;-)
Menilik rancangan amandemen UUD'45, (eh, nanti dulu, interupsi:
'menilik' itu mudah-mudahan tepat dipakai di sini, kalo tidak
tepat, ya mungkin bisa dipakai kata 'menyoal' atau 'meninjau'),
ada satu hal yg menarik:
1. Dulunya, disebutkan bahwa presiden adalah "orang Indonesia
asli" (nggak boleh fotokopinya?);
2. Sekarang diubah menjadi: "orang keturunan ketiga".
Fenomena apakah ini? Dengan prinsip ini, bila si Al-Dangdut
WNA (Warga Negara Arab) yang berubah status jadi WNI, maka dia
belum bisa jadi presiden (dan Wakil, kah? kurang jelas soal
wakil). Demikian pula anaknya Al-Migut, juga belum bisa jadi
presiden karena baru keturunan kedua; tapi cucunya, yaitu
misalnya Al-Asoy, bisa jadi presiden. (Soal apakah boleh
presiden namanya pake Asoy-asoyan, itu tidak di atur di UUD.
Kalo UUD ngatur sampe ke situ-situ, repot juga... ;-).
Demikian pula seterusnya, misalnya Al-Asoy punya anak
namanya Al-Mandi Madu, dia boleh jadi presiden, karena dia
turunan keempat; tapi turunan kelimanya, yaitu misalnya
Al-Dangdut Junior, tidak bisa jadi presiden (karena Bapaknya
Al-Mandi Madu kawinnya sama Sonia Abacha, India Asli! Malah
sempat main filem India segala,... Ha, ha... ;-).
Lha, perkara sejarah, hidup, tidak tahu, apakah diatur di
UUD atau tidak. Kayaknya tidak. Misalnya: ada Katiyem, asli
Kebumen, turun temurun tujuh turunan Kebumen semua, tapi si
Katiyem yg umurnya 60 tahun itu, selama 59 tahun hidupnya di
negeri Jiran kepang terus (misalnya Ustrali) (tapi selalu
sebagai WNI), apakah boleh jadi presiden? Kayaknya tidak
diatur.
Mungkin ada pendapat, anybody?
Yw.