-------- Original Message ------- Date: Fri, 28 Apr 2006 20:47:26 -0700 (PDT) From: Syahrizal Musa <[EMAIL PROTECTED]>
*MEWASPADAI PERAN GEREJA DALAM SEPARATISME* Setelah terbukti bersalah melakukan kerusuhan dan pembantaian umat Islam di Poso yang klimaksnya terjadi pada bulan Mei-Juni 2000, Tibo dkk akhirnya divonis hukuman mati oleh Pengadilan. Menjelang pelaksanaan hukuman mati, Tibo buka suara. Menurutnya, bahwa selain 16 tokoh yang pernah mereka sebutkan, Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berpusat di Tentena kota kecil di tepian Danau Poso juga terlibat secara langsung dalam kerusuhan Poso. Ia menjelaskan, keterlibatan para tokoh di GKST itu antara lain dengan memberikan dukungan moril serta lainnya kepada massa "Pasukan Merah" yang hendak menyerang warga Muslim di wilayah Poso. "Saya katakan bahwa sebelum kami turun ke Poso, kami didoakan di halaman GKST oleh para pendeta," kata dia meyakinkan. (/Republika/, 15 April 2006). Tibo sendiri sudah mengakui bahwa dirinya adalah pimpinan Kelompok Merah yang melakukan pembantaian langsung kaum Muslim di Poso, yang mengakibatkan lebih 1.000 orang terbunuh dan hilang. Namun, beberapa LSM dan aktifis gereja melakukan pembelaan terhadap Tibo dan meminta Tibo tidak dihukum mati. Pastor Jimmy Tumbelaka, pendamping rohani Tibo dkk kepada /Suara Pembaruan/ Sabtu (8/4) pagi mengatakan dia sangat menyesalkan keputusan Pemerintah yang tetap akan mengeksekusi mati Tibo dkk. Menurut Jimmy, pengorbanan Tibo sama seperti pengorbanan Kristus yang tidak bersalah. (/Kompas/, 3 April 2006). Di Manado, umat Katolik dari wilayah Keuskupan Manado Selasa (11/4) menggelar aksi keprihatinan terhadap rencana eksekusi mati terpidana kasus Poso. Mereka mendatangi DPRD dan Kejati Sulut. Demo itu diwarnai aksi Jalan Salib Sengsara untuk Tibo cs. Aksi itu didukung Uskup Manado yang juga utusan khusus Vatikan untuk Kasus Tibo Cs, Mgr Yoseph Suwatan MSc. Di samping, meneriakkan yel-yel menolak hukuman mati terhadap Tibo dkk, mereka juga membawa sejumlah spanduk. Salah satu spanduk berbunyi: /Hukum Mati bagi Tibo cs Akan Picu Disintegrasi NKRI/. (/RakyatMerdeka,co.id/, 10/4/2006). *Gerakan Memicu Separatisme* Dari beberapa fakta di atas, jelas bahwa jika pengakuan Tibo benar, wajar bila disinyalir selama ini ada keterlibatan pihak Gereja (Kristen), baik langsung ataupun tidak langsung, dalam menciptakan konflik di Poso, yang bisa mengarah pada gerakan separatisme (upaya memisahkan diri). Gejala keterlibatan pihak Gereja (Kristen) dalam mendorong gerakan separatisme sebetulnya tidak hanya di Poso, melainkan juga di Papua. Baru-baru ini, Duta Besar RI untuk Australia, Tengku Hamzah Thayib, buka mulut. Menurutnya, Persekutuan Gereja Australia (Uniting Church in Australia/UCA) mendukung kampanye Papua merdeka dan menebarkan informasi soal adanya genosida (pembantaian massal) di Papua. Tengku Hamzah menjelaskan bahwa informasi tersebut diperolehnya dari perbincangan dan dialog dengan berbagai kelompok di Australia. Mantan petinggi UCA, John Barr, dikatakannya, termasuk pihak yang membenarkan informasi tersebut. Hamzah menyatakan, dirinya sudah berusaha mengkonfirmasi dan mengingatkan tentang kebenaran informasi tersebut kepada UCA. Tapi John Barr, kata dia, tetap bersikeras dengan menyatakan informasi yang didapatkannya itu benar adanya. (/Republika.co.id/, 19 April 2006). Kejadian di atas juga mengingatkan kita pada konflik yang terjadi di Maluku yang didalangi terutama oleh gerakan separatis RMS (Republik Maluku Selatan) beberapa waktu lalu, yang terjadi selama tahun 1999, 2002, dan 2004. Indikasi tentang adanya keterlibatan pihak Kristen ini dapat dilihat dari beberapa fakta, antara lain: 1. Pendukung RMS beragama Kristen, sekalipun seperti yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh agama tersebut, tidak semua orang Kristen mendukung RMS. 2. Kelompok Kristen Ambon pernah mendesak Pemerintah agar penanganan kasus Ambon diserahkan pada lembaga Internasional, namun permintaan ini langsung ditolak oleh Pemerintah (23/2/2002). (b) Pada pembantaian umat Islam tahun 2004 di Ambon terdapat penembak jitu (/sniper/) dari RMS, seperti pengakuan para personil Brimob dan pantauan beberapa media massa. /Sniper/ berada di gedung tinggi warna putih (Gereja Rehoboth). 