Banyak gereja Reformed melangsungkan praktik baptisan anak di dalam gerejanya. Banyak gereja yang tidak menyetujui praktik ini. Sebenarnya mengapa praktik baptisan anak ini ada di dalam gereja? Apa dasar Alkitab bagi praktik baptisan anak? Temukan jawabannya dalam: Buklet Seri Pembinaan Jemaat BAPTISAN ANAK oleh:Drs. J. J. Schreuder Penerbit: Momentum Christian Literature, Surabaya, 1999 Penerjemah: Pdt. Gerrit Riemer Di dalam bukunya, Drs. J. J. Schreuder menjelaskan prinsip-prinsip Alkitab dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru tentang baptisan anak. Baptisan adalah tanda sekaligus materai perjanjian Allah bagi umat-Nya. Tanda dan materai perjanjian itu pertama kali bagi Abraham melalui sunat, kemudian dilanjutkan bagi umat pilihan-Nya di segala usia dan jenis kelamin. Setelah itu, di dalam Perjanjian Baru, Alkitab mengajarkan tanda sunat diganti menjadi baptisan sebagai tanda dan materai janji Allah bagi umat-Nya tanpa memandang usia, jenis kelamin, bangsa, status sosial, dll. Karena janji Allah diberikan kepada seluruh umat-Nya tanpa pandang bulu, maka anak-anak kecil pun juga mendapat berkat perjanjian tersebut, sehingga tidak salah jika mereka dibaptis. Namun, yang perlu diperhatikan adalah baptisan bukan jaminan manusia pasti dibenarkan, karena sekali lagi, baptisan hanya tanda dan materai perjanjian Allah. Jadi, meskipun manusia, khususnya anak-anak, sudah dibaptis, orangtua perlu mengajar mereka untuk beriman. Jika anak-anak yang telah dibaptis, namun ketika beranjak dewasa, mereka melawan Allah, maka mereka tidak menerima berkat perjanjian Allah itu. Biarlah buklet sederhana yang dilengkapi dengan penjelasan ayat-ayat Alkitab yang cukup dan bertanggung jawab memimpin kita untuk mengerti praktik baptisan anak yang sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab secara integratif. "Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata." (Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)