Beberapa minggu  terakhir ini Tumin meninggalkan kebiasaannya sebagai
penyemir sepatu di stasiun kereta api. Pasalnya, ia baru saja memperoleh
inspirasi tentang kemungkinan pembuatan semir dari arang kayu, sehingga
selama itu konsentrasi hanya tertuju pada hal yang gituan, sekaligus
melakukan berbagai eksperimen.
    Entah apa dasarnya. Ia yang hanya tamatan SD itu begitu  yakin,
pembuatan semir dari arang bisa menghemat biaya sampai 30 persen.
    Untuk memastikannya, ia pada hari keempatnya absen sebagai penyemir
sepatu, pergi ke rumah Prof.Dr.Ir. Nasrullah Idris Ph.D, MA, MBA, MSc,
seorang pakar persemiran kawakan, juga seorang pengusaha kaya, yang tiada
lain adalah tetangganya juga.
   "Assalamualaikum!", sapa Tumin melihat Profesor Nasrullah duduk di
serambi depan sambil membaca koran.
   "Waalaikumussalam, Apa kabar nih. Tumben datang pagi-pagi begini ?", ujar
sang profesor penuh kharismatik, "Ayo duduk sini.  Ada apa nih? "
    "Begini, Pak Prof", ujar Tumin yang sudah berusia 20 tahun itu rada
gugup, "Saya membuat hasil eksperimen berupa semir yang terbuat dari arang
kayu. Hasilnya saya bawa"
     "Bagus tuh. Itu menandakan kamu kreatif. Coba lihat!"
     "Baik, Pak Prof!"
     Diperlihatkanlah oleh Tumin, gumpalan hitam yang diwadahi kaleng bekas
cat. Sekaligus menerangkan proses pembuatannya.
     "Jadi apa nih yang bisa saya bantu?"
     "Kalau nggak keberatan, saya mohon Pak Prof untuk memberikan petunjuk,
agar ini bisa diproduksi"
     "Oooo begitu.... ya ya ya. Baiklah", ujar Profesor Nasrullah bersiap
memberikan nasihat, "Begini, karya kamu itu bagus. Namun untuk sampai
diproduksi diperlukan proses panjang"
     "Panjang bagaimana, Pak Prof", Tumin menyela.
     "Ya, harus dilakukan ujicoba berulang kali, agar mempunyai kepastian
kualitas.  Karena kalau semir ini terbukti bisa merusak tangan, berarti
kelayakannya masih diragukan"
     "Ooooo .... begitu rupanya. Ternyata tidak mudah ya"
     "Jelas", tegas Profesor Nasrullah sambil mengekspresikan penampilan
yang berwibawa, "Malah kalau tetap diproduksi serta diperjualbelikan,
kemudian ada konsumen yang ngelapor, kamu bisa dimintai pertanggungjawaban"
     "Ha ... !", mata Tumir agak terbelalak.
     "Taroklah semuanya beres. Kamu akan dihadapkan lagi pada masalah pajak,
izin usaha, pokoknya ada beberapa lagi. Maklumlah, kita harus tunduk pada
hukum"
     Singkatnya setelah cukup lama memperoleh nasihat maka Tumin pun minta
permisi.
     "Teruslah berkarya"
     "Iya, Pak Prof!"
     Tumin pun meninggalkan rumah Profesor Nasrullah
     Sampai di rumahnya ia tidak lagi melanjutkan karyanya untuk membuat
semir dari arang kayu. Pikirannya jadi buntu setelah mendengarkan nasihat
dari guru besar di sebuah perguruan tinggi terkenal itu. Kreativitasnya
nggak jalan lagi. Malah semir dalam kaleng itu pun dibuangnya ke dalam bak
sampah. Alasannya karena kelayakannya belum bisa dipertanggungjawabkan.
     Akhirnya diputuskanlah bahwa mulai besok ia kembali menjadi penyemir
sepatu, tanpa menyesali sedikit pun akan nasihat yang diberikan Profesor
Nasrullah.



Salam,

Nasrullah Idris














Kirim email ke