3. Pimpinan Gereja Maluku pernah mengirim SOS ke seluruh dunia terkait dengan konflik Maluku. Di samping Poso, Papua, dan Maluku, pengalaman Timor Timur juga menunjukkan bagaimana Gereja Katolik di sana berperan aktif mendukung lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa lepasnya Timor Timur tidak lepas dari hasil kerjasama antara Gereja-dengan tokohnya Uskup Bello-dan negara-negara Barat atas nama PBB. Bila demikian, semua pihak perlu secara jernih dan jujur memperhatikan hal ini hingga tidak terjadi lagi gerakan separatisme di Indonesia. *Kerjasama dengan Pihak Asing/Penjajah* Jika kita telaah lebih lanjut, konflik yang terjadi di Indonesia seperti di Poso, Maluku, Papua, maupun Timtim yang kemudian berhasil lepas sudah lama diduga melibatkan pihak asing (Barat). Bahkan, setidaknya terlihat pihak asing (Barat) memanfaatkan orang-orang Kristen maupun institusi Gereja untuk menciptakan konflik tersebut, yang selanjutnya mengarah pada gerakan separatisme. Beberapa buktinya adalah sebagai berikut: 1. /Dalam kasus Poso/: Opini internasional yang selama ini dikembangkan pihak Barat penjajah (AS) adalah bahwa Poso dimasuki oleh jaringan terorisme. Kita tahu, terorisme yang selama ini dimaksudkan oleh Barat penjajah adalah umat Islam. Padahal menurut Ustadz H. Muhammad Adnan Arsal (Ketua Forum Silaturrahmi dan Perjuangan Umat Islam Poso) konflik Poso tidak ada hubungannya dengan terorisme dan kondisi Poso sekarang sudah aman. Adnan juga menambahkan sekarang ini telah terjadi penyusutan prosentase umat Islam di Poso yang 60% pada tahun 2000 menjadi 20% saat ini. (/Sabili/, no. 19/April 2006). Ini berarti, yang sedang terjadi di Poso sesungguhnya adalah menciptakan kondisi dimana umat Islam menjadi minoritas dan umat Kristen menjadi mayoritas. 2. /Dalam kasus Papua/: Di samping keterlibatan Persekutuan Gereja Australia sebagaimana diungkap di atas, sudah sejak lama pihak asing (terutama Australia dan AS) terbukti turut melakukan campur tangan. Tanggal 23 Maret 2006 yang lalu, pemerintah Australia memberikan visa sementara kepada 42 aktivis pro-penglepasan Papua yang meminta suaka (perlindungan). Sekretaris Kedubes Amerika serta utusan Australia, Inggris, dan negara asing lainnya juga pernah hadir dalam Kongres Papua pada tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2000 yang lalu. Kongres tersebut menggugat penyatuan Papua dalam NKRI yang dilakukan pemerintah Belanda, Indonesia, dan PBB pada masa Soekarno. Selanjutnya Kongres meminta dukungan internasional untuk memerdekakan Papua (/Kompas/, 5/06/2000). 3. /Dalam kasus Maluku/: Indikasi konspirasi itu terlihat dari pihak Kristen yang pernah meminta campur tangan pihak asing (dalam hal ini melalui PBB yang disetir oleh AS) ketika kekuatan-kekuatan mereka di lapangan di wilayah Maluku sudah sangat terdesak dan banyak menderita kekalahan. Permintaan campur tangan asing untuk urusan dalam negeri Indonesia ini dicetuskan oleh para pemimpin gereja Maluku, yaitu Pendeta Katholik Roma Ambon, Petrus Canissius Mandagi, dan Yoseph Pattiasina. Keduanya secara langsung pernah menemui Komisi tinggi HAM PBB di Geneva, Swiss. Pattiasina, secara khusus meminta Komisi itu ikut campur di Maluku. Hampir bersamaan dengan itu, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) sendiri, secara institusional menyatakan permintaan serupa. Bahkan lebih jauh, ia meminta keterlibatan PBB untuk mengawasi pelaksanaan status Darurat Sipil di Maluku. Permintaan PGI itu ditindaklanjuti Dewan Gereja-gereja Dunia (/World Council of Churches/WCC/). Secara tegas, pertengahan Juli 2000, organisasi yang menghimpun 330 gereja di 100 negara itu meminta Komisi HAM PBB mengirim pejabatnya ke Maluku. Permintaan itu disampaikan WCC melalui Sekjennya, Konrad Raiser, langsung kepada Ketua Komisi HAM PBB, Mary Robinson. Bila kenyataannya seperti ini maka seluruh masyarakat Indonesia perlu mewaspadainya. Bila tidak, skenario pemecahbelahan negeri Muslim terbesar ini akan menjadi kenyataan. *Tak Hanya di Indonesia* Sebetulnya, upaya Barat dalam mengkerdilkan negeri-negeri Muslim dengan melibatkan agama terjadi juga di negara lain. Contohnya adalah di Sudan. Sebagaimana diketahui, di samping kaya dengan minyak hingga menjadi incaran negara-negara penjajah seperti AS, Sudan juga merupakan negara besar di Afrika dengan mayoritas penduduk Muslim. Bagi negara penjajah seperti AS, hal ini merupakan ancaman besar. Apalagi rakyat Sudan dikenal gigih memiliki keinginan untuk memperjuangkan sistem Islam yang /kâffah/. Selama ini AS memang sering menyoroti proyek islamisasi yang dilakukan di Sudan. Untuk itu, AS lalu berusaha memecah-belah Sudan dengan mendukung pemberontak Kristen di Selatan Sudan. Jauh sebelum itu, dalam catatan sejarah, negara penjajah Inggris dan Prancis pernah mengarahkan berbagai peristiwa kerusuhan dan gejolak sosial yang dilakukan di wilayah Syam (saat itu merupakan salah satu propinsi Daulah Khilafah Utsmaniyah) yang kemudian menghasilkan perpecahan wilayah Khilafah Islamiyah itu; satu propinsi dibagi menjadi dua yakni Syria dan Lebanon. Sejak itulah Lebanon selalu dipimpin oleh seorang Kristen Maronit (Lihat: Shabir Ahmed dan Abid Karim, /Akar Nasionalisme di Dunia Islam/). Bahkan, sejarah telah mencatat kejadian serupa sejak lama. Pada era penjajahan fisik, Paus Iskandar VI pernah memberikan dukungan kepada pemerintah Spanyol dan Portugal, dengan syarat, kedua penjajah ini memberikan jalan kepada misionaris untuk masuk ke negara jajahan dan mendukung segala upaya dan aktivitas misionaris Kristen di sana. Dalam era penjajahan non-fisik saat ini pun kerjasama misionaris dengan kaum penjajah tetap berlangsung. Banyak fakta mengungkapkan negara-negara Barat penjajah dan perusahaan-perusahaan multinasionalnya menanamkan modal yang sangat besar pada yayasan-yayasan misionaris. David Waren, penanggung jawab /Ensiklopedia Dunia Kristen/, menyatakan bahwa 70 miliar dolar telah dihabiskan untuk membiayai aktivitas misionaris pada tahun 1970 saja. Menurutnya, kurang dari dua dekade jumlah ini telah mencapai hampir dua kali lipatnya dan akan terus meningkat. Beberapa waktu lalu /The Guardian/ (16/3/2006) menurunkan laporan bahwa pemerintah AS telah menyalurkan dana sedikitnya dua miliar dolar ke berbagai institusi agama Kristen di seluruh dunia. Menurut /The Guardian/, jumlah sebesar itu belum ditambah dengan dukungan dana dari selain AS. Lebih detail, The Guardian menyebutkan sebagian peran organisasi Kristenisasi yang menerima bantuan berlimpah dari Barat. Misalnya /NCRP (National Council on Radiation Protection)/, yang merupakan organisasi bentukan AS untuk menjalankan proyek sosial dan bermarkas di Washington sejak tahun 1998. Besar bantuan yang mereka salurkan sepanjang tahun 1998 saja mencapai 175 miliar dolar AS; 90 persen dana tersebut digunakan untuk membangun gereja dan aktivitas keagamaan Kristen, termasuk mencetak buku-buku Kristenisasi. (/Eramuslim.com/, 30 Maret 2006). *Sikap Umat Islam* Kaum Muslim adalah umat yang satu. Jangan berikan tempat bagi siapapun yang memberikan angin separatisme! Mereka dipersatukan oleh satu agama; satu ideologi; satu akidah dan tatanan hidup, yakni Islam. Allah SWT telah menyeru mereka agar tetap berpegang pada kesatuan tersebut: /Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai./ *(QS Ali Imran [3]: 103).* Secara historis dan praktis, kaum Muslim telah membentuk satu kesatuan itu di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Saat itu seluruh kaum Muslim di Madinah saling melindungi dan menjaga kesatuan wilayah mereka. Karena itu, saat ini kaum Muslim pun wajib menjaga kesatuan negeri Islam, khususnya Indonesia, agar tidak lepas satu-persatu. Umat Islam bahkan wajib menyatukan kembali seluruh wilayah di Dunia Islam, yang dulunya juga pernah bersatu, di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. [] *Komentar:* Hermawan Kertajaya: Ekonomi Islam Itu Adil dan Indah. *(Republika, 24/04/2006)* /Tak hanya ekonomi Islam, seluruh aspek syariah Islam merupakan rahmatan lil 'alamin./ -------------------------------------------------------------- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com