> >> > >> yeah, mau lihat ending cerita gimana, > >> persis kayak kehancuran di Iraq, > >> begitu PBB mau buka kran barang masuk, lha dha laaa perusahaan-2 negara > >> 'itu' juga yang ngantri > > > >so what? > >atau, maunya perusahaan mana yang boleh ngantri? siapa yang ngatur? > > hehehehe, jadi kalau begitu 'bisa-bisa' yang namanya HAM itu 'bull shit' > (saya salah spelling nggak?) > > karena hanya alat, bukannya sebuah hakiki pak pudjo, saya melihatnya begini: ham satu hal yang bisa dibaca sebagai 'alat' atau 'hakiki', suka suka yang melihatnya. dan... melihatnya sebagai 'alat', bisa saja bertopeng 'hakiki'; yang melihatnya sebagai hakiki bisa diperalat. juga....ada yang suatu saat melihatnya sebagai 'hakiki', pada saat yang lain sebagai 'alat'. barangkali....juga ada orang yang melihat ham sekaligus sebagai 'hakiki' dan 'alat', dalam artian 'alat' yang digunakan untuk meningkatkan 'kualitas' daripada yang 'hakiki' itu. begitulah, pada hemat saya. orang hanya bisa melihat yang 'hakiki' [bagus] sekaligus sebagai 'bullshit' dengan menggunakan paradigma yang berbeda. otherwise, impossible. > yang ngatur yang punya kuasa dan kekuatan, gitu mas :-) lho bukankah memang begitu? paling tidak yang ngatur itu 'berkuasa' dalam bidangnya. mahasiswa postgrad jelas kurang 'berkuasa' untuk mengatur bis parkir di rumah makan, dibandingkan si asep lulusan smp yang jadi tukang parkir dan ngelap kaca di rumah makan itu. yang saya katakan ini sama saja dengan yang panjenengan anjurkan, kan?