Maaf, attachment-nya terlalu besar.. terpaksa di remove.

Robby Permata <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   Date: Thu, 27 Sep 2007 06:33:09 
-0700 (PDT)
From: Robby Permata <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [kasma1] The Next Big One mengancam Sumbar?
To: kasma1@yahoogroups.com

  Mungkin kalau dibilang menenangkan belum juga ya, P Andri. 
   
  Tapi analisis dan informasi P Badrul, yang notabene ahli lulusan ilmu 
Geofisika (kalau ndak salah, maaf kalau tnyata salah), memang sangat banyak 
membantu kita (nan awam-awam jo masalah iko) untuk sedikit bisa lebih mengerti.
   
  P Badrul, bersama dengan para ahli  lainnya seperti Dr. Danni Hilman, Dr. 
Hamzah Latief, dan Prof. Kerry Sieh adalah ahli di bidang Geofisika dan 
Geologi. Sehingga beliau bisa melakukan analisis yang komprehensif tentang 
potensi bencana gempa dan tsunami.
   
  Sedangkan kalau orang yang berkecimpung di bidang konstruksi atau bidang 
teknik sipil (ambo karajo sebagai junior engineer sebuah konsultan struktur di 
Bandung), mungkin punya sudut pandang yang agak berbeda. 
   
  Kami yang di bidang konstruksi lebih berkonsentrasi ke arah mitigasi bencana, 
bukan di analisis bencana itu sendiri. Bahasa sederhananya : katakanlah bencana 
itu memang terjadi, lantas apa antisipasi kita?
   
  Berdasarkan hasil survey terhadap keruntuhan bangunan di Sumbar akibat gempa 
6 Maret 2007, disimpulkan bahwa penyebab utama kegagalan bangunan adalah :
   
  - poor workmanship : pengerjaan yang jelek kualitasnya
  - poor material : misalnya campuran untuk beton kurang bagus
  - inappropriate design and construction 
   
  namun bangunan jaman saisuak yang terbuat dari kayu malah umumnya tidak 
mengalami kerusakan. Kalaupun ada kerusakan, itu lebih karena kayunya yang 
sudah lapuk (maklum, dibangun mungkin jaman Belanda dulu). 
   
  saya lampirkan paper hasil survey-nya di email ini.
   
  kalau kata dosen saya :
  Orang jaman dulu pernah mengalami bencana gempa besar ( kalau di Sumbar 
mungkin gempa tahun 1797), sehingga mereka memperbaiki teknik dan cara 
pembuatan rumahnya sehingga jadi tahan gempa. Tapi mereka tidak menformulasikan 
tekniknya, lebih ke hasil pengalaman dan intuisi saja.  
  Sementara orang jaman sekarang mulai meninggalkan rumah dari kayu, dan mulai 
membangun dengan tembok bata dan beton (kalau baja untuk rumah masih jarang). 
Sayangnya perubahan itu tidak disertai pengetahuan teknik membangun rumah beton 
dengan benar, padahal bangunan beton jelas2 lebih berat dan lebih berbahaya 
jika terkena gempa.
   
   
  Nah ini lah salah satu masalahnya : 
  teknik konstruksi tahan gempa untuk bangunan sederhana belum 
tersosialisasikan dengan baik ke masyarakat. Padahal kegagalan bangunan 
merupakan salah satu penyebab utama jatuhnya korban jiwa.
   
  dari sisi hukum, di Indonesia sudah ada standar perhitungan bangunan tahan 
gempa yaitu SNI 03-1726 2002. Namun peraturan ini cocoknya untuk bangunan 
tinggi (> 3 lantai). Para pemilik gedung tinggi,misalnya di jakarta, sudah 
tersosialisasikan dengan baik. Mereka selalu meminta laporan perhitungan 
konstruksi gedungnya mengikuti peraturan tersebut. Bahkan kalau di Jakarta ada 
yang namanya TPKB yang fungsinya memeriksa laporan perhitungan struktur gedung.
   
  Justru yang belum ada itu perangkat untuk sosialisasi dan penerapan bangunan 
tahan gempa untuk rumah sederhana (harusnyo pas maurus IMB, ado persyaratan 
gambar dan perhitungan, tapi kenyataannyo kito samo-samo tau  lah). Mungkin 
inilah salah satu yang harus dibenahi bersama.
   
   
   
  warm regards
  -Rp-
   
   
  NB : maaf kalau postingnyo agak panjang... talampau basemangat sih..

 
    
---------------------------------
  Pinpoint customers who are looking for what you sell. 


       
---------------------------------
Luggage? GPS? Comic books? 
Check out fitting  gifts for grads at Yahoo! Search.

Kirim email ke