Assalamu 'alaikum wr. wb. Mas Wandy, Kalo saya pribadi lebih suka mengikuti ulama-ulama terdahulu yang menulis di dalam kitab-kitab klasik, daripada mengikuti pendapat ulama-ulama sekarang yang terkadang berfikir instant dan kebanyakan motifnya populeritas dan uang, sehingga agak jauh dari keikhlasan dalam mengemukakan pendapat dan ijtihadnya. Hal ini bukan berarti ta'asub kepada ulama-ulama terdahulu, namun semata-mata menghindarkan diri dari terjebak ke dalam lobang yang belum kita ketahui berapa dalamnya.
Kelemahan ulama sekarang semacam syek Al-Bani, bin Bazz dan sebagainya terlalu menggampangkan diri dalam menilai suatu kesahahihan hadits, padahal mungkin referensi yang dimilikinya masih jauh lebih minim jika dibandingkan dengan ulama-ulama terdahulu, yang biasanya mengkhususkan diri dalam berdakwah dan beramal sholeh, (bukan cari duit) sehingga amat nampak keihklasannya dalam berdakwah, dan ulama-ulama terdahulu satu dengan lainya saling menjaga ukhuwah dalam mengemukakan ijtihad maupun pendapatnya. Berbeda dengan ulama-ulama sekarang, yang lebih condong berbicara berdasar kepentingan yang diembannya, berfihak kemana, dan berapa upeti yang akan diterimanya, Na'uzubillah.... Insya Alloh mereka tidak termasuk ulama Syu' wassalam, --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "wandysulastra" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Terimakasih Pak Ridwan atas klarifikasinya. > > Saya setuju, setiap perbedaan pendapat ataupun perselisihan > seharusnyalah dituntun dari sebuah perbedaan menuju ke pemahaman, > seperti yg banyak dicontohkan oleh RAsulullah saw dalam menyikapi > setiap perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi diantara > para sahabat. Berikut adalah jawaban saya terhadap pertanyaan2 yg > disampaikan oleh pak Ridwan... > > Para Ulama mengatakan, seseorang dapat ikhlas kepada Allah SWT dan > berpihak kepada kebenaran sepenuhnya jika melepaskan diri dari > belenggu fanatisme individu, madzhab, dan jamaah. Ia tidak mengurung > dirinya kecuali berdasarkan dalil. Jika melihat ada pihak lain lebih > kuat dalilnya, ia tidak akan berlama-lama membiarkan dirinya dalam > kekeliruan. Manusia yg bersusah payah mempertahankan pendapatnya > secara fanatik, padahal tahu pendapatnya tidak argumentatif, berarti > ia telah menyembah hawa nafsu. Diskusi yg didasari oleh hawa nafsu, > dan bukan didasarkan kepada dalil, maka hanya akan menjadi omong > kosong yg tidak ada akhirnya. > > Adakalanya sebagian orang, fanatik dengan pendapat lama dan > kebiasaan lama yg turun temurun, padahal di mata ulama sekarang > telah nyata dan jelas kekeliruannya. Hal ini seperti yg disebutkan > dalam QS Al-Baqarah:170-171: "Jika dikatakan kepada mereka,'Ikutilah > kitab yg telah difirmankan Allah.' Mereka menjawab,'Tidak, kami > hanya akan mengikuti kitab yg telah kami dapati dari nenek moyang > kami '" Ayat ini ditujukan kepada kaum bani Israel dan orang2 > musyrik. Orang yg memiliki sifat fanatik terhadap pendapat2 lama dan > tidak mau menerima pendapat baru yg lebih shahih, disamakan seperti > wataknya orang2 bani Israel dan orang2 musyrik, demikian pendapat > ulama mengomentari ayat ini. > > Fanatik terhadap madzhab dan Imam tertentu, dinilai oleh ulama > (ulama non muqallid) sebagai sifat yg tercela. Fanatisme yg seperti > ini dapat membawa malapetaka bagi persatuan umat islam. Orang > seperti itu biasanya tidak mau shalat dengan jamaah yg berbeda > madzhab. Bahkan ada juga yg sampai tidak mau menikahi anaknya dengan > orang yg berlainan madzhab. Mereka mewajibkan orang lain taqlid > kepada madzhabnya, padahal para imam madzhab sendiri tidak pernah > menghendaki hal itu. Mereka mengkultuskan para imam mereka tanpa mau > mempelajari atau mengetahui dalil yg menjadi landasan pendapatnya. > Hal seperti itu dikatakan oleh Ibnu Taimiyah sebagai tindakan taqlid > yg tercela. > > Sesungguhnya ulama yg benar2 paham syariatNya tidak akan segan2 > meninggalkan madzhab imamnya dalam sebuah masalah menuju madzhab > lain yg dinilai lebih kuat argumennya. Tapi bukan juga talfiq atau > plin plan, yang mencari-cari pendapat yg sesuai seleranya dari > berbagai madzhab. Bahkan ulama2 terdahulu tidak jarang keluar dari > semua ikatan madzhab yang ada sekiranya tidak satu pun dari madzhab2 > tersebut yg memiliki argumen kuat dalam menetapi suatu masalah. > Mereka berijtihad sendiri berdasarkan dalil2 yg didapatinya, seperti > yg dilakukan oleh Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayim, yang pada > dasarnya keduanya