KONSEP “IMAN” DALAM PERJANJIAN BARU-6: Surat-surat Paulus
Lainnya
 
oleh: Denny
Teguh Sutandio
 
 
1.           Efesus
1:1-14
Alkitab mengajar kita bahwa
ketika kita percaya kepada Kristus, maka kita dibenarkan dan diselamatkan oleh
Allah. Dari mana asal iman itu? Paulus menjelaskannya bahwa kita dapat beriman
karena anugerah Allah (Ef. 2:8-9) yang telah memilih kita sebelum dunia
dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercatat di hadapan-Nya (Ef. 1:4).
Pemilihan itu berakhir dengan penentuan kita menjadi anak-anak-Nya di dalam
Kristus (ay. 5). Mengapa harus di dalam Kristus? Karena di dalam Dia, kita
beroleh penebusan yaitu pengampunan dosa (ay. 7). Hal ini telah ditetapkan Bapa
sebelumnya dan itu dilakukannya di dalam Kristus di mana segala sesuatu
dipersatukan di dalam Kristus yang adalah Kepala segala sesuatu (ay. 9-10). Di
dalam Kristus inilah, Paulus mendapat janji Allah yaitu penebusan (ay. 11).
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita bisa yakin bahwa kita mendapat janji
Allah itu? Paulus menjelaskan bahwa kita bisa yakin karena Roh Kudus
memeteraikan janji itu di dalam hati kita ketika kita percaya (ay. 13). Bukan
hanya itu saja, Paulus mengatakan di ayat 14, “Dan Roh Kudus itu adalah jaminan 
bagian kita sampai kita memperoleh
seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji
kemuliaan-Nya.” Dengan kata lain, Roh Kudus yang memeteraikan kita pada
saat kita percaya juga akan memeteraikan kita selama-lamanya hingga kita
memperoleh janji Allah seluruhnya yaitu penebusan Kristus yang menjadikan kita
sebagai anak-anak Allah. Inilah salah satu dasar bagi theologi Reformed yang
percaya bahwa umat pilihan-Nya tidak mungkin binasa, karena Roh Kudus yang
memeteraikan umat pilihan-Nya akan terus memeteraikan sampai umat-Nya menerima
pemenuhan janji penebusan secara sempurna kelak.
Apa yang kita pelajari dari
bagian ini? Dari penjelasan Paulus, kita belajar bahwa iman kepada Kristus
adalah iman yang pasti di mana Roh Kudus yang memeteraikan kita pada saat kita
percaya kepada Kristus juga akan memeteraikan kita hingga kita nantinya
memperoleh penebusan secara sempurna. Inilah pengharapan iman Kristen yang
teguh sesuai dengan Alkitab. Orang Kristen yang sungguh-sungguh beriman kepada
Kristus jika ia termasuk umat pilihan-Nya akan dipelihara oleh-Nya hingga pada 
akhirnya,
sebagaimana apa yang Kristus sendiri firmankan lebih dari satu kali di Yohanes
6:39-40, 44,
39Dan
Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang
telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan
pada akhir zaman.
40Sebab
inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan
yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku
membangkitkannya pada akhir zaman."
44Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir
zaman.
Ketika kita percaya pada
Kristus, kita percaya pada Pribadi yang layak dipercayai, karena Ia membawa
kita bukan pada pengharapan sesaat di dalam hidup yang fana, tetapi pada
kekekalan. Sedangkan ajaran berpikir positif mungkin juga memberi “pengharapan”
kepada kita, tetapi pengharapan itu hanya memuaskan keinginan daging kita dan
tidak membawa kita kepada kekekalan nanti. Biarlah kita yang beriman kepada 
Kristus
membawa kita makin takjub dan bersyukur mengamati cara kerja Allah
menyelamatkan kita sambil tetap beriman dan taat kepada panggilan-Nya dalam
hidup kita demi memuliakan-Nya.
 
2.           Filipi
1:27-30
Hidup beriman adalah hidup
yang percaya kepada Kristus dan itu ditandai dengan ketaatan mutlak kita kepada
perintah-Nya. Ketaatan inilah yang diajarkan Paulus dengan menggunakan frase
“hidup berpadanan dengan Injil Kristus” (Flp. 1:27). Hidup taat ini ditandai
bukan hanya menaati perintah-Nya, tetapi juga teguh berdiri di dalam satu roh
dan sehati dan sejiwa berjuang bagi iman kita. Artinya, hidup taat berarti
teguh berdiri dan tidak berkompromi sedikit pun dengan lawan iman. 
Mengapa kita melakukan hal
itu? Paulus menjelaskan, “Sebab kepada
kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk
menderita untuk Dia” (Flp. 1:29). Ya, beriman kepada Kristus berarti taat
kepada perintah-Nya dan ketaatan itu ditandai dengan siap menderita bagi-Nya.
Ada harga yang harus kita bayar tatkala kita percaya dan mengikut Kristus,
karena kita tidak percaya dan mengikuti pribadi yang menyenangkan, tetapi Allah
yang Mahakudus itu. Siap menderita ditandai dengan siap dikuduskan dan
diasingkan dari dunia bagi Allah di mana artinya kita memiliki hati, pola pikir,
dan sikap hidup yang berbeda dari dunia (Rm. 12:1-2). Karena berbeda dari
dunia, maka kita harus siap dicap “fanatik”, “sok suci”, dll oleh orang-orang
dunia bahkan mungkin sekali siap disiksa, difitnah, dan dihukum mati demi iman
kita kepada Kristus. Para martir sejak zaman Stefanus hingga zaman sekarang
membuktikan bahwa orang yang beriman kepada Kristus siap membayar harga yaitu
siap menderita bagi Kristus, karena ada pengharapan kemuliaan kekal yang akan
diterima yang tidak bisa dibandingkan dengan penderitaan kita yang sementara
(Rm. 8:18). Hal ini berbeda total dari pengajaran berpikir positif yang
menekankan kesuksesan, kelancaran, kesehatan, dan kebahagiaan hidup yang lepas
dari penderitaan dunia. Ada dua jalan terbuka bagi kita: mengikut Kristus (jalan
sempit) yang membuat kita siap menderita (seolah-olah tak berpengharapan)
tetapi berujung pada kekekalan yang tak terhingga atau mengikuti ajaran
berpikir positif (jalan lebar) yang membuat kita sangat bahagia di dunia ini,
namun berujung pada kebinasaan kekal yang mengerikan. Tidak ada jalan tengah.
Perhatikan ini.
 
