Betul pak....tradisi seperti itu memang harus di hilangkan sedikit2.....
Wali songo pun sebenarnya tidak menginginkan budaya seperti itu, kenapa terjadi
seperti itu, karena seperti yang kita ketahui Wali Songo menggunakan metode
akulturasi dalam dakwahnya... nah semestinya kebudayaan yang masih "jahil"
tetapi berbau Islam tersebut lama-lama pudar ke-"jahil"annya dan Islam
menggantikan seluruh aspek kegiatan masyarakat Indonesia, Jawa pada khususnya
(Arena Dakwah Wali Songo), namun proses itu belum berakhir, kemudian terjadilah
kolonialisme... sehingga proses mandeg di tengah jalan menyisakan apa fenomena
beberapa waktu yang lalu (Haul, sekaten, peringatan orang meninggal...dlsb)
Alhamdulillah, sekarang budaya "jahil" itu sudah mulai pudar, tetapi
Na'udzubillah yang menggantikan bukan Islam tetapi, kebudayaan barat yang lebih
"jahil" dan merusak. Mungkin karena globalisasi yang salah ditanggapai di
Indonesia.
Semoga Allah memberikan kemenangan perjuangan Dakwah Islam di Tanah Air kita
Tercinta ini. Robbana la tuzigh qulubana ba'daidz hadaitana wahablana milla
dunka rahmah innaka antal wahhab.
regards,
Risang Dipta Permana
+6281393127309
Hmm,
Ngomong-ngomong, kang Bango kampungnya dimana? Kok, mirip kampung saya,,
hihihihi, aya-aya wae.
Btw, dulu saya yang paling keras menentang budaya-budaya layak gitu di kampung
saya.
Dan saya dikucilkan para tokoh masyarakat kampung.
Tapi sekarang saya sudah tidak lagi dikucilkan oleh mereka.
Karna mereka sekarang sudah meninggalkan dunia ini.
Hihihi. Sekarang mulai regenerasi. Kaum muda di kampung tidak lagi melakukan
ritual-ritual gituan. Tapi sayang mereka menggantinya dengan budaya sekuler dan
pergaulan bebas, blas, blas.
<Shareef>
"Ritual seperti maulid Nabi, tahlil, isra mi'raj hingga upacara kematian
(haul), belakangan mulai memudar, perlu dikuatkan kembali, karena ia sudah
mengakar dengan budaya masyarakat Indonesia" (hal. 295)
Saya kok jadi ingat pada sekaten (syahadatain?). Kalau sekarang wali songo
melihat sekaten, kira-kira sama-sama beliau itu akan dilestarikan atau
dibubarkan ya. Sekaten, seumur-umur saya tinggal di Yogyakarta dan Solo, yang
paling terkenal ya dangdut sama pasar malamnya. Dangdut lebih terkenal, tentu
saja, karena goyang erotis dari penyanyi perempuannya. Konon, para muda
berlomba merangsek ke depan, tepat di bawah panggung, biar bisa ngeker
(meneropong) celana dalam para penyanyi tersebut.
Di seumur-umur itu saya lihat sekaten ya baru 1 kali, itu karena pramuka dan
kami ditugaskan untuk mengawal pawai tumpengan ke masjid agung (?). Sampai di
masjid, pengunjung tiba-tiba pada histeris berebut tumpengan tersebut. Nah,
temen-temen putri kami juga jadi histeris, takut terinjak mereka yang berebutan
itu. Akhirnya kami yang laki-laki berbalik harus melindungi temen-temen putri
kami, dengan membentuk pagar betis.
Nah, berkenaan dengan haul kematian, para tetangga kami juga suka mengadakan.
Tapi yang rame ya main judi kartunya. Setiap yang giliran menang, menyisihkan
sebagian kemenangannya ke piring yang disediakan tuan rumah, ya itu untuk
menutup biaya haul. Mereka ya mengaku Islam (aswaja?), tapi solatnya kebanyakan
berantakan, ke masjid, seminggu sekali saja kadang tidak. Nih, belum masalah
setelah haul ternyata mereka-mereka jadi punya hutang sana-sini, apalagi kalau
haul-nya di hari yang ke seribu. Eee, masak yang ginian mau dilestarikan.
Salam hangat
B. Samparan
Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
_______________________________________________
Is-lam mailing list
Is-lam@milis.isnet.org
http://milis.isnet.org/cgi-bin/mailman/listinfo/is-lam