Kozok yth. Terima kasih atas tanggapannya, dan sudah menjelaskan perkembangan kajiannya sejauh ini. Saya ingin menanggapi ulang beberapa hal sebagai berikut : 1. Sependapat dengan Kozok, era Adityawarman (abad 14) pengaruh Budha Bhairwa/Tantra sudah lebih kuat di Melayu. Saya hanya memperhatikan kondisi abad 6-7, ada kontestasi yang tajam di Sumatera dengan munculnya Sriwijaya (Budha). Jadi pada era itu Melayu sampai sekurangnya sejak abad 1 (Ajisaka), Melayu masih Hindu. Fenomena ke arah Budha seiring dengan fenomena yang berlangsung di Singhasari pada abad 13. 2. Memang tidak ada catatannya, namun hubungan dagang cukup intens. Saya menarik alasan serangan langsung India ke Sriwijaya pada akhir abad 14, namun tidak mengusik wilayah teritori Melayu yang telah berkembang saat itu di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung. Kata 'orientasi' memang sudah salah penggunaan selama ini untuk menjelaskan tentang 'tendensi' atau 'arah', tapi sudah baku kelihatannya dalam Bahasa. 3. Sepertinya Kozok perlu meneliti kembali beberapa prasasti termasuk yang ditemukan De Casparis, beberapa di antaranya ditulis dalam Jawa Kuna serta percampuran dengan Sansekerta, yaitu sejak Adityawarman kembali ke Melayu. Bisa dicek di melayu-online.com. 4. Saya kira ini temuan menarik. Untuk Minangkabau hal ini sangat jelas disebut dalam tambo. Koneksinya adalah dalam 'sistem pemerintahan kota' (nagari), serta filsafat kemasyarakatan. 5. Bisa dipahami, karena sebagian wilayah Kerinci sekarang sudah masuk ke teritori Sumatera Barat. 6. Ini sebenarnya pendapat Dt. Rajo Mangkuto Sumarasok dalam diskusi minggu lalu. Ada beberapa istilah dalam bahasa Melayu yang bertipikal 'matrilineal', seperti : ibu jari, ibukota, ibu pertiwi, dst. Mudah-mudahan diskusi ini dapat kita kembangkan lebih lanjut. Terima kasih Kozok. Wassalam, -datuk endang
--- On Thu, 4/1/10, Uli Kozok <ko...@hawaii.edu> wrote: Datuk Endang yth, Ini hanya beberapa catatan: 1. Tampaknya bahwa agama di Melayu/Minangkabau bukan agama Hindu melainkan Budha (walaupun memang ada pengaruh Hindu juga). Casparis malahan menyebutnya Budha murni, tetapi saya tidak begitu yakin dengan "kemurniannya" 2. Melayu berulang kali mengirim utusan ke Tiongkok tetapi setahu saya tidak pernah ke India. Perlu dijelaskan apa yang dimaksud sebagai "orientasi" -- kata orientasi itu sendiri artinya "mengarah ke timur" :) 3. Aksara Jawa tidak pernah dipakai di Sumatra. Aksara yang dipakai Adityawarman adalah aksara Sumatra yang mirip dengan aksara Jawa dan aksara Khmer tetapi tidak berasal dari Kambodia atau dari Jawa melainkan berkembang di Sumatra. Itu sudah ditekankan oleh De Casparis dan sangat jelas bagi siapa saja yang mengetahui sejarah perkembangan aksara di Nusantara. Lagipula teks-teks di prasasti tidak ada satu pun yang berbahasa Jawa Kuno. Semua teks berbahasa Melayu campur dengan Sansekerta (atau Sansekerta campur dengan bahasa Melayu). 4. Saya kira "hubungan" Minangkabau dengan Yunani adalah melalui Iskandar Agung. Bukan hanya masyarakat Minangkabau, tetapi banyak suku lainnya di Indonesia memiliki "sejarah" bahwa mereka berasal dari Iskandar Agung (dan biasanya mereka tidak tahu bahwa Iskandar Agung adalah orang Yunani). 