Teman-teman Indoz-net semua,


Marilah kita simak bersama tulisan menarik dari  Bung 
HAJI (Harus Adil Jujur Ikhlas) yang   mengulas   tentang: 
"Dua Pribadi    Satu   Siasat [DPSS]:   Prof.  DR.  Amien 
Rais = Harmoko". Singkatnya,   terima    kasih    kepada 
Bung HAJI (Harus Adil  Jujur Ikhlas) atas tulisan menarik-
nya (Yusuf L. Henuk).

From: "bung haji" <[EMAIL PROTECTED]> 
To: [EMAIL PROTECTED] 
Subject: Dua Pribadi Satu Siasat: Prof. DR. Amien Rais = Harmoko. 
Date: Sat, 22 Jan 2000 05:25:15 GMT 

Dua jagoan penggalang dan pendompleng masa demi meraih cita-cita ambisi 
pribadi, golongan maupun kelompok kepentingannya  dalam sejarah komtem-
porer negeri ini, adalah: Harmoko serta Prof. DR  Amien Rais. Kedua-duanya 
adalah fenomena didalam jagad perpolitikan  yang penuh oportunitis dan pen-
jilatan ke segala arah baik  waktu kemarin  hingga sampai sekarang. Jagoan-
nya sudah dibuktikan di masing-masing masa dan kesempatan sebagaimana 
sudah dan akan menjadi catatan sejarah akan segala sepak terjangnya. 

Harmoko, siapa sih yang tidak mengenal sisiran, wajah dan gaya bicaranya? 
Malang melintang sebagai wartawan kemudian menjadi ketua PWI dan kelak 
diangkat   sebagai   Menteri   Penerangan.  Ciri khas darinya adalah kalimat 
“Menurut petunjuk bapak Presiden…….” dan akronim klompencapir maupun 
jargon mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga. Itulah 
kesuksesnya terbesar dia sepanjang  beberapa  periode memangku  jabatan 
sebagai Menteri Penerangan. Dengan hasil banyak  warga menjadi  semakin 
bodoh dan apatis serta tidak kritis dengan segala informasi dari Pemerintah. 
Semuanya dipoles dengan bedak  dan gincu  tebal untuk  menutupi  bopeng  
dan hitamnya pemanipulasian hasil yang disebut-sebut “pembangunan”. 

Kecuali   ketiga  karya tersebut   di atas juga pembreidelan serta  pelarangan 
merupahkan sebagian wajah dari jabatan yang diembannya. Dari kemampuan-
nya  memobilisi  massa lewat programnya bertajuk safari diikuti dengan bulan 
suci  yang  diakui sebagian besar warga penghuni Negeri ini. Menjelmalah dia 
menjadi ketua golongan kuning untuk melanggengkan jabatan pemelihara dan 
pengangkat martabatnya ke lingkaran dalam kekuasaan. Sebagaimana kinerja 
yang   diperlihatkan   ketika   menjabat  menteri, maka mobilisasipun menjadi 
program hariannya. Tiada   hari   tanpa   penggalangan      merupakan   menu 
kesehariannya dan   menyambangi   setiap   titik   tempat wilayah setanah air 
adalah kegiatannya. 

Hasilnya   memang   tidak mengecewakan golongan kuning yang  dipimpinnya 
dengan muthlak meraih suara terbanyak dalam “pesta demokrasi”. Selanjutnya 
agenda yang   mesti   digarap   adalah   kebulatan   tekad  menjadikan  bapak 
“pembangunan” melanjutkan jabatannya untuk periode ke 7. Walaupun banyak 
saran dan kritik untuk memberikan  kesempatan  kepada  yang lebih muda me-
mimpin. Mengingat usianya yang sudah tua dan kemampuannya yang menurun, 
menghadapi masa depan penuh tantangan menahkodai Negara Bangsa. Kriteria 
aneh-aneh dan tidak masuk diakalpun dijadikan senjata guna membungkam dan 
memuluskan jalan sesuai agendanya. 

Sebagai orang  yang  sudah  begitu intens bergaul dan  berprilaku  manipulatif, 
saran maupun  kritik sudah tidak mempan lagi untuk  mengembalikan ke jalur 
yang benar. Ditambah dengan “wakil-wakil rakyat” yang tidak mengenal  rakyat 
yang diwakilinya sendiri dan hasil dari pengecekan di perbagai wilayah katanya.
Maka dengan kata setuju dan berdiri sambil  tepuk   tangan   penghormatan di-
ketuklah palu persidangan akbar “rakyat” mengukuhkan kembali kekuasaan ke 
tangan smiling general. Dan    berikutnya  sesuai  dengan  kriteria  ciptaan dan 
skenario dari hasil persengkongkolan dipilihlah “anak” kepercayaanya  menjadi 
pendamping. Kelak dikemudian  hari  sejarah  menuliskan  “anak” kepercayaan 
tersebut menikamnya dari belakang.  Mengusur  dan      melengserkanya   dari 
tampuk kekuasaan dengan hina dina  tidak   terperikan   mendapat hujatan dan 
cercaan. Reputasi dan citra yang dipupuk selama lebih tiga dasawarsa di mata 
segenap warga mencair mengalir ke  selokan  busuk  bercampur dengan segala 
kebusukan menebarkan aroma busuk. 

