Rekomendasi Penataran Bahwasanya keberadaan Candi Penataran di desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, bukan sekadar peninggalan purbakala yang perlu dilestarikan, melainkan menyimpan potensi yang amat sangat berharga. Kompleks bangunan candi yang dibangun selama sekitar 300 tahun itu merupakan modal dasar bagi pengembangan pariwisata, pendidikan, inspirasi kesenian dan industri kreatif, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah penyelamatan sebelum jauh terlambat. Sehubungan dengan hal itu, maka Sarasehan Peduli Penataran, yang digelar di Museum Penataran, hari Minggu, 22 November 2009, oleh Dewan Kesenian Jawa Timur (DK Jatim) dan Blitar Heritage Society (BHS) merumuskan rekomendasi sebagai berikut: 1. Pemerintah pusat perlu menyampaikan masterplan pengembangan kawasan Candi Penataran secara terbuka agar tidak bertentangan dengan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat secara swadaya dalam upaya ikut melestarikan dan mengembangkan potensi kawasan Candi Penataran. Kasus kontroversial pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) diharapkan jangan sampai terjadi di Penataran. 2. Diperlukan pemetaan ulang kawasan Candi Penataran dan sekitarnya sehingga dapat diketahui secara persis batas-batas yang merupakan kawasan purbakala yang harus dilindungi sebagaimana ditentukan berdasarkan Undang-Undang Cagar Budaya. Pemetaan ini sangat penting untuk menentukan langkah lebih lanjut berupa penataan ulang (redesign) sarana dan prasarana kawasan sekitar candi yang, meskipun sudah terlambat, dihuni oleh penduduk dan peruntukan lainnya. Realitanya, masih sering terjadi penduduk menemukan artefak di sekitar Candi Penataran ketika menggali tanah. Sangat mungkin bahwa batas-batas kompleks Candi Penataran lebih luas daripada batas yang sekarang ini. 3. Terkait dengan itu, maka mulai sekarang harus tegas memberlakukan bahwa tidak boleh ada pemanfaatan zona inti di kompleks Candi Penataran untuk aktivitas apapun, termasuk menggelar pertunjukan dan aktivitas di bangunan di zona inti tersebut. Apa yang sudah terjadi selama ini merupakan pelajaran mahal, karena kalau hal ini diteruskan, merupakan bentuk vandalisme yang melanggar UU Cagar Budaya, yang akan berakibat terjadinya kerusakan pada bagian-bagian candi. Sebagai solusinya, pemerintah perlu membebaskan lahan di sebelah barat sebagai areal seni pertunjukan sehingga keberadaan Candi Penataran dapat menjadi latarbelakang sebagaimana yang juga dilakukan di kawasan Candi Prambanan, Jawa Tengah. 4. Diperlukan pemahaman yang tepat mengenai pariwisata yang memanfaatkan Candi Penataran, bahwa pariwisata dapat tetap dijalankan dengan tetap mengindahkan batasan-batasan tertentu yang sudah ditentukan Undang Undang. Justru bagian-bagian yang tidak dapat dikunjungi itu merupakan eksotisme tersendiri dalam pariwisata. Dalam waktu tak lama lagi, sudah harus ada klaim pemetaan kawasan obyek wisata. 5. Keberadaan relief-relief di Candi Penataran dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar atau media pendidikan, sumber inspirasi kesenian (seni rupa, sastra dan pertunjukan) serta menjadi inspirasi industri kreatif. Demikian pula tata letak serta arsitektur kompleks Candi Penataran, yang telah terbukti memberi inspirasi candi Majapahit (candi Angka Tahun), model atap masjid (Candi Induk), serta tata letak petilasan Wali Songo (kompleks makam Sunan Giri dan Sunan Bonang), serta menginspirasi model rumah adat Bali dan Jawa Kuna. Harus diakui, masih banyak fakta yang belum terungkap dari keberadaan kompleks candi ini yang memerlukan kajian tersendiri secara serius dan berkesinambungan. 