WORSHIP SEND US oleh:Pdt. Hendra G. Mulia, M.Th. Nats: Kejadian 12:1-3 Pendahuluan Dapat dikatakan kalau kita ini dibesarkan sebagai TV generation. Kita sebagai suatu generasi dari televisi maka tanpa sadar sebenarnya kita juga dilatih untuk terus menerus seperti berada di depan televisi. Apa yang dibuat televisi itu sehingga kita mempunyai sebuah kelakuan seperti demikian? 1. Ketika kita menonton televisi, kita pasti mengharapkan agar kita dihibur. Kalau TV itu tidak menghibur kita maka kita akan menggunakan remote untuk mengganti channel. Jadi kita mengharapkan adanya entertainment yang harus menghibur dan menyenangkan diri kita. Sebagai TV generation maka kita terlatih demikian. Ketika kita datang ke gereja, kita duduk dan seperti menonton TV, kita mengharapkan adanya hiburan dari mimbar, lagu yang bagus, cerita yang bagus. Satu-satunya yang membedakan adalah kita tidak memegang remote. 2. Kita terlatih sebagai TV generation maka kita akan selalu cenderung pasif. Sebab pada waktu kita menonton televisi, kita tidak mengerjakan apa-apa. Inilah yang diajarkan oleh televisi kepada kita dan menjadi kebiasaan kita bahkan pada waktu kita datang ke gereja. Isi Didalam gereja, sering kali kita mendengar jemaat yang mengeluh bahwa mereka ke gereja tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Satu pertanyaan yang paling penting yang dapat kita tanyakan kepada jemaat yang berkata tidak mendapatkan apa-apa, yaitu pada waktu jemaat itu berkata tidak mendapatkan apa-apa maka sebenarnya mereka mengharapkan apa? Apa sebenarnya yang mereka ingin dapatkan? Apa sebenarnya harapan mereka pada waktu mereka datang ke gereja sehingga mereka bisa berkata tidak mendapatkan apa-apa di gereja? Kalau kita adalah TV generation, pada waktu kita datang dan kita hanya membutuhkan entertainment dari depan mimbar maka sebenarnya kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Zaman kita sekarang ini merupakan suatu zaman di mana orang-orang sebenarnya adalah orang-orang yang haus akan transendensi. Mereka tidak akan puas dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Dalam hati mereka yang terdalam walaupun mereka tidak menyadarinya, mereka selalu merindukan adanya transendensi. Dan ini sebenarnya yang perlu dilihat oleh gereja. Seharusnya pada waktu kita datang ke gereja, yang mesti kita lihat adalah bahwa kita harus memenuhi kebutuhan transendensi kita. Pada waktu kita datang ke gereja sebenarnya apa yang ingin kita lakukan? Yang paling utama adalah pada waktu kita datang ke gereja, kita ingin berjumpa dengan Tuhan. Di dalam sejarah gereja kita maka sejarah perjumpaan itu sering kali kita dapatkan daripada firman Tuhan. Tetapi sebenarnya pada saat sekarang ini kita sudah melihat juga bahwa Tuhan tidak sekadar dijumpai hanya melalui pemberitaan firman Tuhan. Tuhan juga dapat kita jumpai pada waktu kita mendengarkan dan menyanyikan lagu yang indah. Maka di situ kita bisa datang dan menghadap ke hadirat Tuhan dan di situlah kita mengalami sebuah perjumpaan dengan Tuhan. Jadi kebaktian mestinya merupakan sesuatu yang mempunyai esensi seperti demikian, yaitu kita bertemu dengan Tuhan dan kita mempunyai pengalaman bersama dengan Dia di dalam kebaktian. Kalau kita kaitkan dengan Kejadian 12 maka di sana kita dapat melihat bagaimana Abraham dipanggil oleh Tuhan. Kita melihat bahwa panggilan kepada Abraham bukan sekadar panggilan untuk masuk ke dalam Kanaan, tetapi kita dapat melihat sebenarnya pada waktu Tuhan memanggil Abraham maka Abraham sendiri mempunyai tugas misional. Dikatakan dalam Kejadian 12:1: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu”; dan dalam ayat ke 3 dikatakan: “dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Di sini kita melihat bahwa panggilan daripada Abraham bukan sekadar panggilan yang bersifat individual dan bukan hanya satu bangsa, dalam hal ini bangsa Israel, tetapi kita juga melihat bahwa sejak semula panggilan Abraham mempunyai tugas misional, yaitu supaya olehnya semua bangsa mendapat berkat. Panggilan ini bersifat global. Jadi dapat dikatakan bahwa amanat agung tidak dimulai dari Injil Matius setelah Tuhan Yesus bangkit dan setelah Dia akan ke sorga. Kita melihat dalam Kejadian 12 ini, pada awal mulanya sejarah Israel maka Israel sebenarnya ditetapkan untuk menjadi misionari. Di sinilah sebenarnya kita melihat ada tugas misi bagi setiap kita. Namun ada satu persoalan yang ditekankan, yaitu kita pada saat diijili, kita diiming-imingi dengan keselamatan di mana kalau kita percaya Tuhan Yesus maka akan masuk sorga. Memang semua