Apakah   Harmoko   berdiri    paling  depan untuk mempertanggungjawabkan  ke-
putusannya? Ternyata tidak bahkan justru ikut arus untuk menyelamatkan dirinya 
sendiri. Dengan   mendesak   dan  memberikan   ancaman akan mengagendakan 
Sidang Istimewa untuk memecat orang pilihannya. Itulah gambaran seorang opor-
tunitis tulen, akan dengan segera memutar haluan  ketika bahaya mengancam di-
depan. Bukannya bersama untuk menghadapi dan menerima resiko atas  semua 
perbuatan dan tindakannya. Dan nasibnya sekarang melemparkan dia cuma men-
jadi “penyaji” secangkir kopi tanpa ada lagi martabat yang bisa dibanggakan  dari 
peran pentingnya untuk Negara Bangsa di masa lalu. 

Sekarang Prof. DR. Amien Rais, merupahkan hasil kloning  sifat dari pendahulunya 
itu. Bahkan orang yang satu ini sangat brilliant dalam  mempermainkan peran untuk 
mimikri. Merubah wujud sosok citranya menjadi  “pahlawan”  reformasi  dengan me-
manfaatkan segala cara mendongkrak populeritasnya. Dari  hanya salah satu ketua 
ICMI dengan komentar-komentarnya telah membikin merah kuping penguasa rezim 
Orba baik mengenai Freeport, Busang   maupun   lainnya.  Kalau  dicermati  kasus-
kasus yang banyak dikomentarinya ternyata tidak seperti apa yang mungkin terlitas 
di benaknya bila dicross check dengan faktanya di lapangan. Ambillah contoh seperti 
kasus Busang, dengan berbusa-busa dikomentari  macam-macam ternyata hasilnya 
seperti pepesan   kosong. Memperlihatkan   bagaimana   dangkal dan sempitnya dia 
menganalisa dan menyimpulkan suatu kasus semacam Busang itu. 

Karena sumpak mendengar komentar-komentarnya maka  penguasa  rezim Orba me-
minta, memecat dia dari salah satu ketua di ICMI. Disinilah awal dendam kesumatnya 
terhadap penguasa rezim Orba sehingga tinggal tunggu  waktu  saja  kesempatan me-
numpahkan segala-galanya di dada.Sebagaimana pendahulunya dia memang memiliki 
sifat dan moral hampir-hampir mirip sekali didalam  menggapai  jabatannya.  Bilamana 
pendahulunya menjilat penguasa rezim Orba sedangkan dia menjilat para mahasiswa/
wi dan kalangan intlektual serta warga biasa . 

Melalui perkataanya bahwasanya dia adalah target no. 1 untuk dilenyakpan oleh peng-
uasa rezim Orba. Dan bagaimana dia menyombong diberi tahu   hal  tersebut  oleh se-
seorang yang dekat kekuasaan saat itu Seakan-akan mengesankan bagaimana dungu-
nya penguasa rezim  Orba   dan   membangun   citra   dirinya  menjadi sosok seorang 
pahlawan penentang. Terbalik dengan   apa  yang   dia   katakan ternyata diapun tidak 
bebas dari jangkauan gurita tanggan penguasa rezim Orba. Seperti apa yang diungkap-
kan dengan bantuan dan  semacamnya   yang diterimanya selama ketika dia menjabat 
sebagai ketua ormas Muhamadiyah. Karena sebagian warga dilanda mabuk kepanyang 
mengenai   reformasi  maka   berita dan   fakta tersebutpun  tengelam dengan semakin 
mencorongnya nama dia. 

Inilah medan permainannya, melalui momentum  terkaparnya  ekonomi  Negara Bangsa 
ke jurang krisis karena diamuk  badai  moneter.  Maka  ketidak  puasan  mahasiswa/wi, 
kaum intlektual dan warga biasa menjadikan  penguasa   rezim   Orba  menjadi sasaran 
protes. Apalagi ditambah dengan  perilaku  pemerintahan  yang  otoriter dan penuh 
intrik 
serta  KKN demi kemewahan serta kekuasaan belaka dikalangan  mereka saja. Menjadi-
kan peristiwa itu sebagai momentum kehendak  menggantikan  pemerintahan  walaupun 
kata   pemerintahan    dimanifestasikan    hanya   untuk  jabatan   Presiden. Itu 
bukanya 
halangan dia untuk ikut bermain   dan  mengail  ikan di air keruh merealisasikan 
dendam 
dan ambisi pribadi, golongan serta kelompok kepentingannya. 

