisikan sebagai ancaman kedaulatan negara? [bukankah asal kedaulatan negara itu dari warganya? lalu bagaimana warga bisa mengancam kedaulatannya sendiri?]. pertimbangan semacam ini hanya akan masuk akal kalau paradigma militer, [kawan vs. lawan, kita vs. musuh] yang diterapkan. c. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum, oleh karena itu penyelenggaraan keselamatan negara sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap keselematan dan keamanan negara yang pada hakikatnya merupakan perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan rakyat dan negara serta menjadi tanggungjawab seluruh rakyat Indonesia, harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan kecenderungan hukum internasional. komentar amat: ke mana arah logika yang semacam ini: keselamatan negara tanggung jawab bersama harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. tanggung jawab bersama diatur dalam hukum [yang mengancam], bukan kecerdasan nurani dan kepintaran komunikasi. d. bahwa Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan negara baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan bahaya, oleh karena itu berhak mengambil segala tindakan untuk menyelamatkan dan mengamankan negara; komentar amat: pengalaman bernegara membuktikan bahwa orang indonesia merancukan pengertian pemerintahan dan negara. negara akan tetap selamat kalau pemerintahannya bener. dengan demikian, justru pemerintahan yang nggak bener yang mengancam negara. dengan demikian, bukan presiden yang bertanggung jawab terhadap keselamtan negara, melainkan rakyat. e. bahwa Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan bahaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1960 tentang Permintaan dan Pelaksanaan Bantuan Militer yang selama ini menjadi dasar hukum penanggulangan ancaman pertahanan keamanan negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan ketatanegaraan, sehingga harus dicabut dan diganti; amat: cabut saja. dan gantinya jangan hanya perubahan redaksional. f. bahwa dengan dicabutnya Undang-undang Nomor 11/PNPS/1963 tentang pemberantasan kegiatan Subversi, diperlukan pengaturan untuk mencegah dan mengatasi kegiatan-kegiatan yang bersifat subversif secara dini, cepat, tepat, terpadu, tuntas dan aman serta profesional; amat: bukan 'pengaturan' dulu yang diperlukan, melainkan melihat kembali apa itu [kegiatan] subversif. g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b,c,d,e dan f perlu dibentuk Undang-undang tentang Keselamatan dan Keamanan Negara; komentar amat: keperluan untuk membentuk undang-undang ini hanya ada kalau paradigma/pendekatannya adalah pendekatan militer. kalau pendekatannya adalah pendekatan yang mengedepankan dan menghargai kedaulatan [rakyat] sipil, maka undang undang semacam ini tidak perlu ada. pertimabangan-pertimbangan semacam ini, pada hemat saya, mendasari alur pasal pasal berikutnya. kalau pertimbangannya saja sudah militeristis, what sort of undang undang yang akan kita dapat, but militeristis? i will not go on with the discussion of pasal pasal.