From: epamitb <[EMAIL PROTECTED]> To: Nasrullah Idris <[EMAIL PROTECTED]>; **MILIS ITB <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: Soal "1/2 dibagi 1/3" untuk 100 Orang Tamatan SMA Dr. RK Sembiring : ----------------------- Terlalu memang kalau anak SMA tidak dengan segera dapat menjawab 1/2:1/3. Perlu reformasi pendidikan matematika di Indonesia. Sekarang saya sedang bekerja kearah itu. Nasrullah Idris : ------------------- Hallo Bapak Sembiring! Terima kasih atas responnya. Seperti kita ketahui, hitungan seperti "1/2 : 1/3" sudah diajarkan kepada anak sekolah sejak kelas IV SD. Ini diberlakukan pada berbagai format kurikulum pendidikan untuk materi yang terkait. Hampir semua orang yang mampu melewati jenjang SD telah memperolehnya. Karena menyangkut sesuatu yang terhubungkan dengan realitas kehidupan, yakni perhitungan pecahan. "1/2 : 1/3" sebenarnya perhitungan yang sangat sederhana. Bilangan yang dijadikan contoh pun diambil dari fenomena yang sudah populer. Siapa pun akan pernah terlibat dalam banyak fenomena. Sehingga diharapkan kehadirannya bisa mencapai sasaran pengertian. Selanjutnya menjadi model perhitungan dengan faktor kesulitan setingkat yang tidak terlupakan sampai kapan pun, yang berarti telah menjadi bagian kebudayaannya masing-masing. Memang demikian hakikat dari tujuan kehadiran pengajaran Matematika kalau dilihat dari pendidikan sebagai sarana pembebasan dan pemecahan. Jadi terdidik maupun pendidik tidak hanya merasakan sekedar mekanisme simbol yang sudah teridealkan, juga cerminan korelasi terhadap makna aplikasinya. Namun untuk masalah "1/2 : 1/3" ternyata tidak semua orang bisa menghitungnya dengan cepat atau mudah. Malah terjadi di kalangan lulusan SMA. Pilihlah seratus responden dengan usia 30-40 tahun di antara mereka secara acak. Lalu ajukanlah soal tersebut dengan bijaksana agar tidak sampai memberi kesan pelecehan terhadap kemampuan hitung mereka. Jangan kaget kalau anda menemukan banyak dari mereka "tidak bisa", "salah", atau "cukup lambat" dalam menjawabnya. Sungguh ironis. Terlebih bila diketahui bahwa di antara mereka banyak memperoleh nilai biru untuk mata pelajaran Matematika dalam rapornya, yang secara kejujuran intelektual berarti memenuhi persyaratan untuk dikatakan mampu. Saat Matematika mengalami perkembangan pesat dewasa ini melalui isyarat sains/teknologi, kenyataannya masih banyak saudara kita tamatan SMA yang tidak mampu berintegrasi dengan berbagai perhitungan sepele. Mengapa itu sampai terjadi, itulah yang perlu dikaji. Salam, Nasrullah Idris