Didahului dengan huru-hara yang meluluh lantakkan   pusat-pusat   ekonomi, sentimen 
ter-
hadap suku Tionghoa, dan demontrasi-demontrasi yang meregut jiwa. Naikklah dia dengan 
jargon rasa kesenasibpan dan kenasionalan   menjadi  sanjungan   mahasiswa/wi 
diberilah 
gelar “bapak reformasi”. Suatu gelar yang pasti membanggakan bagi yang benar-benar ber-
juang dengan nurani yang tulus demi masa depan yang lebih baik. Tidak cukup disini 
saja 
kiprahnya dalam bersandiwara  sebagai  “bapak reformasi” . Setiap   momentum   maupun 
event  dimanfaatknanya   untuk terus menerus mendongkrak populeritasanya untuk meraih 
jabatan Presiden. Dengan    ciri   khasnya   memberikan   ancaman dan   batas waktu me-
nyelesaiakan suatu persoalan maupun hujatan-hujatan ke bekas rezim penguasa. 

Bagaikan seseorang yang kaya mendadak karena memenangkan loteray maka semua ke-
inginan dan   dendam  tak  kesampaianya ditumpahkan setuntas tuntasnya.  Berpura-pura 
sebagai oposan terhadap pemerintah pengganti maka dengan ciri  khasnya  diberilah 
batas 
waktu kepada Presiden dengan kata pertamanya  mister  menyelesaikan semua persoalan. 
Dialah sesungguhnya pelindung pemerintahan pengganti   dari   rasa  ketidakpuasan maha-
siswa/wi, kaum intlektuil maupun warga biasa. Dengan memberikan semacam “ultimatum” 
kepada pemerintah pengganti seolah-olah dia  masih  concern terhadap cita-cita 
reformasi. 
Dan sesungguhnya dia ikut bermain di dua muka, muka pertama mengelabuhi para reformis 
sejati sedang muka kedua melanggengkan status quo. Akibatnya dapat   dirasakan  bagai-
mana pemerintah pengganti lebih rakus dan bermoral rendah dibandingkan dari yang 
diganti-
kannya. 

Disela-sela dua muka yang dimainkannya,  digalanglah   dan   dideklarasikanlah  PAN 
untuk 
menghadapi Pemilu guna merebut posisi  jabatan Presiden yang  diidam-idamkannya. Hasil-
nyapun jeblog tidak seperti yang menjadi  lamuan dan  impianya di sela-sela menuju 
tempat 
kampanye maupun rapat. Dengan diantar dan dijemput mobil jeep cheroke maupun numpang 
helikopter membanyangkan empuk dan enaknya menjadi Presiden. Lemaslah seluruh sendi-
sendi   tubuh   karena   ambisi   untuk meraih orang nomor satu di Negara Bangsa ini, 
pupus 
sudah. 

Bukanya Prof. Dr. Amien Rais namanya kalau  tidak  mampu   untuk  menelan   ludahnya 
dan 
mengingkari apa yang pernah diucapkannya sendiri. Sebagai seseorang  yang  sudah  
ditokoh-
kan, rasa malu akan ucapan atau tindakan yang  bertentangan   dengan   pengetahuan  
umum 
yang baik tidak akan mengusik  nuraninya.   Apalagi  bila dengan itulah, semua ambisi 
pribadi, 
golongan dan kelompok   kepentingannya   sendiri   akan   terwujud.  Persetan dengan 
Negara 
Bangsa mau tercerai berai atau berdiri kokoh yang penting   apapun   yang   menjadi 
ujarannya 
harus menjadi kenyataan. Apapun langkah dan tindakan harus dilaksanakan meskipun  
amoral 
demi namanya kekuasaan dan tentu kenikmatan. 

Meski banyak perbedaan akan tetapi ada   satu   persamaan   dalam   meniti kariernya 
masing-
masing. Tidak jauh dari   penggalangan-penggalangan   dan   memanfaatkan sentimen 
deharmo-
nisasi kehidupan di warga masyarakat umum. Ditambah dengan  oportunisme dan penjilatan 
ke 
segala arah tanpa memiliki rasa malu dengan  menggadaikan harkat dan  martabatnya 
sebagai 
manusia Walaupun berbeda nama tetapi berinti sama dengan jargon safari atau tablig 
dibuatlah 
pergerakan perekayasaan opini menjadi suatu tenaga legimitasi dan penekan. 

Siapa yang dapat dipegang lidahnya diantara keduanya? Tidak   ada yang   dipilih  
sekedar cuma 
hari-hari omong kosong. Tetapi Harmoko masih lebih baik karena tidak pernah memakai 
sentimen 
berbau agama demi mempopulerkan dirinya untuk menggapai cita-citanya. Sialnya saja, 
Harmoko 
tidak dapat membaca tanda-tanda zaman. Itu saja tidak kurang maupun lebih. 

Salam, 

HAJI (Harus Adil Jujur Ikhlas) 

----- End of forwarded message from bung haji ----- 

Kirim email ke