From: "Jeanne Kaligis" <[EMAIL PROTECTED]> Ceritakan pada Dunia Untukku Oleh: John Powell, S.J.
Sekitar 14 tahun yang lalu, aku berdiri menyaksikan para mahasiswaku berbaris memasuki kelas untuk mengikuti kuliah pertama tentang teologi iman. Pada hari itulah untuk pertama kalinya aku melihat Tommy. Dia sedang menyisir rambutnya yang terurai sampai sekitar 20 cm dibawah bahunya. Penilaian singkatku: dia seorang yang aneh ? sangat aneh. Tommy ternyata menjadi tantanganku yang terberat. Dia terus-menerus mengajukan keberatan. Dia juga melecehkan tentang kemungkinan Tuhan mencintai secara tanpa pamrih. Ketika dia muncul untuk mengikuti ujian di akhir kuliah, dia bertanya dengan agak sinis, "Menurut Pastor apakah saya akan pernah menemukan Tuhan?" "Tidak," jawabku dengan sungguh-sungguh. "Oh," sahutnya. "Rasanya Anda memang tidak pernah mengajarkan bagaimana menemukan Tuhan." Kubiarkan dia berjalan sampai lima langkah lagi dari pintu, lalu kupanggil. "Saya rasa kamu tak akan pe rnah menemukan-Nya. Tapi, saya yakin Dialah yang akan menemukanmu." Tommy mengangkat bahu, lalu pergi. Aku merasa agak kecewa karena dia tidak bisa menangkap maksud kata-kataku. Kemudian kudengar Tommy sudah lulus, dan saya bersyukur. Namun kemudian tiba berita yang menyedihkan: Tommy mengidap kanker yang sudah parah. Sebelum saya sempat mengunjunginya, dia yang lebih dulu menemui saya. Saat dia melangkah masuk ke kantor saya, tubuhnya sudah menyusut, dan rambutnya yang panjang sudah rontok karena pengobatan dengan kemoterapi. Namun, matanya tetap bercahaya dan suaranya, untuk pertama kalinya, terdengar tegas. "Tommy ! Saya sering memikirkanmu. Katanya kamu sakit keras?" tanyaku langsung. "Oh ya, saya memang sakit keras. Saya menderita kanker. Waktu saya hanya tinggal beberapa minggu lagi." "Kamu mau membicarakan itu?" "Boleh saja. Apa yang ingin Pastor ketahui?" "Bagaimana rasanya baru berumur 24 tahun, tapi kematian sudah menjelang?" Jawabnya, "Ini lebih baik ketimbang jadi lelaki berumur 50 tahun namun mengira bahwa minum minuman keras, bermain perempuan, dan memburu harta adalah hal-hal yang 'utama' dalam hidup ini." Lalu dia mengatakan mengapa dia menemuiku. "Sesuatu yang Pastor pernah katakan pada saya pada hari terakhir kuliah Pastor. Saya bertanya waktu itu apakah saya akan pernah menemukan Tuhan, dan Pastor mengatakan tidak. Jawaban yang sungguh mengejutkan saya. Lalu, Pastor mengatakan bahwa Tuhanlah yang akan menemukan saya. Saya sering memikirkan kata-kata Bapak itu, meskipun pencarian Tuhan yang saya lakukan pada masa itu tidaklah sungguh-sungguh. "Tetapi, ketika dokter mengeluarkan segumpal daging dari pangkal paha saya", Tommy melanjutkan "dan mengatakan bahwa gumpalan itu ganas, saya pun mulai serius melacak Tuhan. Dan ketika tumor ganas itu menyebar sampai ke organ-organ vital,saya benar-benar menggedor-gedor pintu surga. Tapi tak terjadi apa pun.." Lalu, saya terbangun di suatu hari, dan saya tidak lagi berusaha keras mencari-cari pesan itu. Saya menghentikan segala usaha itu. Saya memutuskan untuk tidak peduli sama sekali pada Tuhan, kehidupan setelah kematian, atau hal-hal sejenis itu." "Saya memutuskan untuk melewatkan waktu yang tersisa melakukan hal-hal penting," lanjut Tommy. "Saya teringat tentang Pastor dan kata-kata Pastor yang lain: Kesedihan yang paling utama adalah menjalani hidup tanpa mencintai. Tapi hampir sama sedihnya, meninggalkan dunia ini tanpa mengatakan pada orang yang saya cintai bahwa kau mencintai mereka. Jadi saya memulai dengan orang yang tersulit: ayah saya. "Ayah Tommy waktu itu sedang membaca koran saat anaknya menghampirinya." "Pa, aku ingin bicara." "Bicara saja." "Pa, ini penting sekali." Korannya turun perlahan 8 cm. "Ada apa?" "Pa, aku cinta Papa. Aku hanya ingin Papa tahu itu." Tommy tersenyum padaku saat mengenang saat itu. "Korannya jatuh ke lantai. Lalu ayah saya melakukan dua hal yang seingatku belum pernah dilakukan nya. Ia menangis dan memelukku. Dan kami mengobrol semalaman, meskipun dia harus bekerja besok paginya." "Dengan ibu saya dan adik saya lebih mudah," sambung Tommy. "Mereka menangis bersama saya, dan kami berpelukan, dan berbagi hal yang kami rahasiakan bertahun-tahun. Saya hanya menyesalkan mengapa saya harus menunggu sekian lama. Saya berada dalam bayang-bayang kematian, dan saya baru memulai terbuka pada semua orang yang sebenarnya dekat dengan saya. "Lalu suatu hari saya berbalik dan Tuhan ada di situ. Ia tidak datang saat saya memohon pada-Nya. Rupanya Dia bertindak menurut kehendak-Nya dan pada waktu-Nya. Yang penting adalah Pastor benar. Dia menemukan saya bahkan setelah saya berhenti mencari-Nya." "Tommy," aku tersedak, "Menurut saya, kata-katamu lebih universal daripada yang kamu sadari. Kamu menunjukkan bahwa cara terpasti untuk menemukan Tuhan adalah bukan dengan membuatnya menjadi milik pribadi atau penghiburan instan saat membutuhkan, melainkan dengan membuka diri pada cinta kasih." "Tommy," saya menambahkan, "boleh saya minta tolong? Maukah kamu datang ke kuliah teologi iman dan mengatakan kepada para mahasiswa saya apa yang baru kamu ceritakan?" Meskipun kami menjadwalkannya, ia tak berhasil hadir hari itu. Tentu saja, karena ia harus berpulang. Ia melangkah jauh dari iman ke visi. Ia menemukan kehidupan yang jauh lebih indah daripada yang pernah dilihat mata kemanusiaan atau yang pernah dibayangkan. Sebelum ia meninggal, kami mengobrol terakhir kali. Saya tak akan mampu hadir di kuliah Bapak," katanya. "Saya tahu, Tommy." "Maukah Bapak menceritakannya untuk saya? Maukah Bapak menceritakannya pada dunia untuk saya?" "Ya, Tommy. Saya akan melakukannya." (Sebarkan e-mail ini untuk membantu Pater John menyebarkan cerita Tommy pada dunia). Semoga menjadi berkat, God bless ............. ============================================== From: Jeanne Kaligis Hari ini Tuhan mengajar ku... Pagi ini setelah libur panjang, aku kembali bersiap-siap untuk berangkat kerja. Setelah selesai berpakaian, aku mencari-cari jam tangan yang baru beberapa minggu aku beli. Sebuah jam tangan yang lumayan bagus dan cukup mahal untuk ukuranku. Tapi setelah lelah mencari dan juga melihat waktu yang terus berjalan, akhirnya aku putuskan untuk pergi tanpa memakai jam tangan itu. Pada waktu diperjalanan menuju kantor, aku berusaha untuk mengingat-ingat kembali kapan dan dimana terakhir aku meletakkan jam tangan itu, tapi tidak juga teringat. Malahan setelah siang hari dikantor, Roh Kudus mengingatkan kembali kejadian-kejadian beberapa waktu yang lalu yang telah aku lakukan. Hal-hal yang aku anggap sepele ternyata bagi Roh Kudus [baca: Tuhan] bukanlah hal sepele, bagiNya tidak ada dosa kecil atau dosa besar. Semua dosa besar ataupun kecil menurut kita manusia adalah sama bagiNya. Semua adalah Dosa. Secara rinci aku diingatkan beberapa waktu lalu pada waktu menghadiri acara makan malam di salah satu hotel mewah, aku ingin sekali membawa beberapa potong kue / cookies dan berhubung tidak ada tissue akhirnya kue-kue itu aku bungkus dengan serbet makan hotel yang ada di meja. Pada waktu melakukan hal