Para pembaca yang budiman,


Perkenankanlah saya menanggapi tulisan saudari-ku, Helena
Monteiro yang   kebetulan   menyinggung nama  saya dalam 
komentarnya     berjudul:   "Yusuf   Henuk & Lopes  da Cruz: 
Comment".  Adapun tanggapan saya terbaca demikian:

Terima kasih atas kesenangan saudari-ku, Helena Monteiro yang 
selalu   mengikuti   diskusi   antara  saya   dengan    sebenarnya 
bukan  Roberto   Sarmento Carlos,  tetapi Heribertus Kehik, sau-
dara   saya dari 'Bumi Kenari' (P. Alor-NTT) yang 'menari-nari' ke 
Bumi  Loro Sae demi yang namanya: "Cari hidup". 

Saya   sebagai   Mantan   Netter   Keliling  di dunia Internet tidak 
menyangka dapat   bertemu   dan     bercakap-cakap  jarak  jauh 
sejenak dengan Mantan Dubes Keliling, Bapak  Franscisco Lopez 
da Cruz. Tapi sayangnya percakapan  kami   tidak   berlangsung   
lama   karena   Bapak   Fransisco   Lopez   da Cruz cukup sibuk 
di dalam melaksanakan   tugas   barunya   sebagai Ketua Forum 
Persatuan   Bangsa   sehingga  Bapak Fransisco Lopez da Cruz 
tidak punya waktu untuk menanggapi balik tulisan Yusuf Leonard 
Henuk. Akibatnya, saya terus bertanya-tanya didalam kesendirian 
saya bahwa:

(1). Apakah tulisan saya masih tergolong 'tulisan kayak anak-anak'
      atau sudah berupa 'tulisan kayak bapak-bapak'?
(2). Apakah saya ini tidak lebih dari seorang penjajah yang sedang
      ber-"devide et impera" sesama kamu orang Timor Loro Sae?
(3). Apakah saya ......Apakah saya ......Apakah saya..............?

Sambil menunggu, menunggu dan menunggu akan jawaban dari 
Bapak Fransisco Lopez da Cruz, saya hanya bisa menghibur diri
sendiri dengan syair: "Aku   masih seperti yang dulu. Menunggu-
mu sampai akhir hidupku"! Bahkan saya terus bersenandung-ria: 
"Kemesraan ini janganlah cepat berlalu"!

Saya   juga  berterima kasih kepada Saudari-ku, Helena Monteiro 
yang  masih   tahu   diri   sehingga   dia tidak ingin mengomentari 
tanggapan  Bapak Fransisco Lopez da Cruz terhadap tulisan saya, 
sebab itu memang masalah  pribadi   Bapak   Fransisco Lopez da 
Cruz dengan Yusuf Leonard Henuk.
 
Perlu   saudari-ku,   Helena   Monteiro  ketahui   bahwa sikap 
moderatnya Bapak Francisco  Lopez da  Cruz tentu didukung
oleh jabatan Bapak Fransisco Lopez da Cruz  sebagai Mantan
Dubes Keliling.   Sedangkan   teman-teman   seperjuangannya 
seperti Joao Tavares, Eurico Guterres, Domingos Kolly, Basilio 
Araujo   tidak    mendapat   kesempatan  sama  sekali seperti 
Bapak   Fransisco   Lopez da Cruz sebagai,  misalnya: Dubes 
Satu Keliling. Akibatnya, mereka saling berseberangan. Bukti
saling-berseberangan diantara mereka 'mungkin' terlihat dengan  
jelas  dari   penyebutan nama  negara baru ini yang kayak lirik
lagu: "Balonku ada lima - Rupa-rupa warnanya" Ada yang kagum
kalau     menyebut: "Timor Loro Sae".   Ada yang tidak kagum,
menyebut:   "Timor-Timur".  Ada yang   menyebut   "Maubere".
Ada lagi orang   asing   selalu   menyebut:   "East-Timor" dan
bahkan     ada     orang     asing    menterjemahkan   sebagai 
"Timor Sunrise".

Jelasnya,  "Semoga semua orang yang mendiami setengah
P. Timor bagian Timur ini tidak saling terus bertengkar gara-
gara hanya salah penyebutan nama negara ini yang  belum
merdeka penuh sebab masih ada  INTERFET   plus   "POR-
REINET" (PORtugal RE-INvasion in East Timor') yang ingin
berkuasai   kembali  dengan semboyan: "SANEME" (SAtu
NEgara rame-raME') bandingkan dengan "SALOME" ('SAtu
LObang rame-raME'). 

Atau   bahasa   kerennya: "WHOLE IN ONE" bandingkan 
dengan bahasa   golfnya: "HOLE IN ONE". Apalagi, mata
uang   'ESCUDO'  akan  diberlakukan di "SANEME" plus
"DOLLAR AUSTRALIA"  sebagai mata uang 'alternatif'.

For   these   reasons, "TIMOR GAP"   will be re-named: 
"INTERNATIONAL  GAP". Sedangkan lagu kebangsaan-
nya yang agak keren juga: "WE ARE THE CHAMPION".

Saudari-ku, Helena Monteiro, saya justru malah berpikir bahwa:
MASALAH   TIMOR-TIMUR   PANGKALNYA   BUKAN  PADA
RAKYATNYA.   TETAPI   TERLETAK   PADA   BANYAKNYA
PEMIMPIN   YANG     HANYA   INGIN  MENJADI PEMIMPIN 
BESAR DAN TIDAK MAU SAMA SEKALI MENJADI RAKYAT
KECIL. BUKTINYA: ROBERTO SARMENTO CARLOS YANG
MASIH BERSTATUS   RAKYAT   KECIL   SAJA SUDAH ME-
MANFAATKAN KESEMPATAN  DENGAN   BERANI TAMPIL
TIDAK SENDIRI UNTUK MENCARI PENGARUH AGAR  BISA
MENJADI PEMIMPIN BESAR 'HARAPAN WANITA' DI MASA-
MASA  MENDATANG.

Akibatnya, untuk menjadi pemimpin besar, maka mereka tidak 
mau tahu dengan hilangnya jiwa rakyat kecil. Sedangkan soal
hilangnya keperawanan saudari-ku, Helena Monteiro saya tidak
bisa berkomentar  banyak karena saya tidak tahu dengan jelas
hilangnya   kapan,   dimana tempat hilangnya serta siapa yang
menghilangkannya.

Jelasnya, SEMUA RAKYAT KECIL BISA DIPERSATUKAN. 
TETAPI SEMUA   PEMIMPIN   BESAR SULIT  UNTUK  DI-
PERSATUKAN. 

Pada kenyataannya, saudari-ku, Helena Monteiro bangga dengan 
kakak   tercinta    Xanana Gusmao dan Ramos Horta. Sedangkan,
saudara   dan saudarinya  yang   lain   tentu tidak bangga karena 
Xanana  Gusmao dan Ramos Horta bukan kakak tercinta mereka. 
Mereka punya kakak tercinta-kakak tercinta masing-masing yang 
masih    terus    berjuang   untuk menjadi pemimpin besar agar di- 
bangga-banggakan oleh adik-adik mereka kelak.


Salam,


Yusuf L. Henuk
 

Kirim email ke