Teman-teman Indoz-net semua, Perkenankanlah saya mengirim sebuah 'Surat Cinta dari Aitarak'. Selamat membaca dan semoga bermanfaat (YLH). X-URL: http://www.republika.co.id/9910/12/27088.htm Republika Online edisi: 12 Oct 1999 Surat Cinta dari Aitarak Oleh S Sinansari ecip Mat Dra'i menerima surat dari perbatasan Atambua. Kertasnya kumal, tapi tulisan bolpoinnya mudah dibaca. Dia belum kenal dengan penulis surat yang bernama Guteres Kecil, anak buah Guteres di pasukan Aitarak, yang artinya 'duri.' Mat Dra'i, saya tahu sekarang ini sebagian besar rakyat Indonesia simpatinya ditujukan kepada kami. Pasukan perlawanan kami, tidak hanya dari Aitarak saja, sedang bersiap-siap. Kami sedang menunggu hasil MPR. Begitu MPR melepas Timtim, kami mulai bergerilya. Untuk sementara, musuh kami bukan Falintil atau militer Interfet yang lain, tapi hanya tentara Australia. Tentu Anda ikut tersayat betapa tentara bule dari selatan itu membuat adegan-adegan film agar ditonton oleh dunia. Begitu turun dari pesawat, mereka beraksi menguasai lapangan terbang. Orang tahu, lapangan terbang tidak berada di tangan lawannya, tapi dalam pengamanan tentara udara dan darat Indonesia. Setelah itu, mereka menangkapi rakyat biasa, dipaksa tengkurap, diikat tangan, diincar senjata api. Tindakan apa ini? Pada waktu jajak pendapat ada unjuk kebohongan. Anggapan kita selama ini bahwa orang bule itu hebat adalah salah. Mereka primitif, tertinggal, tak jujur, dan kurang ajar. Mereka belajar dari Golkar dulu, melakukan manipulasi pemungutan suara. Lantaran dunia sedang dikuasai oleh bangsa bule maka keluhan kami (dan orang-orang Indonesia), tidak mendapat perhatian sedikit pun. Kami tidak terus-menerus mengeluh. Anda tahu, kami semua, orang-orang Timtim yang pro-Indonesia seperti anak-anak ayam yang kehilangan induknya. Kami sedang bersedih. Semula kami tercerai-berai tidak tahu mencari pohon untuk berlindung ketika hujan rintik jatuh. Mat Dra'i, sebentar lagi hujan akan benar-benar jatuh di Timtim. Kami akan membuat hutan-hutan di bagian selatan menjadi kubangan lumpur tentara bule itu. Saya menyimpan dua butir granat tua. Suatu ketika, saya akan menyusup ke dalam helikopter Blackhawk atau elang hitam yang mereka banggakan. Granat akan saya ledakkan dan serpihan puluhan tentara bule berhamburan. Dengan cara itu keluarga, pacarnya, temannya memaksa Pemerintah Australia menarik pasukannya dari Timtim. Meski saya akan jadi korban, saya bangga. Elang hitam pun akan hancur, kalah oleh burung garuda kita, yang semula milik kalian. Saya bangga dengan garuda yang berbulu coklat dan dadanya berwarna putih bersih. Saya tidak banyak berharap kepada Indonesia. Saya hanya ingin kalian berpikir, berperasaan, dan seolah-olah seperti kami. Kami puluhan tahun sudah berutang kepada kalian. Sangatlah bohong dan sombong jika orang Timtim tidak mengakui selama puluhan tahun mendapat suapan makanan saudara-saudara Muslim-nya dari Aceh, Riau, dll. Congkak kalau kami tak mampu mengakuinya. Kami berutang kepada kalian. Mengapa saya menggunakan nama Guteres Kecil? Kami bangga kepada dia, meski jabatannya hanya wakil panglima. Dia punya kharisma, pandai, ulet, semangatnya tinggi, dan pemberani. Meski demikian, jika terjadi perdamaian atau kemenangan, kami tidak ingin Guteres diberi hadiah apa pun. Saya akan berontak jika dia mendapat hadiah dari Indonesia dengan medali emas sebesar piring. Akan tidak bermoral bila dia mendapatkannya setelah darah pasukan dan keluarganya tumpah serta setelah hati kami teriris-iris. Akan lebih mulia bila dia menolaknya. Jika itu terjadi, namanya akan terus harum dan kami terus mengaguminya sepanjang masa.