6. Untuk memaksimalkan informasi potensi kawasan Candi Penataran, diperlukan langkah-langkah untuk membuat publikasi dan/atau penerbitan, termasuk melalui media audiovisual, sejalan dengan konsep Arkeologi Publik. Termasuk, gelar karya kesenian yang berangkat dari khasanah budaya lokal dan membuat galeri seni rupa yang menjadikan Candi Penataran sebagai obyek dan subyeknya. 7. Konon desa Penataran masa dulu merupakan pusat pembuatan kerajinan dari kuningan, khususnya untuk keperluan sesaji. Desa lokasi candi itu dulu dikenal dengan nama Bumi Pangrumbitan. Sehubungan dengan pengembangan kawasan Candi Penataran sebagai kawasan wisata dan juga untuk meningkatkan kesejahteran penduduk setempat, maka pembuatan industri kerajinan itu dihidupkan kembali. 8. Penataran merupakan simbol kerukunan Hindu dan Budha pada masanya. Disamping itu, sehubungan dengan beberapa indikasi, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai keterkaitan Islam dengan Candi Penataran. Beberapa indikasi itu misalnya, Prasasti Palah konon diambil dari nama dalam bahasa Arab, Al Falah yang berarti kemenangan. Juga adanya petilasan Syeh Subakir yang terdapat di desa Penataran. Fakta yang menarik: Bale Agung yang terdapat di bagian paling depan kompleks Candi Penataran, ternyata tanpa relief sama sekali, pintu masuk dari arah tenggara, menghadap ke kiblat. 9. Kemegahan dan keberadaan Candi Penataran yang merupakan Candi Negara pada masanya, diharapkan dapat menjadi pendorong semangat bagi warga Blitar untuk berprestasi dan membanggakan negara dan bangsa sebagaimana yang sudah dibuktikan oleh Soepriyadi dan Soekarno. Diharapkan, setidaknya pemerintah kabupaten Blitar lebih memperhatikan (merawat, melestarikan, mengembangkan) dan memberikan perlakuan khusus terhadap keberadaan Candi Penataran sebagaimana posisi sebagai candi negara pada masa lampau. 10. Perlu dilakukan pembenahan dalam waktu dekat, yaitu: Melancarkan aliran air yang menggenangi areal seputar Dwarapala akibat gorong-gorong yang tersumbat. Disamping itu, posisi patung Dwarapala itu sendiri perlu diangkat ke posisi lebih tinggi sehingga tidak terkesan tenggelam dalam kubangan, dan dapat terlihat sebagai penjaga pintu gerbang sebagaimana seharusnya. 11. Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tersebut di atas maka diusulkan kepada pemerintah pusat agar menjadikan kompleks Candi Penataran menjadi Taman Nasional purbakala, dan juga mengusulkan pada Pemerintah Kabupaten Blitar membentuk Tim Cagar Budaya. 12. Sebagai tindak lanjut, diperlukan forum pertemuan berikutnya dengan membentuk jaringan kerjasama (networking) di berbagai kalangan yang peduli dengan kelestarian dan pengembangan kompleks Candi Penataran untuk secara bersama-sama menjalankan program-program swadaya. Penataran, Blitar, 22November 2009 Fasilitator Henri Nurcahyo Mobile: 0812 3100 832 email: henrinurcahyo@ gmail.com NB: Peserta Sarasehan sebanyak 30 (tiga puluh) orang, yang terdiri dari: - Prof. Aminudin Kasdi, sejarawan Unesa dan Tim Cagar Budaya Surabaya - RM. Yunani Prawiranegara, budayawan, anggota Tim Cagar Budaya Surabaya - Mardiono dan beberapa pengurus Blitar Heritage Society (BHS), - Nunuk Kristiana dan beberapa pengelola Museum Penataran - Agus Bimo, seniman dari Klaten - Dwi Cahyono, Ingil Documentary, Malang - Beberapa pengurus GMNI Blitar - Guru/siswa/mahasisw a SMKN IX, Unesa, ITB, UIB, seniman dari beberapa kota dan dari DK Jatim sendiri.