BICARA BAIK ATAU DIAM

Allah SWT menciptakan nikmat lisan sebagai sarana beribadah. Dengan lisan, 
manusia diperintahkan menyampaikan kebaikan, saling menasihati dalam kebenaran, 
dan memperbanyak zikir kepada Allah SWT.

Jika nikmat ini tak dapat difungsikan dengan baik, tapi justru digunakan untuk 
menggunjing, memfitnah, berkata kasar, memaki, memecah belah, dan lainnya, maka 
diam adalah pilihan paling tepat sebagaimana perintah Rasulullah SAW. 
''Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah 
berbicara dengan baik atau diam.''

Lisan laksana pisau bermata dua. Ia bisa membawa manfaat yang besar, tapi juga 
bisa menimbulkan mafsadat sangat dahsyat. Ketika Rasulullah SAW ditanya apa 
yang paling ditakuti pada umatnya, Nabi SAW menunjuk lisannya seraya berkata, 
''Inilah (yang paling aku takuti).''

Begitu besarnya bahaya yang ditimbulkan lisan, Rasulullah SAW mengajarkan 
umatnya agar menjaga lisan dengan cara diam, kecuali pembicaraan yang membawa 
maslahat. Diam adalah benteng bagi lidah manusia dari perkataan sia-sia.

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari sikap diam. Diam adalah ibadah tanpa 
mengeluarkan tenaga, perhiasan tanpa harus berhias, kharisma tanpa diminta, 
kerajaan tanpa singgasana, benteng tanpa pagar, istirahat bagi kedua malaikat 
pencatat amal, dan penutup segala aib.

Rasulullah SAW pernah mengajarkan bahwa ada dua amal ibadah yang paling mudah 
dilakukan manusia, yaitu diam dan budi pekerti yang baik. Rasul SAW juga 
mengabarkan kebanyakan manusia masuk neraka disebabkan dua hal: lisan dan 
kemaluan.

Para sahabat dan ulama terdahulu telah memberikan teladan tentang bagaimana 
menjaga lisan dari perkataan sia-sia dengan diam. Abu Bakar RA sampai 
meletakkan kerikil di dalam lisannya karena khawatir telanjur mengeluarkan 
kata-kata tidak berguna.

Ketika ditanya, beliau menjawab sambil menunjuk lisannya, ''Inilah yang 
menjerumuskan aku pada jurang kecelakaan.'' Selama 40 tahun, Manshur bin Mu'taz 
tidak pernah berbicara setelah Isya. Rabi' bin al-Khaitsam tidak pernah 
melakukan pembicaraan tentang urusan dunia selama 20 tahun.

Setiap pagi, beliau selalu meletakkan pena dan kertas di sampingnya dan menulis 
setiap perkataan yang keluar dari lisannya. Sore harinya, beliau memeriksa 
tulisan itu, lalu melakukan introspeksi diri. Selanjutnya meminta ampun kepada 
Allah SWT. (HMA-Rep)



Original Message : Saputra Deddy 

Kirim email ke