itu benar, tetapi karena penginjilan kita bertumpu pada hal percaya kepada Tuhan Yesus dan akan masuk sorga maka timbul kecenderungan untuk pergi ke gereja secara asal-asalan dan kita datang ke gereja pun terlambat karena kita merasa sudah menjadi orang percaya dan akan masuk sorga. Kita lupa bahwa setiap kita tidak sekadar dipanggil untuk masuk sorga tetapi sama seperti halnya dengan Abraham maka setiap kita mempunyai tugas misional, lokal dan global. Setiap kita mengemban panggilan daripada Abraham, yaitu setiap kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi semua kaum di seluruh bumi. Setelah itu di dalam siklus kehidupan kita, kita datang beribadah di gereja. Pada waktu kita datang beribadah, kita tidak mencari entertainment tetapi kita menantikan Tuhan. Kita menantikan apa yang Tuhan inginkan untuk kehidupan kita secara pribadi. Pada waktu kita di sana ada urusan antara kita sendiri dengan Tuhan. Tuhan berbicara melalui Roh Kudusnya di dalam konteks kita masing-masing. Pada waktu kita menyanyi, pada waktu kita membaca Alkitab, pada waktu kita mendengarkan khotbah, semuanya itu dicerna, diterjemahkan ke dalam kehidupan kita secara pribadi. Di situlah sebenarnya Tuhan memberikan kekuatan-Nya untuk kita. Pada waktu kita lupa akan tugas kita maka di situlah Tuhan mengingatkan melalui ibadah yang kita lakukan setiap minggu. Begitu juga pada waktu kita putus asa, lelah maka di sini kita dikuatkan kembali untuk mendapatkan pengharapan di dalam Tuhan. Maka inilah sebenarnya yang menjadi misi dari setiap kita. Pada waktu kita ke gereja, kemudian kita diutus untuk kembali ke dalam dunia. Sering kali pada waktu kita datang kebaktian, kita cuma mengikuti dari awal hingga akhir kebaktian, dari awal saat teduh sampai doxology, kita cuma diseret oleh bagian-bagian yang ada di dalam liturgi tanpa mendapatkan apa-apa. Seharusnya kita tidak seperti itu. Kita mestinya belajar untuk menggali yang tersirat di dalam yang tersurat. Yang tersurat adalah yang kelihatan. Mencari yang tidak kelihatan melalui yang kelihatan. Kita seharusnya seperti demikian. Kita tidak hanya sekadar kebaktian dengan mengikuti bagian-bagian yang ada dalam liturgi dari awal sampai akhir tetapi yang harus kita kerjakan adalah melihat setiap bagian-bagian di dalam liturgi yang memang merupakan sesuatu yang tersurat dan kita mencari yang tersirat di dalam semuanya itu. Tersirat misalnya dalam saat teduh, kita datang kepada Tuhan. Kita meminta agar Tuhan membuang segala halangan di dalam diri kita, supaya dalam kebaktian kita betul-betul dapat bertemu dengan Tuhan. Di situlah ada suatu permohonan yang sungguh kepada Tuhan di mana ada kerinduaan untuk bertemu dengan Tuhan. Kalau kita perhatikan di dalam liturgi kita maka di paling akhir ada berita pengutusan. Oleh karena itu liturgi tidak dibuat dengan asal-asalan dan dibalik sebuah liturgi ada sebuah pemikiran. Apa ide dibalik kebaktian ini? Kalau kita lihat memang di dalam kehidupan kita tentunya ada sebuah lingkaran. Kita datang mungkin dengan kelelahan, putus asa, merasa tertolak, merasa kesepian, merasa gagal, kita datang bersama-sama sebagai sebuah umat dan di dalam kebaktian, kita berjumpa dengan Tuhan. Tuhan menjamah kita yang mencari-Nya dengan satu persatu, Dia memberikan kekuatan. Yang putus asa Tuhan berikan harapan baru. Yang lelah Tuhan berikan kekuatan. Tugas kita adalah menjadi berkat bagi semua orang. Kemana pun Tuhan utus kita, baik di tempat kerja, atau di keluarga besar, dimana pun itu, maka satu panggilan kita adalah supaya kita menjadi berkat. Penutup Kalau kita bayangkan Tuhan mengutus kita kembali ke dalam dunia dengan satu panggilan yang jelas, yaitu supaya olehmu semua kaum di muka bumi menjadi berkat. Bagaimana kita dapat menjadi berkat bagi orang di sekitar kita? Bagaimana Tuhan menghendaki setelah kita berbakti kita dapat menjadi berkat buat orang-orang yang ada di sekitar kita. Sehingga kebaktian kita bukan menjadi sebuah kebaktian di mana kita sekadar absen tetapi selalu menjadi sebuah kebaktian yang bermakna karena kita datang kepada Tuhan dan kita kembali diutus oleh Tuhan ke dalam dunia untuk boleh menjadi berkat. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Ringkasan khotbah ini tidak melalui proses editing oleh pengkhotbah Sumber: Ringkasan khotbah Pdt. Hendra G. Mulia di Gereja Kristus Yesus (GKY) Green Ville, Jakarta tanggal 21 April 2013 http://www.gkyjgv.org/ringkasan.php?kode=1618 "Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata." (Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)