UNDANGAN
Mengenang Budayawan RM Yunani
Prawiranegara dan Launching buku Konservasi Budaya Panji



Kamis, 18 Februari 2010
pukul 10.00- 13.00 wib
di Galeri Surabaya Jl.Yos Sudarso 15
Surabaya



Penyelenggara:
Dewan Kesenian Jawa Timur-Dewan
Kesenian Surabaya-Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya-Persatuan
Wartawan Indonesia Jatim.



Catatan:
Buku Konservasi Budaya Panji dibagi
gratis.



Kontak person:
Nasar Bathati 081 730 6239
Dewan Kesenian Jawa Timur
Jl.Wisata
Menanggal Surabaya 60234
Telp/fax 031-
8554304
Email:dk_ja...@yahoo.com
www.dewankesenianjatim.com









Tentang Buku Konservasi Budaya
Panji

Editor
Henri Nurcahyo

Penulis:
Aminudin
Kasdi
Bambang Tetuko
Dwi Cahyono
Henri Nurcahyo
Lydia
Kieven
Narsen Afatara
Nasrul Illahi
R. Joko Prakosa
RM.
Yunani Prawiranegara
S. Jai
Soemarno


Pracetak:
Abdul
Malik, Ribut Wijoto

Desain cover dan lay out:
Kang
Madrim

Cetakan pertama:
November 2009

Tebal:
216
halaman+xi

ISBN:
978-979-18793-7-8

Diterbitkan
oleh
Dewan Kesenian Jawa Timur
Jl.Wisata Menanggal Surabaya
60234
Telp/fax 031- 8554304
Email:dk_ja...@yahoo.com

Bekerja
sama dengan;
Bayumedia Publishing
Jl.Bukit Barisan 23
Malang
Telp 0341- 570343 fax 0341-
570342
Email:bayume...@yahoo.com



SEKAPUR
SIRIH

Syukur Alhamdulillah, program penerbitan buku tahap
kedua berjalan sesuai rencana. Sejak semula, Dewan Kesenian Jawa
Timur memahami bahwa kesenian tidak hanya terpaku dengan wilayah olah
rasa. Tapi juga ada gelibat kencang dari pergulatan pemikiran. Inilah
yang perlu dicatat. Problemnya, mencatat pemikiran belum menjadi
tradisi yang mengakar di Jawa Timur. Terbukti, penerbitan buku di
provinsi yang beragam etnik ini masih teramat sepi. Tetapi kami tetap
optimistis. Sepi bukan berarti tidak ada sama sekali. 
Kami
berharap usaha penerbitan ini mampu meningkatkan gairah kehidupan
kesenian. Terkhusus di Jawa Timur. Untuk itu, kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada para seniman yang telah mencurahkan
keringat-dinginnya untuk menulis buku, editor, penerbit, dan seluruh
insan yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan
kesenian di Jawa Timur. Selebihnya, ungkapan kuno, tiada gading yang
tak retak, patut kami ketengahkan. Artinya, kami tetap mengharapkan
adanya kritik dan saran demi terciptanya kondusivitas berkesenian
yang sehat dan progresif. Amin.

Surabaya, 10 November
2009

Achmad Fauzi
Ketua Umum Dewan Kesenian Jatim


Semacam
Pengantar

Apa yang disebut dengan Cerita Panji, ternyata bukan
sekadar kisah percintaan antara Panji Asmarabangun dan putri Galuh
Candrakirana. Ada banyak hal yang menarik terkait dengan cerita
rakyat ini sehingga pantas menjadi perbincangan banyak kalangan.
Bukan hanya terkait dengan sastra lokal, melainkan juga menyangkut
aspek sejarah, arkeologi, antropologi, pertanian, politik, dan aspek
budaya secara luas. Itu sebabnya, khasanah cerita rakyat ini tidak
hanya berhenti sebagai karya sastra, melainkan sudah menjadi budaya.
Dan apa yang disebut Budaya Panji, adalah sebuah fenomena tersendiri.


Sebagai sebuah kisah percintaan, menjadi hal yang menarik
ketika ternyata kisah itu menjadi cerita utama banyak seni
pertunjukan. Mulai dari Wayang Beber, Wayang Topeng, Wayang Krucil,
Wayang Gedhog dan sejumlah teater rakyat. Dan ternyata lakon tersebut
juga melahirkan banyak varian sehingga pertunjukan teater rakyat
memiliki banyak alternatif ketika mementaskan cerita Panji. Inilah
fenomena yang pertama.

Kedua, banyak orang mengenal
cerita-cerita rakyat seperti Ande-ande Lumut, Timun Mas, Keong Mas,
Thothok Kerot, Utheg-utheg Ugel dan sebagainya. Namun yang tidak
disadari, bahwa cerita yang akrab di kalangan anak-anak desa itu
adalah juga varian dari cerita Panji. Bisa dikatakan bahwa
cerita-cerita itu adalah fragmen-fragmen dari cerita besar mengenai
pengembaraan Raden Panji Asmorobangun ketika patah hati karena
kekasihnya yang pertama, Dewi Anggraeni, bunuh diri sebelum dibunuh
utusan Raja. 