itu, ada "rasa tidak enak" yang muncul dihatiku tapi aku coba tepis, "ah itu kan hal kecil". Demikian juga pada waktu menginap di hotel lain beberapa hari setelah itu, pada waktu check-out aku tertarik untuk "mengkoleksi" barang hotel yang kebetulan hanya sebuah sendok kecil untuk mengaduk teh/kopi. Sekali lagi hatiku merasa tidak enak, tapi aku tepis "ah itukan hanya sebuah sendok teh yg nilainya tak seberapa". Sekarang, aku mengalami kehilangan....sebuah jam tangan yang baru beberapa minggu ku pakai. Memang, bukan Tuhan sedang menghukumku saat ini, tapi Puji Tuhan, melalui kejadian ini aku tertegur. Sekali lagi tidak ada dosa kecil atau dosa besar, semuanya dosa dimata Tuhan. Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau mengingatkan aku akan pentingnya menjaga kekudusan. Hal-hal yang remeh menurut kami ternyata bisa menjadi batu sandungan bagi kami sehingga kami bisa saja kehilangan kesempatan untuk memperoleh SurgaMu yang mulia. Tolong aku Roh Kudus untuk selalu taat dan setia kepada suaraMu. Amin. ".dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan." Ibrani 12: 14 =========================================== From: <[EMAIL PROTECTED]> " Ukuran yang kita pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu" . . .. written by, Sari Tarigan Lukas 6 6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." Aku termasuk kembang desa ketika masih muda, dan predikat ini membuat aku sombong dan tak jarang kecantikan yang aku miliki membuatku mudah melecehkan orang lain. Ketika orang lain sulit mencari kekasih, maka buatku hal itu bukanlah masalah karena aku tinggal memilih mana yang aku mau, dan dengan sekenanya meninggalkan mereka jika aku sudah bosan atau menemukan orang yang lebih baik. Jika seorang gadis didesaku menikah dengan lelaki yang tidak kaya serta buruk rupa, sudah pasti orang itu menjadi korban tertawaanku dan teman-teman dekatku sesama kembang desa. Kakak Nancy yang rumahnya ada didepan rumahkupun, tidak luput dari bahan olokan kami, diusianya yang ke 35 dia belum menikah, dan bagaimana mungkin bisa menikah, karena pacar saja tidak punya ! Aku dan teman-teman dengan sengaja membawa teman lelaki kerumah dan berbicara di teras rumah, supaya kakak Nancy melihat bahwa dia kalah dengan anak remaja. Saat usiaku 18 tahun aku dijodohkan orang tuaku dengan anak orang terkaya didesaku,Tak ada alasanku menolak lamarannya, karena sekali aku menolak sudah banyak antrian yang menanti cintanya, tidak hanya kaya raya tapi juga sangat tampan. Lengkaplah sudah hidupku, diusiaky yang masih muda sudah punya suami ganteng, baik dan kaya raya. Setelah menikah, kami pindah ke kota dan membuka usaha travel agen dan mempunyai beberapa bus lintas propinsi. Satu tahun kemudian, anak pertamaku lahir dan kami beri nama Putri, bayi mungilku sangat manis, perpaduan antara aku yang cantik dan suamiku yang ganteng. Kesempurnaan yang aku peroleh, membuatku semakin takabur ! Mbak Nuning, tetanga samping rumahku belum dikaruniai momongan padahal mereka sudah menikah 11 tahun. Tentu saja hal ini menjadi topik hangat untuk dibahas di dalam arisan. "jangan-jangan dia mandul ! jangan kaget kalau suatu saat suaminya selingkuh karena mengingikan keturunan", kata-kata ini yang aku utarakan saat arisan, sebagai kata awal untuk memancing gosip diantara ibu-ibu yang hadir di arisan. Kata-kata "mandul", tidak hanya aku ungkapkan dibelakang mbak Nuning saja, bahkan dikala kesal padanya , aku sering mengumpat didepannya, "dasar, perempuan mandul ! doa saja semoga suami mbak nuning