5. Naskah Tanjung Tanah perlu diingatkan bukan berasal dari Kerinci melainkan dari Sumatra Barat. Dari naskah itu kita tahu bahwa pada abad 14 bahasa Melayu digunakan di Sumatra Barat sebagai bahasa tul;isan. Bagaimana halnya dengan bahasa sehari-hjari tidak jelas. 6. Bahasa Melayu jelas sekali tidak berakar pada bahasa Minangkabau. Hal ini sangat bertolak belakang dengan ilmu linguistik. Sangat jelas bahwa bahasa Minang merupakan cabang dari bahasa Melayu. 2010/3/31 Datuk Endang <datuk_end...@yahoo.com> Roni yth. Saya kurang jelas lokasi Minanga Tamwan itu, tentunya suatu tempat yang dilewati dengan cara yang sama dari Palembang sesuai bunyi prasasti. Dulu ada yang menyampaikan sanak Adyan, ABP, dll. Namun jelas eranya lebih muda dari Melayu, sehingga bukan yang dimaksud dengan Suarnadwipa atau Suarnabhumi menurut prasasti Calcutta. Suarnadwipa yang dimaksud Ajisaka lebih tepat adalah Melayu, dan Jawadwipa adalah sebuah kerajaan di Jawa, sekitar pertengahan abad 1. Bangsawan2 India yang berada dalam rombongan Ajisaka diturunkan di kedua tempat ini, dan memulai 'sistem kerajaan'. Jadi sistem asli (vernakular) masyarakat Sumatera-Jawa tidak mengenal sistem monarkhi. Melayu dan Sriwijaya tidak memiliki hubungan darah, cenderung berseteru, sehingga dalam prasasti disebutkan selalu ada pertikaian di perbatasan. Mungkin ini dapat menjelaskan : Melayu berorientasi ke India (Hindu), dan Sriwijaya berorientasi ke Tiongkok dan Hindia Belakang (Budha). Dan ini dapat menjelaskan kenapa ada serangan dari Tiongkok ke Singhasari (1297), dan kemudian ada serangan India ke Sriwijaya (akhir abad 14). Minangkabau terlepas dari dua sistem kekuasaan itu, baik Melayu (Hindu) maupun Sriwijaya (Budha), karena katanya berakar ke Yunani/Macedonia . Jadi konsep filsafat sangat kuat di Minangkabau, termasuk sistem pemerintahan kota (nagari). Melayu-Sriwijaya-Pasai-Majapahit-Aceh tidak pernah menyerang Minangkabau. Serangan yang tercatat dalam sejarah adalah serangan dari utara; kemudian serangan Majapahit ke Pagaruyung yang tertahan di Padang Sibusuk, serta tentunya pendudukan Belanda itu. Malah lebih banyak orang Minang yang menyerang ke luar, seperti ke simpang tigo, simpang ampek, dst. Penggunaan bahasa sesuai eranya. Bahasa di Melayu berbeda dengan bahasa di Sriwijaya. Karenanya ada pengelana dari Cina pada abad ke 7 yang datang dulu ke Melayu untuk belajar bahasa Melayu, kemudian kuliah ke Sriwijaya. Bahasa Melayu adalah bahasa dagang, sehingga luas penggunaannya. Bahasa Sansekerta, Pallawa, dll adalah bahasa kerajaan, sehingga menjadi bahasa otoritas. Namun sekitar abad 14 telah luas penggunaan bahasa Melayu termasuk ke dalam kerajaan2, seperti naskah yang ditemukan Kozok di Kerinci. Walaupun Adityawarman membawa aksara Sansekerta dan Jawa Kuna ke Minangkabau, namun terbukti bahasa itu tidak populer. Bahasa Minang cukup tangguh dalam menghadapi perubahan zaman. Malah menurut Dt. Rajo Mangkuto, akar bahasa Melayu adalah bahasa Minang. Namun mungkin tidak juga, bisa saja Sansekerta dll pernah berjaya di Minangkabau, seperti terlihat dari prasasti2 yang lebih tua ditemukan, seperti terlihat di Bonjol dll. Mungkin sanak Suryadi bisa menjelaskan lebih lanjut. Sementara demikian dulu sanak. Wassalam, -datuk endang