Beno
Siang Pamungkas dan Timur Sinar Suprabana Baca Puisi di Surabaya

 

Dua penyair Indonesia yang tinggal di Semarang,
Beno Siang Pamungkas dan Timur Sinar Suprabana akan membacakan
sajak-sajaknya yang terangkum dalam kumpulan
puisi Gobang
Semarang terbitan Kata Kita, dalam
acara “Halte Sastra” di Galeri Surabaya Balai Pemuda jalan
Pemuda/ Yos Sudarso 15 Surabaya, Sabtu, 12 Juni 2010, jam19.30 -22.00
wib. 


Dalam acara yang diselenggarakan oleh Dewan
Kesenian Surabaya dan  Dewan Kesenian Jawa
Timur, serta didukung oleh Forum Sabtu
Pahing dan Dewan Kesenian Semarang  itu, akan digelar juga
dialog sastra dengan pembahas Fakhrudin Nasrulloh. Menurut Mashuri,
dari DKJT, diskusi dan pertunjukan puisi tersebut bakal dihadiri oleh
apresian sastra di Surabaya dan sekitarnya. Acara terbuka untuk umum
dan gratis.(*)

 

CP : 

Ribut Wijoto 085746482883
Mashuri : 081331333131



Catatan pertunjukan di Yogyakarta:
BERDUA: MENGGETARKAN YOGYA
TIMUR SINAR SUPRABANA dan BENO SIANG
PAMUNGKAS, Minggu malam, 25 Mei 2008, mulai jam 20.00 hingga
menjelang tepat jam 23.00, boleh dikata benar-benar menggetarkan
publik penikmat sastra di Yogya. Ini terjadi ketika Timur dan Beno
hadir dalam forum Pertunjukan Seni Baca Puisi di Taman Budaya Yogya
atas undangan Stodio Pertunjukan Sastra Yogya yang dikelola oleh
Mustofa W. Hasyim bersama Hari Leo dan kawan-kawan.
Timur, penyair utama terpenting
Semarang saat ini, mengusung sihirCinta , sedangkan Beno menghadirkan
Ensiklopedi Kesedihan. Kedua penyair ini sejak awal memang sudah
diprediksi bakal "mengacau" Yogya tidak saja melalui aksi
panggung mereka, namun juga lewat sikap tegas dan tangguh dalam
mencermati dan mereaksi realitas keindonesiaan kita yang sedang
kalangkabutan. dan, benar saja, keduanya sanggup menggetarkan audiens
melalui pembacaan puisi mereka ataupun pemikiran mereka yang
membanjir pada babak dialog dan diskusi.
Timur dengan tak kenal ampun menyoal
dan menghajar realitas semacam ini: Tidak ada satu hal baikpun di
Indonesia yang menunjukkan peningkatan. Sebaliknya, tidak ada satu
hal burukpun di Indonesia yang dapat ditekan untuk tidak melaju ke
titik yang menjadikan masyarakat, bangsa dan negeri ini makin remuk
redam.
Beno memapar larik peristiwa yang
menghantarkannya melahirkan deret sajak dalam Ensiklopedi Kesedihan
dan memang merupakan realitas peristiwa dalam frame besar yang patut
membuat siapapun yang berhati nurani dan berakal sehat untuk layak
merasa bersedih.
Selain Timur dan Beno, menyempurnakan
forum malam itu, hadir juga Yoyok Setara, yang menyanyikan
sajak-sajak Beno. Antara lain, Nasionalisme Sebotol Cong Yang. 

 

Timur Sinar Suprabana



Timur Sinar Suprabana (lahir di
Semarang, Jawa Tengah, 4 Mei 1963; umur 47 tahun) adalah salah satu
penyair di Jawa Tengah. Putra dari pasangan Bolo Soetiman dan
Moenasijah Mu. Sejak awal dasawarsa 1980 hingga kini, ratusan
puisinya terpublikasikan melalui berbagai media massa yang terbit di
tanah air antara lain Kompas, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Media
Indonesia, Suara Pembaruan, dan lain-lain. Dia juga mengkomunikasikan
karya-karyanya ke publik melalui pembacaan puisi yang dilakukannya
berkeliling di banyak kota di Indonesia.