tidak selingkuh". Mendengar umpatanku, mbak Nuning sama sekali tidak membalas, dia hanya diam dan meninggalkanku. Terkadang aku berharap mbak Nuning membalas kata-kataku, supaya aku lebih leluasa mempermalukannya didepan tetangga. Sampai akhirnya kami dikaruniai lima orang putri. Sebenarnya aku menginginkan anak lelaki tapi suamiku yang baik hati mampu menenangkanku, dia berkata, "Ma, laki-laki dan perempuan sama saja, nanti juga kalau anak gadis kita pada menikah, kita akan mendapatkan menantu yang akan menjadi anak laki-laki kita". Bisnis suamiku semakin hari semakin berkembang, dan hal ini membuat aku semakin besar kepala dan semakin mudah mentertawai orang yang dalam kesusahan. Kalaupun aku memberikan sumbangan pembangunan gereja dalam jumlah yang banyak, bukan karena ucapan terimakasih pada Tuhan atas segala berkat yang telah Dia berikan, tapi tujuan utama supaya aku dihormati dan segani oleh jemaat dan Hamba Tuhan yang ada. Aku mentertawai teman yang ditinggal suami, aku mencemooh teman yang suaminya kedapatan selingkuh atau dipenjara karena korupsi. Aku tertawa ketika melihat anak gadisnya orang hamil diluar nikah, aku nyengir ketika anak gadis belum juga menikah ketika usianya sudah diatas kepala tiga. Aku tertawa saat mendengar, anak tetanggaku menikah dengan suami orang. Aku tersenyum saat melihat anak tetangga murtad, menikah dan pindah agama. Aku ngerumpi ketika mendengar usaha temanku bangkrut ! Apapun hal yang buruk terjadi pada temanku, tidak lepas dari pandanganku. Tapi akhirnya, apa yang pernah aku tertawai, aku gosipkan dan cemo'oh terjadi padaku ! Putriku tertuaku, diusianya yang ke 36 thn anakku belum juga menikah ! jangankan menikah, sekalipun dia belum pernah pacaran, padahal diantara saudaranya dia yang paling cantik dan karirnya sangat bagus. Putriku yang kedua berusia 34 tahun, sudah menikah dan memiliki dua orang anak, memilih bercerai karena suaminya selingkuh dan ingin menikahi wanita itu. Putriku yang ketiga, 32 tahun, Hamil diluar nikah dan lelaki yang menghamilinya lebih tua dari usia papanya ! Putriku yang ke empat, 30 tahun, Putri kebanggaanku, lulusan Universitas terkenal di luar negri, mempunyai pekerjaan yang baik. Aku berharap banyak padanya tapi kemudian dia menghancurkan harapanku, saat dia menikah dan murtad, bahkan saat ini dia memakai jilbab. Putri bungsuku, Obat-obatan terlarang telah merengut masa depannya, hanya mampu sekolah sampai kelas 2 SMU, beberapa kali menggugurkan kandungan karena tidak tau siapa ayah biologis janin yang ada dirahimnya. Apa yang menimpa anak-anakku sungguh menyakitkan, aku malu dengan orang-orang yang pernah aku tertawai, aku tidak berani menengadahkan wajahku pada orang-orang disekitarku. Dan beberapa bulan yang lalu, saat pemakaman suamiku dilangsungkan, hadir seorang wanita yang usianya kira-kira sebaya denganku bersama dengan seorang pria muda, wajahnya sangat mirip dengan almarhum suamiku. Selesai pemakaman, wanita itu mendatangiku dan akhirnya aku tau kalau dia juga istri suamiku yang syah dan anak muda itu adalah hasil pernikahan mereka. Yang membuatku lebih terpukul, ternyata usia anak itu lebih tua satu tahun lebih tua dari Putri, anak ku yang pertama ! Itu artinya, statusku adalah istri kedua aku sudah merebut suami orang walau tanpa sepengetahuanku Pesan moral : Permasalah bisa hinggap pada siaapa saja, tanpa pandang bulu, kalau orang lain bisa mengalaminya, maka kita pun pasti bisa mengalaminya. [Amsal 11:31 Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan orang berdosa!]