Ass.Wr.Wb. Agar jamaah waspada, di rumah kita rayap ini juga cukup ganas. Jadi, serangan rayap di Istana Negara sama dengan serangan di Istana Para Warga. Sok .... cek sendiri besok di rumah.
Catatan : jenis rayap coptotermes, menurut petugas foging tempo hari, adalah jenis paling ganas dan bisa merusak bangunan sampai ketinggian gedung 30 lantai! Wass / Jaerony.- http://www.gatra.com/artikel.php?id=93859 Super-Rayap Gerogoti Istana Negara SEHARI-hari, Ir. Yudi Rismayadi lebih sering berkutat di Laboratorium Biologi Hasil Hutan, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor (IPB). Kalau tidak, ia sering mengajar di Bandung. Tapi jangan ditanya kalau Yudi sedang beraksi. Ciaat! Sekali tepuk, ribuan nyawa melayang! Eit, jangan silap, ini bukan nyawa orang, melainkan rayap. Yudi memang punya "profesi sampingan": pemburu rayap. Miriplah dengan tim pemburu hantu, Ghostbuster, di film layar lebar. Suatu kali, Yudi mendapat order penting, langsung dari Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto. Wah, agaknya situasi genting. Benar saja, "Rayap telah menyerbu Istana Merdeka," kata Yudi. Jahanam benar. Maka, meluncurlah tim "rayap-buster" ini ke istana, September silam. Untuk order spesial ini, Yudi membawa pasukan khusus: Prof. Rudy Tarumingkeng dan Prof. Surjono Surjokusumo. Sampai di tujuan, mereka tak leluasa melenggang di bangunan yang berumur setidaknya dua abad itu. Banyak ruangan yang dijaga ketat, tak boleh dimasuki. Tapi ini tentu tak berlaku bagi bangsa rayap. Buktinya, di ruangan tempat presiden biasa menerima tamu negara, plafonnya ambruk. "Yang tinggal hanya rangka alumuniumnya," tutur Surjono. Tim pun terus menyigi ruangan istana lainnya selama tiga hari berturut-turut. Hasilnya? "Bangunan istana ini sudah akut diserang rayap, terutama pada struktur atas seperti plafon dan penyangga gipsum," kata Yudi. Menurut Yudi, istana megah itu tengah disantap rayap jenis Coptotermes formosanus. Ini bukan rayap jelata, melainkan jenis super-rayap (lihat: Copto Sang Pembobol). Si semut putih itu memang bikin geregetan semua orang. Betapa tidak, lihat saja hasil kalkulasi Yudi pada beberapa rumah penduduk yang terserang rayap. Di Bogor, kerugian akibat rayap rata-rata Rp 159.000, Surabaya Rp 222.000, dan terbanyak adalah Jakarta, sebesar Rp 271.000. "Itu untuk rata-rata sebuah rumah tinggal. Kalau dihitung secara nasional, total kerugian serangan rayap mencapai Rp 2,7 trilyun," ujar Yudi. Biang keroknya, ya, si super-rayap, Coptotermes. Ia bisa dijumpai di hampir semua kota besar Indonesia. Menurut Surjono yang menggeluti rayap sejak 1980-an, perkembangan koloni rayap memang luar biasa. "Dulu mereka hanya berada di lahan pertanian dan perkebunan. Sekarang mampu menyerang gedung, mal, hotel, dan perkantoran," katanya. Kota yang terbanyak diserang adalah Jakarta (78%), disusul Semarang, Surabaya, Serang, dan Bogor. Padahal, kata Surjono, bangunan bertingkat umumnya memiliki struktur sangat kokoh. Sruktur bawah bangunan sebagian besar adalah beton bertulang, yang secara konstruksi mustahil dapat dilalui rayap. Tapi toh tembus juga. "Itu karena rayap sekarang mampu menembus penghalang fisik," ujarnya. Itu terjadi pada hotel dan apartemen bertingkat, seperti Hotel Indonesia, Gajah Mada Plaza, Apartemen Semanggi, dan Apartemen Taman Rasuna Said. "Plafon Hotel Indonesia sepanjang 16 meter di lantai delapan dan 14 pernah roboh tahun 1984," kata Surjono. Di Apartemen Rasuna, para pemburu menemukan makhluk kecil itu di bawah mesin cuci di lantai 33. Kok, rayap bisa memanjat begitu tinggi? "Mereka bersarang dan masuk melalui celah-celah retakan," tutur Surjono. Kalaupun tak ada celah, mereka akan masuk melalui delatasi yang dibuat untuk menahan bangunan saat gempa. Selain celah, mereka juga jeli memanfaatkan lorong instalasi