BERSAKSI KEPADA UMAT ISLAM ?

". kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu
akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan
sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8)

Tahun 2010 baru kita tinggalkan dan di tahun itu ada dua peristiwa penting
yang bisa direnungkan sehubungan dengan judul artikel ini. Pertama, di
Bekasi ada yayasan kristen yang melakukan penginjilan dan pembaptisan massal
di kalangan pemulung Islam, dan kedua, ada gereja di Bandung yang melakukan
ibadat Natal dengan mengundang penyanyi dan tokoh Islam untuk bersaksi. Di
kalangan kristen, ada yang memuji keduanya namun ada juga yang menolak
cara-cara itu.

Kesaksian kristen memang berada diantara dua kecenderungan yang 'menekankan
penginjilan' atau 'menekankan dialog,' keduanya secara asasi termasuk
cara-cara yang bisa dilakukan oleh umat kristen sebab baik Yesus, para
rasul, maupun Paulus pernah melakukan kedua cara kesaksian itu, namun
mengapa kedua kasus di atas kontroversial?

Antara Penginjilan Masal dan Dialog 

Kalangan misi kristen pertama memang dihadapkan berbagai tantangan dalam
usaha kesaksiannya, kedua contoh diatas bertujuan bersaksi kepada umat
Islam. Apakah plus minus keduanya?

Ada yang menyetujui 'penekanan pada penginjilan masal' dengan alasan karena
itulah perintah Yesus yang utama untuk menjadikan 'semua murid-Ku.' Namun,
ada juga yang menolaknya karena metoda demikian kurang memperhatikan situasi
dan kondisi masyarakat yang dituju. Memang fakta di Bekasi terbilang fanatik
dalam hal beragama di kalangan masyarakatnya, penginjilan dan pembaptisan
masal yang ditujukan kepada kalangan mereka dengan mengangkut para pemulung
dengan banyak bis ternyata berakibat reaksi keras dimana mereka menghentikan
upacara itu bahkan mengejar si pendeta yang dikenai fatwa mati. Apalagi hal
ini diperparah dengan kenyataan bahwa beberapa pemulung ketika diwawancarai
mengaku belum mengerti ia mau apa dalam ritual itu. Dulu juga ada dua
penginjil yang secara frontal menginjili kalangan Islam bahkan dengan
fanatisme menyatakan bahwa 'Allah adalah nama berhala Arab,' akibatnya
keduanya dicari dan diberi fatwa mati oleh kalangan forum Islam tertentu.
Sejak pembaptisan masal itu beberapa gereja di bekasi mengalami tekanan
lebih dari biasanya.

Memang kelemahan penginjilan dan pembaptisan masal yang terlalu menekankan
aspek kwantitatip itu kurang memperhatikan kwalitas iman para petobat dan
menimbulkan syak bagi pihak lain. Biasanya pertobatan demikian bersifat
praktis, apakah karena kotbah bersifat emosional atau dalam kasus Bekasi
karena mereka menerima bantuan ekonomi. Namun yang jelas penginjilan dan
pembaptisan masal biasanya memang menghasilkan 'kristen nominal' yang mau
dibaptis namun mereka belum mengenal 'Yesus sang juruselamat manusia secara
pribadi,' akibatnya banyak di kalangan ini bila menghadapi tantangan akan
goyah sekalipun ada juga yang memang benar-benar menerima Kristus sebagai
juruselamat secara pribadi.

Ada yang menyetujui 'penekanan pada dialog' dengan alasan dialog adalah cara
efektif menghadirkan suasana toleransi dimana kedua pihak bisa saling
bersaksi. Memang melalui dialog antar umat-beragama demikian keduanya bisa
berkumpul dan bersalaman disatu gedung, dan ini tentu baik juga bila dalam
kotbah Natal bisa diperdengarkan proklamasi tentang 'Yesus sang juruselamat
manusia yang lahir di Betlehem' yang juga bisa didengar oleh mereka yang
diundang itu. Namun, apakah hal itu bisa dicapai? 

Kita perlu berhati-hati dalam menjalankan eksperimen ibadat demikian, karena
biasanya kalangan yang gandrung melakukan 'dialog' adalah kalangan modern
yang terpengaruh faham 'inklusivisme' (universalisme) yang menganggap bahwa
semua agama itu sama-sama menuju Tuhan 'Yang Satu' itu tapi itu bukan dalam
pengertian 'Tuhan Abraham yang Esa' (Ul.6:4) namun dalam perkembangannya
lebih menjurus kearah pengertian 'Tuhan mistik yang tidak berpribadi, dasar
keberadaan semua yang ada.' Akibatnya, peran Yesus sebagai 'Tuhan dan
Juruselamat' direduksi (demi toleransi) sekedar diterima sebagai 'salah satu
avatar/perantara' saja setingkat dengan para nabi agama-agama lain, dan
kesaksian proklamasi injil menjadi luntur dan dikorbankan. Ibadat
eksperimental dialogis semacam itu sudah lama dilakukan di Eropah dengan
akibat sekarang banyak pendeta di sana yang menyangkali 'keunikan Yesus
sebagai Tuhan dan Mesias' dan situasi ini mendorong gereja ditinggalkan
jemaatnya, padahal gereja yang menekankah ajaran firman Allah yang teguh
masih dipenuhi jemaat, gejala yang sama bisa dilihat di Amerika. Ini membawa
kita kepada perenungan sampai dimanakah 'kadar misi Injil Kristus' yang ada
dalam acara dialogis demikian? Di negara-negara Eropah sekarang toleransi
ternyata hasilnya tidak diharapkan telah menimbulkan bangkitnya perilaku
salah kaprah dimana kekuatan fundamentalisme 'islam,' dan 'anti-Islam' yang
berlebihan mulai menunjukkan gigi, misalnya membatasi arus imigrasi,
pelarangan jilbab maupun penggunaan atribut agama lainnya.

