Tuan suhu Alkhori, saat ingatkan suhu akan sosok Muhammad Iqbal, bukan hanya karena beliau adalah sosok yang diterima oleh baik kalangan "fun" maupun "lib", tetapi karena beliau juga adalah salah satu sosok utama yang menghadapi secara langsung masalah Ahmadiyah di awal-awal kemunculannya.
Lewat analisis yang mendalam, beliau bahkan menyatakan MGA adalah antek imperialis Inggris yang sengaja dikreasi agar terjadi kesemrawutan internal di kalangan kaum muslimin. Sayang buku beliau saya cari-cari sudah tidak ada lagi, tampaknya dibawa ibu mertua saya saat hangat kasus Ahmadiyah di Indonesia beberapa waktu lalu. Fakta bahwa Ahmadiyah bisa eksis sampai hari ini, merupakan bukti bahwa kaum muslimin sebetulnya sangat toleran, bahkan terhadap aliran yang nyata-nyata sangat sesat sekali pun. Nah, dengan begitu, semestinya kita yang merupakan generasi belakangan tetap menjaga agar kesesatan itu tetap tampak jelas. Pernah baca the Prince-nya Machiavelli, tuan suhu Alkhori? Nah, bukankah salah satu rekomendasi Machiavelli dalam perang dan penguasaan adalah "rekayasa musuh-musuhmu sampai mereka tidak lagi menganggap kamu sebagai musuhnya." Nah, takutnya keinginan tuan suhu Akhori untuk menepis semua perbedaan dan mengedepankan persamaan, justru membawa risiko kaum muslimin menjadi tidak bisa lagi mengidentifikasi siapa sebenarnya musuh-musuh yang ingin merusak-rusaki kemurnian ajaran islam yang tsawwabit (baku). (Catatan: kalau yang mutaghayyirah [nisbi], jelas boleh dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman tho?). BTW, CMIIW dengan istilah-istilah tersebut, sebab sudah lama saya tidak bermain-main dengannya - arabic saya kan masih mbelgedhes terus nih. Kalau kita menggunakan analisis sosiologis dalam banyak kasus konflik sosial, akan kita dapati bahwa akar penyebab konflik justru seringkali tidak terletak pada perbedaan muatan kepercayaan, tetapi terletak pada kepentingan-kepentingan yang dilandasi syahwat untuk menguasai hak-hak milik orang lain. Salam hangat B. Samparan --- On Tue, 5/5/09, Alkhori M <m.alkh...@qatar.net.qa> wrote: > Copas, kalau yang ini setuju sekali > “Kalau sudah > jelas Ahmadiyyah itu > non-muslim, ya sudah. Tinggal apply "lakum dinukum > waliyadin" tho, > selesai - bisa tetap damai. (sepertinya ada mispersepsi - > dikiranya kalau > berbeda = perang / tidak damai. Jelas sejarah sudah > berkali2 membuktikan > sebaliknya) > > > > Alkhori M > > Alkhor Community > > Qatar > > > > -----Original Message----- > > From: is-lam-boun...@milis.isnet.org > [mailto:is-lam-boun...@milis.isnet.org] On > Behalf Of Harry Sufehmi > > > > > > > > Kalau sudah jelas Ahmadiyyah itu > non-muslim, ya sudah. Tinggal apply > > "lakum dinukum waliyadin" tho, > selesai - bisa tetap damai. > > (sepertinya ada mispersepsi - dikiranya > kalau berbeda = perang / tidak > > damai. Jelas sejarah sudah berkali2 > membuktikan sebaliknya) > > > > Bukannya malah berusaha dengan segala > cara dan justifikasi (hindari > > perbedaan, dst) untuk membenarkan. Ini > sih seperti berusaha memasukkan > > balok persegi ke dalam lubang segitiga > :) > > > > > > > > -----Inline Attachment Follows----- > > _______________________________________________ > Is-lam mailing list > Is-lam@milis.isnet.org > http://milis.isnet.org/cgi-bin/mailman/listinfo/is-lam > _______________________________________________ Is-lam mailing list Is-lam@milis.isnet.org http://milis.isnet.org/cgi-bin/mailman/listinfo/is-lam