MENJADI MURID KRISTUS YANG SEJATI oleh:Pdt. Tommy Elim, M.Div. Nats: 2 Korintus 3:18; Matius 28:18-20 Pendahuluan 2 Korintus 3:18 menjadi kunci yang berbicara mengenai transformational church dan di dalam ayat ini kita akan menemukan sebuah penegasan bahwa setiap kita yang ada di dalam kristus diubah menjadi serupa dengan Kristus di dalam sebuah cahaya kemuliaan yang semakin besar. Ini menjadi sebuah inti dari pemuridan itu sendiri. Ketika kita menjadi murid Kristus maka kita harus diubahkan setiap waktu dalam kemuliaan Allah yang semakin besar. Isi Matius 28:18-20 kerapkali dikaitkan dengan misi. Kalau kita perhatikan perikop ini maka ada 4 kata kerja yang tegas yang Tuhan Yesus berikan kepada para murid. 1. Pergilah 2. Jadikan murid 3. Baptiskanlah 4. Ajarkanlah Kalau kita bicara mengenai misi maka konsep mengenai misi dalam Amanat Agung ini kerapkali dikaitkan dengan kata yang pertama, yaitu kata ‘pergilah’. Ketika kita berbicara mengenai 4 kata kerja di atas maka manakah yang menjadi bagian yang paling penting? Dalam bahasa Yunani, khususnya dalam 4 kata kerja ini ternyata ada sebuah konsep kata kerja di mana ada kata kerja utama dan kata kerja pendukung. Kalau diteliti dalam bahasa Yunani maka kita akan mendapati bahwa 4 kata kerja ini tidak paralel dan kata kerja utama itu terdapat dalam kata kerja ‘menjadikan murid’.Ketika Tuhan memberikan Amanat Agung ini maka yang menjadi sentralnya adalah Tuhan ingin agar di dalam Amanat Agung yang dilakukan itu kita melakukan sebuah proses menjadi murid. Kata ‘pergilah’ dalam penginjilan mempunyai sebuah tujuan, yaitu membawa kita menjadi murid dan di dalam 2 kata kerja selanjutnya, yaitu baptiskan dan ajarkan, kita akan mendapati 2 kata di mana proses menjadi murid terjadi. Inilah di dalam proses menjadi murid tersebut. Kalau kita berbicara mengenai proses menjadikan murid maka ada 3 kata yang mengikutinya, yaitu pergilah menjadi awal, baptiskan dan dilanjutkan dengan yang ketiga yaitu ajarkanlah. Apa yang menjadi tersulit di dalam kata kerja ini? Setiap kata kerja ini memiliki bobot masing-masing tetapi ada kata kerja yang menjadi kesulitan tersendiri di dalam 3 kata kerja ini, yaitu ajarkan. Ada beberapa alasan mengapa kata 'ajarkan' menjadi sebuah kesulitan tersendiri dan salah satunya adalah ketika berbicara mengenai 'ajarkan' di sini maka berbicara mengenai sebuah proses perubahan seumur hidup. Berbicara mengenai inti daripada pemuridan maka inilah intinya, yaitu 'ajarkan'. Ada perubahan seumur hidup yang terus menerus kita lakukan. Inilah yang menjadi sentralnya, yaitu bagaimana kita dibentuk oleh Tuhan secara terus menerus dalam sepanjang hidup kita. Ketika berbicara mengenai 4 kata kerja khususnya 2 kata kerja, yaitu baptiskan dan ajarkan, yang menjadi realitas daripada pemuridan tersebut maka ada satu kutipan yang berkata: "Cobalah kita berpikir satu alasan mengapa gereja modern pada zaman ini tidak dapat memberikan impact yang sama atau lebih besar daripada orang-orang percaya pada awal mula." Dari pertanyaan ini maka kita akan mengkaitkan dengan proses pemuridan dan masalahnya terdapat dalam 2 kata kerja ini, yaitu baptiskan dan ajarkan. Mengapa kita tidak bisa memberikan impact? Karena ternyata 2 kata ini yang Tuhan Yesus jelas sekali tegaskan dan 2 kata ini jelas berbeda. Ketika berbicara mengenai baptisan maka kita berbicara mengenai membership dan ketika berbicara mengenai 'ajarkan' maka kita berbicara mengenai discipleship. Seringkali antara membership menuju discipleship terjadi sebuah jurang yang terpisah. Proses dari pemuridan yang sesungguhnya ternyata tidak berjalan dengan begitu benar. Memang baik setelah kita dibaptis, kita datang kebaktian setiap minggu tetapi apakah kebaktian minggu menjadi alat yang cukup untuk proses pemuridan tersebut?. Ada sebuah survey yang dilakukan oleh George Barna. Survey tersebut dilakukan terhadap 10 orang dewasa. Dari 10 orang dewasa, 9 orang berkata bahwa mereka adalah orang Kristen. Tetapi dari 9 orang dewasa itu, ketika diberi pertanyaan: "Apakah mereka secara pribadi benar-benar mau berkomitmen untuk mengikuti Kristus dan untuk menjadi murid Kristus?". Ternyata tidak ada seorang pun yang berkata berkomitmen seperti itu. 9 orang ini menjadi orang Kristen secara membership tetapi tidak dalam discipleship. Sehingga kalau hanya menjadi membership bagaimana mungkin kita bisa memberikan impact? Bagaimana mungkin kita bisa memberikan pengaruh terhadap dunia sekeliling kita? Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya yang berjudul The Cost of Discipleship (harga dari sebuah pemuridan) membedakan anugerah yang murahan dan anugerah yang mahal. Di dalam buku itu dikatakan ketika kita menjadi orang Kristen maka kita harus ingat bahwa kerapkali kita terjebak dalam sebuah anugerah yang murahan. Dikatakan anugerah yang murahan itu adalah seperti sebuah khotbah yang tanpa menuntut sebuah pengampunan atau khotbah pengampunan tanpa pertobatan atau baptisan tanpa disiplin gerejawi atau perjamuan tanpa sebuah pertobatan dan sebaliknya dia berkata anugerah yang mahal itu menuntut sebuah discipleship. Ketika Tuhan memanggil kita maka Tuhan menuntut kita, memerintahkan kepada kita untuk datang dan mati. Deitrich Bonhoeffer berkata anugerah yang kita terima menuntut sebuah harga yang harus bayar. Sebuah komitmen memberitakan kebenaran. Sebuah komitmen untuk menyatakan Kristus. Sebuah komitmen untuk memberitakan kepada dunia apa yang benar dan apa yang salah bahkan komitmen untuk sampai mati adanya. Dan benar dia mati seperti itu. Kalimat Deitrich Bonhoeffer yang berkata: "Cheap grace is the mortal enemy of the church", menjadi sebuah kalimat di mana orang Kristen harus dengar. Anugerah yang murahan adalah musuh yang mematikan bagi gereja pada zaman ini. Begitu banyak gereja puas hanya karena mempunyai data jemaat yang banyak. Satu sisi betul kita bersyukur bahwa kita memiliki jemaat-jemaat yang baik tetapi apakah itu cukup? Ketika Dietrich Bonhoeffer berkata “Cheap grace is the mortal enemy of the church”maka dia mau berkata bahwa gereja harus berhati-hati. Kalau masih ada banyak jemaat tetapi semuanya menganggap cheap grace, sebuah anugerah yang murahan adanya, artinya sebuah anugerah di mana kita tidak mau memberikan diri untuk dibentuk oleh Tuhan, memberikan diri untuk didisiplin oleh Tuhan maka kita tidak sungguh-sungguh sampai pada tahapan yang kedua, yaitu discipleship. Kita hanya berhenti sampai di membership. Untuk sampai pada tahapan discipleship maka dibutuhkan kedisiplinan. Butuh sebuah kerja keras dan komitmen. Dan inilah yang menjadi sebuah masalah yang serius pada zaman ini. Ketika berbicara mengenai sebuah komitmen pada zaman ini maka ini menjadi sebuah hal yang cukup serius karena kita seringkali bermasalah dalam berkomitmen. Untuk pemuridan, kuncinya hanya satu yaitu disiplin untuk menjalaninya. Kalau kita tidak memberikan usaha untuk lebih lagi maka pemuridan tidak akan bisa berjalan dan kita hanya berhenti di membership. Kita harus menyadari bahwa kita tidak boleh berhenti hanya sampai di membership, kita harus sampaipada discipleship dan discipleship itu membutuhkan waktu, membutuhkan usaha, membutuhkan energi. Gereja sudah menyiapkan dan saatnya kita terlibat di dalamnya. Penutup Mari kita berdoa bersama-sama agar kita tidak berhenti sampai di dalam membership. Periksalah diri kita masing-masing apakah saat ini kita hanya berhenti sampai di membership dan kita tidak sungguh-sungguh mau menjalani discipleship? Mari kita semua untuk tidak hanya berhenti sampai di membership, tetapi kita harus sampai pada proses discipleship. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Ringkasan khotbah ini tidak melalui proses editing oleh pengkhotbah Sumber: Ringkasan khotbah Pdt. Tommy Elim di Gereja Kristus Yesus (GKY) Green Ville, Jakarta tanggal 2 Juni 2013 http://www.gkyjgv.org/ringkasan.php?kode=1626 "Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata." (Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)