From: Nasrullah Idris <[EMAIL PROTECTED]>
To: <Salah seorang Anggota Dewan Riset Nasional yang juga Pengusaha
Nasional>
Date: Sunday, December 19, 1999 5:16 AM
Subject: Re: Warning untuk Mahasiswa Kita di LN : Kendalikan Tradisi
Mengandalkan Text Book

Bandung, 19 Desember 1999


#####Hallo Bapak .....................
Assalamualaikum Wr. Wb.

*****Saya tidak tahu kenapa tulisan anda ini nyasar ke saya, padahal saya
lihat anda tujukan ke presiden. tetapi biarlah saya sedikit memberikan
komentar :

#####Terima kasih sebelumnya atas kesediaan Bapak memberikan komentar
terhadap tulisan saya ini.
     Memang tulisan ini saya tujukan kepada presiden. Tetapi saya B-CC kan
kepada tokoh nasional di bidangnya masing-masing. Tiada lain untuk mencari
komentar. Karena dengan komentar itulah diharapkan bisa memperluas wawasan
saya. Bukankah kalau sudah terjadi komunikasi antara dua manusia dalam
bentuk apa pun berarti telah terjadi proses pendidikan.

*****.....akhirnya bikin pabrik pesawat terbang segala, akhirnya yang ada
adalah meninggalkan pengangguran intelktual puluhan ribu di IPTN, dan
menghabiskan ratusan juta dollar

#####Dalam memandang IPTN hendaknya seperti menyikapi pernyataan : "1/2
manusia + 1/2 manusia = 1 manusia".
     Di satu sisi, kita harus mengoreksinya. Karena hitungan manusia tidak
ada yang dalam bentuk pecahan. Tetapi di sisi lain, kita harus
membenarkannya, karena dilihat dari substansinya memang bahwa 1/2 + 1/2 = 1.

*****seperti kata Gus dur, kita menguasai teknologi maju yang tidak kita
perlukan, tetapi tidak menguasai teknologi simpel yang kita perlukan.

#####Definisi "Teknologi" itu sendiri kurang merakyat. Banyak orang
memandangnya dari aspek produk jelimet, mewah, atau eksklusif. Malah menurut
saya, penganyam tikar itu lebih modernis ketimbang montir Radio. Terkadang
saya memandingkan "penganyam tikar" dengan "montir radio" masing-masing
dengan "penyanyi luwes" dan "orang gagap".
     Definisi teknologi harus sederhana agar mudah dimegerti. Objek
contohnya pun harus sangat populer di kalangan masyarakat. Misalkan "Batang
Korek Api".
     Kalau Sains ibarat "Batang Korek Api", maka Teknologi itu ibarat
"Membuat sebuah bujur sangkar dari empat buah batang korek api".
    Dengan apresiasi ini masyarakat pun akan tahu bahwa apa yang dinamakan
Sains dan Teknologi itu adalah sesuatu yang terhubungkan dengan kehidupannya
sehar-hari. Ini sekaligus akan memberikan nilai sugestif.

*****belajar keluar negri, saya tidak pernah mengharap bahwa setelah mereka
pulang akan menguasai ilmu maju dari sana, karena sudah pasti tidak ada yang
bisa terpakai.

#####Itulah salah satu inti persoalan yang saya maksud dengan subject di
atas. Yakni agar mahasiswa di LN jangan hanya mengandalkan teks book. Tetapi
bagaimana mahasiswa itu memandang bidang studinya di sana secara mendasar
sehingga ditemukan berbagai alternatif. Kemudian dipilih, mana alternatif
yang paling akomodasi dengan situasi, sosial, dan kultural di Indonesia. Ini
bisa terjadi kalau mereka mempelajarinya secara tuntas, detail, dan
integratif.  Kalau dalam buku ditemukan konsep "A-B-C", jangan langsung
diterapkan di Indonesia. Mungkin saja yang cocok adalah C-B-A.


*****yang terpakai hanyalah : disiplin kerja, cara berpikir , dan berbudaya
.
#####Semuanya betul, meskipun  belum tentu semua orang bisa mempraktekkannya
sekaligus. Jangan hanya karena salah satu bidang tidak bisa dilakukan maka
langsung tidak bisa dipakai. Bukankah pendidikan Renang, Lari, dan ANGKAT
BERAT masing-masing akan lebih mudah diajarkan kepada BEBEK, KUDA, dan
GAJAH.

*****jadi janganlah khawatir soal soal Pentium I dan II , masih banyak
persoalan yang bisa kita selesaikan dengan sangat efesien cukup dengan DOS ,
ataupun prosessor 382 .

#####Maksud saya dengan PENTIUM I dan PENTIUM III bukan dari segi produk.
Itu hanya sketsa perbandingan. Mau diganti dengan DOS 1 dan DOS 2 juga nggak
apa-apa. Maksud saya adalah : bagaimana pun sama pintarnya dua orang dalam
suatu pengetahuan tertentu, tetapi kalau kecepatan berhitungnya berbeda,
maka waktu penyelesaian yang dihasilkannya pun akan berbeda pula.

*****mau bukti :  Kita mengkonsumsi Gula begitu besar, tetapi harga gula
dalam negri jauh lebih mahal dari luar, padahal dollar sudah Rp. 7000.-
bayangkan kalau dollar cuma Rp. 2400.- begitu pula dengan beras,  nah apa
yang salah , jelas bukan prosessornya yang salah
#####Menurut saya, ini tidak terlepas dari kultural bangsa kita selama ini
dimana dunia pertanian masih dianggap sebelah mata. Coba saja survei 100
anak. Apakah ada yang bercita-cita jadi petani? Rasanya sulit. Paling juga
jadi dokter, pilot, atau apaaaaaaa gitu.
     Faktor prosesor pun juga ikut menentukan. Hanya tidak kita sadari.
Lihat saja cara orang berhitung. Untuk menghitung 4999 x 5001 saja
memerlukan kalkulator. Padahal itu bisa dilakukan dengan metode (a + b)(a -
b) = a2 - b2. Artinya, 4999 x 5001 = (5000-1)(5000+1) = 5000 kuadrat - 1
kuadrat = 24.999.999
    Sedangkan pelajaran itu sudah diperoleh di bangku kelas I SMP. Malah
siswa2nya pun memperoleh nilai bagus. Hanya saja kerena tidak dirasakan
sebagai yang terhubungkan dengan kehidupan, sehingga hanya terasa sebagai
"mekanisme simbol tanpa makna".

*****singapore, yang tidak punya tanah, justru punya R&D terbesar untuk
pertanian, jadi urusannya simpel , malah nggak perlu baca hand book untuk
bisa maju.
#####Saya tartarik untuk membahas ini. Saya mempunyai beberapa solusi/resep
untuk itu. Tetapi mengalami kesulitan verbal untuk membahasnya di sini. Saya
akan bersyukur kalau diberi kesempatan untuk mendialogkan ini secara
langsung di darat dengan Bapak.

Demikianlah dulu. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati
Bapak. Yang jelas dengan adanya komentar dari Bapak telah membantu saya
juga. Maksudnya begini : ada beberapa point keterangan saya di atas muncul
dari pikiran saya justru karena adanya komentar dari Bapak.

Wabillahitaufik Wal Hidayah,
Selamat Beribadah Puasa,


Wassalam,


Nasrullah Idris













Kirim email ke