ISLAM TUNGGAL ATAU WARNA WARNI
Oleh
M. Dawam Rahardjo

Iklan SCTV yang berisikan pesan tentang "Islam Warna-warni", telah
membangkitkan reaksi dari kalangan gerakan Islam garis keras. Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI) misalnya menuntut pencabutan tayangan iklan
dari Jaringan Islam Liberal (JIL) itu. Jika tidak, MMI akan
mensomasikannya. Iklan tersebut dinilai merusak citra Islam yang
menurut MMI tidak warna warni, melainkan tunggal. SCTV tidak
meneruskan tayangan itu, karena waktu tayangnya memang sudah berakhir.
Sementara itu terbit pula dua buku yang menggambarkan Islam itu tidak
tunggal. Pertama buku Islam Warna-warni, terbitan Paramadina (2004),
terjemahan dari Islam the Straight Path karya orientalis terkenal
dari Georgetown University (1998), John. E. Esposito, yang bersimpati
dan berusaha meluruskan kesalahpahaman Barat tentang Islam.
Buku kedua terjemahan karya Bruce B. Lauirences, Guru Besar Studi
Islam dari Duke University, Shattering the Myth: Islam Beyond
Tolerance (1998), yang terbit dengan judul Islam Tidak Tunggal (2002,
2004).
Judul dua buku itu ingin mengesankan Islam itu warna-warni. Buku ini
berusaha memberikan citra baik terhadap Islam, menolak kesan Islam
agama yang mengajarkan kekerasan. Tapi pihak MMI dan JIL memiliki
perbedaan penilaian tentang istilah "warna-warni". Yang pertama
memandang sebagai istilah yang mengandung pelecehan, sedangkan JIL
menganggap "warna-warni" sesuatu yang indah seperti pelangi.
Hal itu berkaitan juga dengan pandangan mengenai pluralisme. Bagi
MMI, pluralisme tidak sesuai dengan ajaran Islam, sedang JIL justru
berpandangan Islam berwatak liberal, sehingga menimbulkan ekspresi
keislaman yang bagaikan pelangi yang indah. JIL kelompok yang
merayakan keragaman sebagai rahmat. Sedangkan MMI memandang keragaman
sebagai sumber bencana.

Islam yang Satu
Islam dilihat dari sumbernya, al Qur'an dan Sunnah, adalah satu.
Itulah Islam ideal, yang merupakan ajaran wahyu yang murni.
Ketunggalan ini terutama disebabkan kodifikasi wahyu. Pada awalnya
ada beberapa versi kodifikasi wahyu. Tapi kemudian digabung menjadi
satu dan disepakati oleh para penulis wahyu.
Setelah proses verifikasi, diputuskan oleh Khalifah Ustman suatu
himpunan wahyu yang satu. Versi-versi yang lain dimusnahkan. Jika
tidak, bisa menimbulkan berbagai versi al Qur'an. Sampai sekarang al
Qur'an tetap satu sehingga mampu mencitrakan Islam yang satu.
Kemudian beberapa ulama berusaha menghimpun hadist-hadist sahih.
Hasilnya antara lain adalah dua buku Hadist yang dianggap paling bisa
dipercaya, yaitu Sahih Buhari dan Sahih Muslim. Himpunan-himpunan
hadist ini juga memberikan kontribusi yang kuat dalam mencitrakan
Islam yang satu.
Kesatuan Islam juga diwujudkan dengan sistem peribadatannya. Islam
juga memiliki pedoman perilaku yang sama pada semua umat Islam di
dunia. Dalam struktur sosial, ciri egaliter berlaku pada umat Islam
yang terdiri dari berbagai bangsa dan kebudayaan, dimana setiap orang
sama di hadapan Tuhan.
Sunggguhpun begitu, pada tingkat interpretasi, mulai timbul aliran-
aliran pemikiran/mazhab. Menurut intelektual Maroko kontemporer,
Mohammad Abied al Jabiri, dalam pemahaman mengenai al Qur'an dan
Sunnah telah timbul tiga epistemologi.
Pertama, epistemologi bayani, yang berujud metode tekstual yang
bersifat deduktif. Kedua, epistemologi burhani yang berujud metode
rasional-ampiris yang bersifat induktif. Dan ketiga, epistemologi
irfani, yaitu metode mencari kearifan melalui olah rohani guna
mendapatkan pengalaman batin.

Syari'at
Metode bayani telah melahirkan ilmu fiqih, metode burhani melahirkan
teologi, filsafat dan ilmu pengetahuan umum, sedangkan metode irfani
melahirkan tasauf. Di sini Islam mulai diwakili oleh ilmu fiqih,
teologi dan tasauf. Di antara ilmu-ilmu itu yang paling menonjol ilmu
fiqih dan dari sinilah lahir konsep yang disebut syari'at. Karena itu
seolah-olah Islam identik dengan syari'at.
Apa yang disebut sebagai "Negara Islam" umpamanya, diwujudkan dengan
pelaksanaan syari'at Islam melalui negara dan pemerintahan. Apa yang
disebut sebagai sistem "Ekonomi Islam" pada praktiknya adalah
pelaksanaan hukum syari'ah di bidang ekonomi.
Perbedaan interpretasi itu memberikan pengaruh kepada corak dan
dipengaruhi oleh masyarakat dan kebudayaan lokal. Tapi pada tingkat
masyarakat dan kebudayaan itu, telah terjadi dialog dan pengaruh
terutama dari tradisi-tradisi agama lain dan budaya-budaya lokal,
sehingga Islam pada tingkat ini nampak berwarna-warni yang dinilai
indah dan membanggakan.
Karena citra seperti itulah pernyataan bahwa "Islam warna-warni"
dimaksudkan juga untuk menunjukkan Islam tidak identik dengan
syari'at, karena ada keberagamaan yang berorientasi kepada pendekatan
teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan tasauf. Karena itulah al
Jabiri berusaha menghidupkan kembali metode burhani dalam mendekati
Islam.
Jalaludin Rahmat ingin menampilkan Islam sebagai akhlak dan karena
itu metode yang cocok adalah irfani yang berdekatan dengan pendekatan
psikologi itu. Sekalipun dalam ekspresi pemikiran dan kebudayaan
nampak tidak tunggal, namun kesemuanya masih merupakan kesatuan
Islam.
Dalam kewarna-warnian, Islam merupakan satu kesatuan peradaban yang
sempurna. Citra yang benar mengenai Islam adalah "bineka tunggal ika".

Penulis adalah President the International Institute of Islamic
Thought, Indonesia


Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke