Sedemikian keraskah hati ini?

Sumber : http://layar.suaramerdeka.com/index.php?id=304

Di dalam perjalanan menuju kantor, saya terlelap menikmati sejuknya udara  
dalam bus. Tak terasa hingga kondektur bus membangunkan untuk menagih  
ongkos.

Dengan kelopak mata yang masih mengerjap mengantuk, samar-samar mataku  
menangkap sosok seorang ibu setengah baya berdiri tak jauh dari tempatku  
duduk. Tapi, rasa kantuk dan lelah yang kurasakan mengalahkan niat baik  
untuk memberikan tempat duduk untuk perempuan itu.

Turun dari bus, baru lah sisi baik hati ini bergumam, "andai saya berikan  
tempat duduk kepada ibu tadi, mungkin pagi hari ini keberkahan bisa  
kuraih." Ah, kenapa baru kemudian diri ini menyesal?

Semalam, dalam perjalanan pulang dengan kereta api, duduk di hadapan saya  
seorang bapak berusia 40-an. Lewat seorang penjual air minum kemasan, dan  
ia segera menyetopnya untuk membeli. Tangan kirinya memegang segelas air  
minum kemasan sementara tangan satunya merogoh-rogoh kantongnya.

Sesaat ia memperhatikan beberapa keping yang ia mampu raih dari bagian  
terdalam kantongnya, ternyata tidak cukup, ia mengembalikan segelas air  
minum kemasan yang sudah digenggamnya kepada penjual air sambil menahan  
rasa hausnya.

Saya yang sedari tadi di depan bapak itu hanya bisa menjadikan serangkaian  
adegan itu sebagai tontonan. Tidak ada tawaran kebaikan keluar dari mulut  
ini untuk membelikannya air minum, meski di kantong saya terdapat sejumlah  
uang yang bahkan bisa untuk membeli dua dus air minum kemasan! Bayangkan,  
cuma 500 rupiah yang dibutuhkan bapak itu tapi hati ini tak juga tergerak.

Kemarin, sebelum Isya, juga dalam perjalanan pulang. Hanya berjarak 5  
kilometer dari rumah, saya melewati pemandangan yang menyentuh hati. Di  
pinggir jalan sebuah terminal, sekeluarga pemulung tengah menikmati  
penganan kecil. Suami, istri beserta dua anaknya tetap lahap meski yang  
mereka nikmati hanya sebungkus kue--entah pemberian siapa.

Sempat langkah ini terhenti setelah tujuh atau delapan langkah melewati  
mereka, sempat pula saya berpikir untuk menghampiri keluarga itu untuk  
sekadar mengajak mereka makan.

Tapi, bayangan ingin segera bertemu anak-anak di rumah mengalihkan  
langkahku untuk meneruskan perjalanan. Padahal, dengan uang yang saya  
miliki saat itu, sepuluh bungkus nasi goreng pun bisa saya belikan.  
Apalagi jumlah mereka hanya empat kepala.

Dan kalau pun harus tergesa-gesa, toh semestinya saya bisa memberikan  
sejumlah uang untuk makan mereka malam itu, atau bahkan untuk makan esok  
hari.

Duh, kenapa kaki ini justru meneruskan langkah sekadar untuk memburu  
kecupan kedua putriku sebelum mereka tidur?

Pagi ini, saya coba renungi semua perjalanan hidup ini. Ya Tuhan, sudah  
sedemikian keraskah hati ini, sehingga tanpa rasa berdosa kulewatkan  
begitu banyak kesempatan berbuat baik?

Bukankah selama ini saya selalu berdoa agar Engkau memberikanku kemudahan  
untuk berbuat baik terhadap sesama?

Tetapi ketika Engkau berikan jalan itu, saya malah melewatkannya. Tolong,  
berikan kesempatan itu lagi untukku, Tuhan.

-- 



------------------------------------------------------------------
- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 -
- Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com -

Abu Said al-Khudriy r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 
Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan 
tangannya; jika tidak sanggup maka dengan lisannya; dan jika tidak sanggup juga 
maka dengan hatinya. Itu adalah selemah-lemahnya iman. (Diriwayatkan oleh Imam 
Muslim)

Reply via email to