3.           2
Timotius 1:3-12
Kepada Timotius, Rasul
Paulus berpesan agar Timotius mengobarkan karunia Allah yang sudah ada di dalam
diri Timotius karena Allah telah memberi Roh Kudus yaitu Roh yang membangkitkan
kekuatan dan ketertiban kepada Timotius (2Tim. 1:6-7). Oleh karena itu, jangan
malu bersaksi tentang Kristus dan jangan malu terhadap Paulus (ay. 8).
Kemudian, Paulus mengingatkan Timotius bahwa Allah yang telah menyelamatkan dan
memanggil kita dengan panggilan kudus berdasarkan karunia-Nya di dalam Kristus
yang telah mengalahkan kuasa maut (ay. 9-10). Oleh Injil inilah, Paulus telah
ditetapkan sebagai pemberita, rasul, dan guru. Karena panggilan yang mulia ini,
maka Paulus berani menghadapi segala risikonya, sehingga ia berkata, “Itulah 
sebabnya aku menderita semuanya ini,
tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin
bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku
hingga pada hari Tuhan.” (ay. 12) Di ayat ini, Paulus mengatakan bahwa ia
tidak akan malu jika ia harus menderita karena ia tahu kepada siapa dia percaya
yaitu Allah yang berkuasa memeliharakan tugas panggilan-Nya hingga akhir.
Berarti, dasar panggilan dan pelayanan Paulus adalah iman kepada Allah yang
setia memelihara janji-janji-Nya yang tidak akan meninggalkan mereka yang
melayani-Nya, meskipun harus menderita. Pertanyaan selanjutnya, penderitaan apa
yang harus diderita Paulus, hingga ia mengatakan ayat 12 di atas? Kita tidak
akan pernah menyangka bahwa sosok Paulus adalah mungkin sosok rasul Kristus
yang banyak mengalami penganiayaan dan penderitaan, seperti yang diungkapkannya
sendiri,
24Lima
kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan,
25tiga
kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam
kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.
26Dalam
perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari
pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di
kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak
saudara-saudara palsu.
(2Kor. 11:24-26)
Penderitaan yang dipaparkan
Paulus di atas mungkin bagi kita terlalu berat, tetapi bagi Paulus, meskipun
berat, ia bisa melaluinya bukan karena kehebatannya sendiri, tetapi karena
Allah yang memelihara panggilan hidupnya itu. Percayalah: Allah yang telah
memanggil kita untuk melayani-Nya, Ia jugalah yang akan memelihara kita dalam
menjalankan tugas panggilan itu agar kita tetap kuat di tengah penderitaan. Hal
ini berbeda total dari konsep berpikir positif yang tidak mengenal istilah
penderitaan, apalagi pengorbanan, karena bagi pemikir positif, hal terpenting
adalah bagaimana mengoptimalkan potensi diri yang tak terbatas demi meraih
kesuksesan, kesehatan, dan kemakmuran hidup, lalu bagaimana pula meneruskan
pengajaran ini kepada orang lain, dst. Di dalam konsep berpikir positif, tidak
pernah diajar tentang kegagalan, penderitaan, dll, karena semua hal negatif
dianggap tidak ada, padahal fakta justru mengatakan bahwa hal-hal negatif tetap
ada selama kita di dunia ini. Makin kita meniadakan hal-hal negatif, kita akan
menjadi orang aneh di dunia ini! Bayangkan, jika ada suami/istri kita divonis
dokter mengidap penyakit kanker, beranikah kita berkata kepada sang dokter,
“Dokter, jangan berkata demikian. Suami/istri saya tidak apa-apa. Dokter harus
berpikir positif.” Katakan hal tersebut kepada dokter, maka dokter akan segera
memasukkan Anda ke rumah sakit jiwa terdekat untuk dirawat.
Dari teladan Paulus yang
menderita demi memenuhi tugas panggilannya, pertanyaan refleksi bagi kita,
sudah siapkah kita menderita demi mengikut dan melayani Kristus yang telah
menyelamatkan kita?
 
"Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang 
Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya 
untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata."
(Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)

Reply via email to