Allah, Sesembahan Dalam Bahasa Arab 

Ditengah kedua ektrim pendekatan kesaksian demikian, masih adakah cara
pendekatan dalam menyaksikan Injil Kristus kepada kalangan mayoritas di
Indonesia oleh umat kristen yang minoritas?

Gambar pada awal artikel ini menunjukkan adanya sekelompok orang di
Palestina yang sama-sama berbahasa Arab tetapi ada yang menganut agama
Yahudi, ada yang menganut agama Kristen, dan ada yang menganut agama Islam,
dan mereka duduk berdampingan secara damai dibawah tulisan 'Allah' (bahasa
Arab, elohim dalam Al Quran terjemahan Ibrani, dan theos dalam PB Yunani &
Tanakh Ibrani) didinding dibelakang mereka. Ini mengisyaratkan bahwa Allah
adalah nama yang dikenal dan dipercayai oleh semua pihak yang beragama
Abraham (semitik) di sana sekalipun berbagai agama itu menerima
ajaran/aqidah yang berbeda sesuai kitab suci masing-masing.

Menarik membaca syahadat pertama agama Islam 'la ilaha illa Allah' yang
tertulis dalam Al Quran (QS.47:19), padahal pengakuan ini sudah 6 abad
lamanya diucapkan dalam 'pengakuan Paulus' yang tertulis dalam '1Korintus
8:4,' (oudeis theos eimee heis. Cat: Dalam salinan yunani yang lain
dibelakang 'theos' ada tambahan kata 'heteros' [lain], tapi maksudnya sama).
Yang membedakannya hanyalah dalam Al Quran yang dimaksud ayat itu secara
tersurat adalah 'Allah' sedangkan dalam pengakuan Paulus yang diterjemahkan
Al Kitab dalam bahasa Arab kata itu ditulis 'alhad/wahid' yang artinya 'Esa'
(yun: heis). Sekalipun tersurat/harfiah tidak sama namun yang
tersirat/hakekat-nya sama karena dalam konteks Al Quran disebut bahwa Allah
itu 'Mahaesa' (QS.38:65), 'Pencipta Langit dan Bumi' (QS.35:1), dan 'Pemberi
Hidup' (QS.57:2), sedangkan dalam konteks Alkitab PB khususnya 1Kor.8:4
disebutkan bahwa 'Yang Esa' itu adalah 'pencipta dan pemberi hidup'
(1Kor.8:6). Baik dalam Al Kitab maupun Al Quran, ayat-ayat
pengakuan/syahadat itu ditujukan untuk melawan berhala!

Data Al Quran juga menyebut bahwa pada masa Islam, di gereja dan sinagoge
juga banyak disebut nama Allah sama halnya di Mesjid, itu berarti bahwa pada
masa pra-Islam nama 'Allah' sudah digunakan oleh umat yahudi dan kristen
terlebih dahulu.

"(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah
Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia
dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa." (QS.22:40)

Dalam Surrah Al Quran (QS) disebut "orang Yahudi menyebut Allah" (5:64), dan
"orang Yahudi & Nasrani beriman kepada Allah" (2:62) dan menyebut "kami
anak-anak Allah" (5:18). Orang Nasrani menyebut "Isa Almasih putra Allah"
(9:30) dan "rasul utusan Allah" (4:157,171;61:6), dan "Isa menjawab:
Bertakwalah kepada Allah" (5:112) dan berkata "Aku ini hamba Allah" (19:30),
dan "Allah mengangkat Isa kepada-Nya" (3:55;4:158;5:110). Ini menunjukkan
bahwa nama 'Allah' sudah dipakai umat Yahudi dan Kristen Arab termasuk dalam
kitab-kitab mereka (QS.2:97;5:48) pasa masa kelahiran Islam dan sebelumnya. 

Akhirnya . . . 

Dari kesamaan dasar 'Allah yang esa sebagai pencipta langit dan bumi dan
pemberi hidup' itu dan yang telah 'menyatakan diri kepada Abraham/Ibrahim'
yang dipercayai oleh baik agama Yahudi, Kristen maupun Islam, maka kita
dapat melanjutkan misi sebagai 'Saksi Kristus' untuk bersaksi kepada umat
Yahudi dan Islam bahwa Allah yang sama itu dalam Al Kitab Perjanjian Baru
menyatakan diri dalam 'Yesus Kristus' (1Kor.8:6) yang perlu diproklamasikan
sebagai 'Tuhan dan Juruselamat.' Kabar baik Injil (evangelion) inilah yang
bisa menjadi dasar berpijak yang sama dan juga kesaksian kristiani, yang
utama dan yang teguh masakini di dunia Islam, selanjutnya apakah kita akan
menggunakan cara 'penginjilan masal' atau 'dialog' perlu dilihat situasi dan
kondisi dan konteks kemasyarakatan yang dihadapi dengan maksud agar
kesaksian itu lebih efektif, sebab baik Tuhan Yesus dan Paulus juga memiliki
strategi penginjilan yang berhati-hati juga. Tujuan kesaksian Kristen adalah
agar mereka yang kita beri kesaksian itu mendengar dan menerima 'kabar baik
Injil' yaitu 'Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi' dan
'menjadi murid-Nya,' dan untuk tugas yang tidak mudah itu kita perlu meminta
penyertaan Roh Kudus agar kuasa-Nya menjadikan semuanya itu tercapai. 

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes
3:16).

"Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik" (Roma10:15b).
Amin!

Salam kasih dari YABINA ministry ( <http://www.yabina.org> www.yabina.org)

Kirim email ke