Berkesenian dari Pinggiran

Geliat seni modern di Indramayu, Jawa Barat, mungkin bisa mewakili gambaran 
susahnya berkesenian dari daerah pinggiran. Para seniman di kawasan pantai 
utara Jawa ini gamang: belum kukuh mengolah kekuatan lokal, tetapi juga sulit 
mengikuti dinamika seni kontemporer. Bagaimana usaha mereka mencari jati diri?
Gerimis merintik di Kota Indramayu, Kamis (26/11) siang. Sejumlah seniman 
berkumpul di Panti Budaya, gedung pertemuan bersahaja yang disulap jadi ruang 
seni, sanggar tari, sekaligus markas Dewan Kesenian Indramayu (DKI). Beberapa 
orang sibuk berlatih menari, sebagian bermain musik, beberapa lagi asyik 
berbincang.
”Kami sering berkumpul di sini untuk sekadar ngobrol atau mengurus kegiatan 
seni,” kata Syayidin (43), pelukis sekaligus Ketua DKI. Dua pelukis muda lain, 
Abdul Gani alias Adung dan Abdul Aziz, ikut menemani.
Lulusan Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 1992 itu 
bercerita, ada 15-an pelukis di situ yang aktif berkarya secara modern. Mereka 
pernah berpameran di beberapa gedung di daerah itu. Bagaimana karya mereka?
Syayidin banyak mengangkat figur manusia yang umumnya tengah memainkan alat 
musik. Lukisannya cenderung impresionis-ekspresif: disapukan cepat, hanya 
menonjolkan bagian tertentu, serta menonjolkan aspek gerak.
Beda lagi dengan lukisan Adung yang bergaya realisme fotografi. Obyek manusia 
digambar tunggal dan rinci dengan latar bidang diblok satu warna. Kadang, 
diimbuhi unsur topeng merah berwajah Klana, tokoh populer dalam tari topeng 
Indramayu.
Karya dua seniman ini tak jauh berbeda dari tren seni rupa di kota besar. Corak 
lukisan Syayidin mengingatkan pada sapuan SP Hidayat, pelukis asal Indramayu 
yang dianggap sukses dan rajin berpameran lewat Linda Gallery di Jakarta. Gaya 
Adung selaras dengan realisme-fotografis ala lukisan kontemporer China yang 
masih digemari di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.
”Kami memang sering melihat-lihat katalog pameran di kota,” kata Syayidin yang 
pernah mencoba berkesenian di Jakarta, tetapi kemudian balik lagi ke Indramayu.
Mengkota
Hasrat mengacu pada seni kota (sebut saja mengkota) juga berlangsung di bidang 
seni modern lain, katakanlah sastra dan teater modern. Kegiatan sastra di 
Indramayu ditopang banyak penyair dan beberapa penulis cerpen muda. Mereka 
mendirikan Yayasan Sastra Indramayu dan Forum Masyarakat Indramayu, menggelar 
pentas baca puisi dalam kegiatan ”Panen Puisi” serta menerbitkan sejumlah buku 
antologi puisi, seperti Tanah Garam (1992) dan Percakapan Ombak (2002).
Beberapa penyair menerbitkan antologi sendiri. Penyair Yohanto A Nugraha 
menerbitkan Orasi Sunyi (2005), Supali Kasim dengan Bergegas ke Titik Nol 
(2007), dan Acep Syahril lewat Negri Yatim (2009). Mereka pernah mengundang 
sejumlah penyair nasional, seperti Sapardi Djoko Damono, Abdul Hadi WM, Jamal D 
Rahman, dan Afrizal Malna.
Ketimbang terus berkubang dengan problem lokal, puisi mereka banyak 
membicarakan isu nasional, mulai dari soal Reformasi, ketimpangan kota dan 
desa, berbagai kisruh negeri, atau fenomena televisi. Bagaimana dengan gaya 
puisinya?
”Kami dekat dengan gaya puisi Afrizal Malna,” kata Yohanto alias Abuk. Gaya 
berpuisi Afrizal yang reflektif, visual, dan seakan tanpa beban narasi dianggap 
cocok dengan para penyair di situ.
Dalam berteater, Indramayu punya sejumlah kelompok teater modern, seumpama 
Basic/Coret, Studio 50, Merah-Putih, dan Gigin Lintang. Hanya saja, pertunjukan 
teater belum stabil karena masih bergantung pada kegiatan seremoni tahunan, 
seperti ulang tahun kabupaten atau tanggapan. Pentas terakhir, ”Monolog Tarling 
Jumiatin” oleh Studio 50, dianggap mencerminkan bentuk terbaru.
Naskah garapan Ucha M Sarna itu ditangani sutradara Candra N Pangeran, jebolan 
STSI Bandung. Lakon ini mengangkat kisah TKI yang bermasalah saat pulang 
kampung. ”Bentuknya seperti tarling yang diabsurdkan, agak dekat dengan gaya 
teater Payung Hitam Bandung,” kata Ucha.
Gamang
Pertumbuhan seni rupa, sastra, dan teater modern di Indramayu menggambarkan 
para seniman di daerah itu masih gamang. Pada satu sisi mereka berusaha 
menguntit dinamika seni kontemporer dengan mengadopsi tema urban beserta gaya 
kesenian di kota. Usaha itu belum melahirkan karya bernas yang mengukuhkan 
eksistensi mereka di pentas nasional.
”Kami masih kesulitan menembus kancah nasional,” kata Abdul Aziz, penyair dan 
pelukis kaligrafi.
Pada sisi lain, akibat usaha mengadopsi urbanisme itu mereka malah menjadi agak 
berjarak dari problem lokal dan akar tradisi. Lukisan seniman di sana, 
misalnya, tak lagi berangkat dari lukisan kaca tradisional atau lukisan 
dekorasi sandiwara, juga tak banyak merespons problem lokal. Sastra modern tak 
mengembangkan sastra tutur tradisi seperti Macapat alias Kepujanggan (syair 
yang ditembangkan). Begitu pula teaternya belum mengolah kekuatan sandiwara 
rakyat yang masih hidup sampai sekarang.
Sebenarnya para seniman di Indramayu menyadari, problem sosial di kawasan itu 
bisa jadi inspirasi berkarya. Kekuatan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad 
Tohari terletak pada kemampuan mengangkat problem lokal di Banyumas. Di tangan 
Teater Garasi asal Yogyakarta, pergulatan hidup di jalanan pantura melahirkan 
lakon teater-tari Jejalan yang menarik.
”Masalahnya, kami masih kurang percaya diri, kurang total dalam mengeksplorasi 
kekuatan lokal dalam seni modern,” kata Ucha. Penggiat teater Suparto Agustinus 
menambahkan, dana kurang dan manajemen lemah juga turut mengganggu proses 
kreatif.
Meski begitu, para seniman itu bertekad bakal bekerja lebih keras demi 
menemukan jati diri. ”Kami tak akan pernah berhenti berkesenian,” kata Acep 
Syahril lantang.
Semangat semacam itu juga tersirat pada patung monumen perjuangan di belakang 
jalan Bundaran Mangga, salah satu persimpangan penting di Kota Indramayu. 
Patung buatan para seniman Indramayu dan Jakarta itu menampilkan sosok lelaki 
kekar mengacungkan galah panjang. Sayang, bentuk efek gerak pada patung itu 
juga tak lepas dari hasrat tampak mengkota: mirip gaya realisme patung karya 
Nyoman Nuarta di Bandung dan Jakarta. (I. Khoiri & D. Fitrianto/ Kompas)
 
 
 
 


      

Kirim email ke