Ketiga, kisah yang bersumber dari kerajaan
Kadiri dan Jenggala ini ternyata menyebar ke seluruh Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, menyeberang ke Sumatra, Kalimantan, bahkan hingga ke
negara-negara Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar dan sebagainya.
Bukankah ini dapat disebut sebagai ekspor budaya? 

Keempat,
dirunut dari aspek sejarah, kisah ini terjadi pada masa kerajaan
Kadiri, namun justru muncul dua ratus tahun sesudah itu, yaitu pada
masa kerajaan Majapahit. Dari sini saja sudah memancing kajian
sejarah dan aspek politik yang menarik diperbincangkan. Bahkan,
mempersoalkan apakah Panji ini memang merupakan fakta sejarah atau
hanya dongeng belaka, sudah menjadi bahan diskusi yang menarik.


Kelima, meski “hanya” berupa kisah percintaan dua anak
manusia, seorang arkeolog asal Jerman, Lydia Kieven, menemukan adanya
kisah Panji ini di 20 (dua puluh) relief candi di Jawa Timur. Apakah
ada sesuatu yang luar biasa sehingga sampai sebegitu banyak candi
yang mengabadikan kisah ini? 

Semakin menelisik lebih jauh ke
dalamnya, akan banyak ditemui fenomena kisah sastra yang mampu
menjadi alternatif kisah Mahabarata dan Ramayana ini. Itu sebabnya,
Dewan Kesenian Jawa Timur ingin mengangkat Budaya Panji ini sebagai
ikon Jawa Timur, melalui program Konservasi Budaya Panji. Hal ini
merupakan langkah kongkrit dari serangkaian acara bertemakan Panji
yang digelar di Universitas Merdeka Malang tahun 2007, menyusul
Pasamuan Budaya Panji di PPLH Seloliman tahun 2008, dan diskusi bedah
Panji di Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya awal tahun 2009,
yang secara khusus memang merupakan hajat Dewan Kesenian Jatim. Bagi
DK Jatim, yang terlibat dalam program Panji ini sejak awal, kemudian
ikut memfasilitasi dialog Lydia Kieven di Kediri dan Malang, serta
secara khusus bekerjasama dengan TVRI Jawa Timur, dengan membuka
program Jagongan Budaya. Tiga episode pertama, memilih topik Budaya
Panji ini. 

Konservasi Budaya Panji itu memang bukan hanya
menyangkut aspek kesenian saja, melainkan aspek-aspek yang lain.
Namun Dewan Kesenian Jawa Timur, sesuai dengan lingkupnya, hanya
berkonsentrasi pada aspek keseniannya belaka. Penerbitan buku ini
misalnya, hanyalah merupakan langkah awal dari upaya konservasi
tersebut. Sebagaimana disarankan banyak pihak, akan dilaksanakan juga
penerbitan (ulang) cerita-cerita rakyat yang bersumber dari Cerita
Panji, pementasan seni pertunjukan rakyat yang berbasis Cerita Panji
dan juga berbagai upaya lainnya. Berbagai upaya tersebut bahkan
diharapkan dapat bermuara dengan menjadikan Budaya Panji sebagai ikon
Jatim. Bahwa ada suatu potensi budaya yang dimiliki dan menjadi
kebanggaan Jawa Timur berupa sebuah budaya Panji. Disebut “budaya”,
karena di dalamnya ada kesenian (sastra, seni pertunjukan, seni rupa,
seni tari), sejarah, arkeologi, filsafat, politik, bahkan terkait
dengan aspek lingkungan hidup. 

Buku ini, adalah catatan
rangkuman dari Pasamuan Budaya Panji di PPLH, diskusi Bedah Panji di
CCCL dan cuplikan perjalanan ceramah keliling Lydia Kieven di
Surabaya, Kediri dan Malang. Sebagian makalah yang disajikan dalam
acara di PPLH Seloliman dan CCCL Surabaya, juga dilampirkan dalam
buku ini. Demikian pula rekomendasi dari Pasamuan Budaya Panji di
PPLH dan Reportase Bedah Panji, serta catatan khusus yang dibuat oleh
Lydia Kieven sendiri. Ke depan, pengkajian Budaya Panji itu tentu
akan lebih menarik lagi dilakukan dalam sebuah seminar internasional
yang mendatangkan pakar-pakar berbagai disiplin ilmu untuk membahas
Panji.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Dewan
Kesenian Jawa Timur yang memberikan kepercayaan pada penulis untuk
menjadi koordinator program Konservasi Budaya Panji ini. Terima kasih
pula kepada para narasumber, yang dengan besar hati menyumbangkan
pemikirannya untuk acara diskusi dan kemudian dibukukan ini. Tentu
saja, penulis menghaturkan maaf yang sebesar-besarnya lantaran
penerbitan buku ini masih memiliki banyak kelemahan. 


Surabaya,
September 2009

Henri Nurcahyo 
Editor









      

Kirim email ke