kabel. Tak hanya itu, rayap juga bisa menembus silikon penyekat kaca. Lihat saja nasib Hotel Mid Plaza. Seluruh hotel dilapisi tembok kaca yang kokoh. Namun ternyata, kayu yang didatangkan dari Amerika di lobi hotel bisa rusak terserang rayap. Setelah tim melacak jejak-jejak rayap, ketahuan, "Mereka menggigit silikon perekat kaca, lalu masuk ke dalam gedung," kata Surjono. Tak hanya silikon, seng pun tembus oleh keuletan rayap. "Seng itu dilunakkan dengan cairan yang dikeluarkan rayap tentara dari kepalanya. Bahkan, kalau perlu, dia bunuh diri," ujar Surjono. Bahan kayu yang ada di balik seng pun habis diserang. Kayu jati juga bisa tembus. Itu yang terjadi pada rangka bangunan Wisma Seni Nasional yang habis diserang rayap. "Padahal, itu kayu jati tua ukuran 20 sampai 40 sentimeter lebarnya," kata Surjono. Kok, bisa? Pengelola tidak terlalu memperhatikan rembesan air yang menetes saat hujan. Selama bertahun-tahun, air mengikis testokimon, unsur alami yang membuat jati kebal rayap. Jika testokimon hilang, jati tak ubahnya kayu biasa. Mencegah serangan rayap perlu ketelatenan. Khusus untuk super-rayap, Yudi menawarkan teknologi umpan racun (bait toxicant). Secara sederhana, teknik ini menggunakan sekotak kertas tisu yang telah dilumuri heksaflumuran. "Bahan ini telah diteliti di IPB dan dinyatakan aman, tidak berbau, ramah lingkungan, dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan mamalia," kata Yudi. Umpan itu ditempelkan pada titik-titik pusat koloni rayap. Karena bahan tisu merupakan turunan dari bahan dasar kayu, rayap pekerja akan tertarik mengerubunginya. Mereka bakal membawanya ke pusat makanan. "Ketika tiba saatnya makan, racun itu akan dibagi-bagikan kepada teman-temannya dan mati semua," tutur Yudi. Racun itu berfungsi menghambat pembentukan kulit rayap. Jika pembentukan kulit gagal, rayap pasti mati. Kata Yudi, obat itu memang bekerja lambat, tapi tetap efektif. Keandalan umpan rayap ini juga telah dievaluasi di Florida, Amerika Serikat, pada jenis Coptotermes dan R. flavipes kollar. Dengan dosis 4-1,5 mg, populasi rayap tanah dapat dikurangi sebesar 90% -100% dari satu koloni rayap yang berjumlah 0,17-2.8 juta ekor (Su, 1994). Umpan rayap itu lebih cocok untuk rumah tinggal. Untuk gedung yang telanjur sakit, seperti Istana Merdeka, Surjono lebih cenderung menggunakan metode terpadu. "Saya menganjurkan disterilisasi dulu, baru direhab," katanya. Jika tidak, menurut guru besar keteknikan kayu ini, ia khawatir bahan-bahan baru akan mengalami nasib sama. Teknik terpadu itu, selain menggunakan umpan racun, juga harus ada perlakuan tanah dan kayu bangunan. "Maksudnya, tanah fondasi dan kayu harus diinjeksi dengan termitisida," kata Yudi. Injeksi termitisida dilakukan pada setiap lubang pengeboran dengan tekanan tinggi, sehingga dapat tersebar merata di permukaan tanah dan bersambungan dengan termitisida yang diinjeksikan pada lubang lainnya. Untuk perawatan kayu bisa hanya dengan cara disemprot, dicelup, atau direndam dengan termitisida. "Bisa juga dengan teknik pengawetan vakum tekan," ujar Yudi. Teknik yang terakhir ini hanya dapat diaplikasikan di industri pengawetan kayu yang memiliki fasilitas itu. Soal biaya perawatan, Yudi mengaku, memang agak mahal. Untuk perlakuan tanah (semprot), rata-rata menghabiskan Rp 30.000 per meter persegi. Jika memakai umpan, untuk bangunan di bawah lima lantai, mencapai Rp 180.000-250.000 per keliling bangunan. "Lebih tinggi memang lebih mahal," kata Yudi. Padahal, rayap sekarang makin tak takut ketinggian. Nur Hidayat dan Alexander Wibisono [Ilmu & Teknologi, Gatra Edisi 23 Beredar Senin, 17 April 2006 [Non-text portions of this message have been removed] -------------------------------------------------------------- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com