Selain menyair, Timur juga menulis
cerita pendek, esai, kritik seni, reportase sosial-budaya, dan naskah
drama, serta bergiat di forum-forum kebudayaan Jawa Tengah. Ia
mengelola Rumah Budaya gubuGPenceng dan mengisi waktu luangnya dengan
melukis serta bertanam bunga, serta memelihara kura-kura. Saat ini
Timur menetap di Semarang bersama istrinya, Dewi Nurliyanti, dan dua
putri kandung mereka, Langit Hijau dan Laut Padi.



Antologi Puisi
Gobang Semarang (2009, Penerbit KATA
KITA)
Sihir Cinta (2008, Penerbit
gubuGPenceng dan Taman Budaya Jawa Tengah)
Langit Semarang (2008, Penerbit
gubuGPenceng dan Taman Budaya Jawa Tengah)
Dua Hati (2008, Penerbit gubuGPenceng
dan Taman Budaya Jawa Tengah)
Dengan Cinta (2007), Nyanyian dari
Ruang di Garistangan (bersama 5 penyair, 2007)
Lembah yang Tak Henti Bernyanyi (2007,
bersama 3 penyair)
Malam (2005)
Matasunyi (2005)



Aktivitas
Timur adalah sosok seniman Semarang
yang tak mau diam dalam karya. Sejak tahun 1983, Timur sudah
mengikuti sekurang-kurangnya 57 kegiatan Festival Seni, Sastra,
ataupun Budaya di berbagai kota di Indonesia.






Beno Siang
Pamungkas 




Beno pun Kembali ke Jalan yang Benar 




Pudyo Saptono
http://www.suarakarya-online.com/



Jagad perpuisian di Kota Semarang
kembali menggeliat seiring kembalinya si anak “hilang”-penyair
Beno Siang Pamungkas-pada jalan yang benar, yang pernah mewangikan
namanya di dunia sastra modern.



Setelah sengaja “menghilang” dan
“menggelandang” di jalanan selama sepuluh tahun sebagai seorang
juru warta pada sebuah stasiun televisi swasta nasional, penyair
Semarang kelahiran Desa Kuncen, Kecamatan Padagangan, Kabupaten
Bojonegoro, Jatim, 30 Maret 1968 ini akhirnya merasa sangat berdosa
dan takut tercerabut dari akar kesenimanannya.



Sebagai wujud pertanggungjawabannya di
pentas budaya, pekan lalu Beno sukses meluncurkan sebuah buku
antologi puisi bertajuk Ensiklopedi Kesedihan, yang memuat 44 buah
puisi hasil karyanya. Uniknya, pada peluncuran buku yang menandai
kebangkitannya di pentas budaya itu, Beno berhasil pula menyinergikan
puisi dengan kehidupan malam dan dunia gemerlap (dugem). Jadilah
malam itu, para pengunjung Lipstick Cafe & Lounge di Jalan
Hasanudin, Semarang-tempat peluncuran buku-yang biasanya dimanja
dengan dentuman musik cadas, berubah menjadi penikmat puisi yang
santun.



Sebagai salah satu motor Revitalisasi
Sastra Pedalaman (bersama Sosiawan Leak Kusprihyanto Namma dan
sejumlah teman sastrawan lain), dalam kumpulan puisinya Beno Siang
Pamungkas menggambarkan negeri ini sebagai laboratorium kesedihan.
Yang banyak bertutur soal nasib anak cucu, masa depan bangsa, tentang
tindak kekerasan yang dihalalkan, pemerkosaan hak dan pemaksaan
kehendak, pengemplangan uang rakyat, hingga bencana alam silih
berganti membingkai kehidupan negeri ini.





      

Kirim email ke