adalah bermadzhab Hambali. Demikian pula imam lain > seperti Abu Bakar Ibnul Araby Al-Maliki. Ia menguatkan pandangan > kalangan Hanafi tentang wajib zakat pada setiap tanaman dan beliau > melemahkan pendapat madzhabnya sendiri, yaitu Maliki yg tidak > mewajibkan zakat sayuran. Beliau berpegang pada > ayat, "...tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (untuk > disedekahkan kepada fakir miskin) dan janganlah berlebihan." (Al- > An'am: 141). Di dalam "Ahkamul Quran" beliau berkata bahwa Abu > Hanifah telah menjadikan ayat itu sebagai cermin sehingga ia dapat > melihat kebenaran. Oleh karena itu ia mendukung Abu Hanifah dan > melemahkan madzhabnya sendiri. > > Demikian pula Imam Nawawi di dalam "Syarah Shahih Imam Muslim" > dan "Majmu' Syarah Al-Muhadzdzabab, didapati ia sering melemahkan > pendapat madzhabnya sendiri, yaitu Syafi'I, berdasarkan dalil2 yg > ditemukannya. > > Di dalam buku Fikih lengkap karangan H. Sulaiman Rasjid yang > bermadzhab syafi'I disebutkan bahwa qunut subuh hukumnya adalah > sunnah muakkad, yg jika terlupa mengerjakannya maka harus diganti > dengan sujud sahwi. Tapi beliau juga mengatakan bahwa berdasarkan > penelitian sebagian ulama, hadits yg dijadikan sandaran dalam > melaksanakan qunut subuh adalah hadits dho'if. Yang disyari'atkan > hanya qunut nazilah yang disunatkan dibaca pada sekalian shalat lima > waktu jika menghadapi masalah tertentu yg menimpa umat Islam. Dengan > Hadits ini pula maka hadits qunut yg dhoif menjadi mungkar karena > bertentangan dengan hadits yg shahih. Hadits yg shahih dari Anas > berbunyi sbb: "Sesungguhnya Rasulullah saw telah membaca qunut satu > bulan lamanya, beliau mendoakan sebagian golongan masyarakat arab > kemudian beliau hentikan" (HR Muslim, Ahmad, Nasa'I, dan Ibnu > Majah). Namun, bagi sebagian pengikut madzhab syafi'I yg fanatik, > informasi seperti ini tidaklah berpengaruh dan tidak merubah apa yg > sudah mereka ikuti sejak dulu untuk selalu melaksanakan qunut > disetiap shalat subuhnya. Dan jadilah masalah ini masuk kedalam > wilayah khilafiyah yg sudah tidak dapat dikoreksi lagi. > > Mengenai masalah bermadzhab ini, Imam Ibnu Taimiyah berkata,"Jika > seorang pengikut madzhab Abu Hanifah, Malik, Syafi'I, atau Ahmad > (bin Hambal) dalam beberapa masalah melihat ada madzhab lain lebih > kuat kemudian diikutinya, ia telah mengambil sikap yg baik Bahkan, > sikap itu lebih patut dan lebih dicintai Rasulullah daripada fanatik > kepada satu madzhab, selain kepada Nabi saw." > > Seperti yg kita ketahui bersama, saat ini ada sebagian kalangan yg > sepertinya memonopoli kebenaran, yg menganggap kebenaran hanya ada > pada pendapat syeikh2 mereka. Mereka tidak mau menggunakan pendapat > ulama lain, meskipun mungkin lebih kuat pendapatnya. Bahkan banyak > diantara mereka yang membid'ahkan siapa saja yg tidak sependapat > dengan syeikh mereka. Mereka berkata tidak boleh terikat oleh satu > madzhab, tapi tanpa disadari mereka sendiri sebenarnya telah membuat > madzhab baru yg tidak dikenal sebelumnya dalam sejarah islam, yaitu > madzhab syeikhani atau madzhab dua syeikh, yaitu Syaikh bin Baz dan > Syaikh al-Albany. Padahal seperti juga Imam Madzhab yg empat, Syeikh > bin Baz dan Syeikh al-Albany sendiri juga melarang keras sifat ber- > taqlid buta. Mereka semua adalah ulama2 yg berusaha berdasarkan ilmu > yg mereka miliki untuk mengembalikan segala urusan kepada Allah dan > Sunnah RasulNya, yg tentunya masing2 dari mereka memiliki > kekurangan. Karena memang tidak ada manusia yg sempurna selain Nabi > saw, oleh karenanyalah mereka sadar dan memerintahkan untuk > bermadzhab hanya kepada manusia yg terbebas dari dosa dan kesalahan, > yaitu Rasulullah saw. Sedangkan mereka hanyalah sebagai perantara > untuk kita dalam mempelajari dan menerapkan sunnah2 tersebut > berdasarkan ilmu dan pengetahuan yg mereka miliki, sehingga > kebenaran tidaklah mutlak berada hanya di salah satu dari mereka > saja. > > Orang yg anti madzhab dan Imam, adalah sama tercelanya dengan orang > yg hanya fanatik pada satu madzhab atau Imam. Mereka merasa pintar > dan merasa tidak memerlukan Imam untuk diikuti pendapat- pendapatnya. > Ibnu Taimiyah telah membantah orang2 lancang itu dalam > bukunya "Raf'ul Malam'an Aimmatil A'lam". > > Pada ulama-ulama saat ini, perbedaan pendapat pun sudah menjadi > biasa dan sering terjadi. Namun mereka saling mengkritik dan > mengoreksi satu sama lain dan tidak menganggap adanya perbedaan > tersebut sebagai hal yang membolehkan kita berbeda-beda dalam > bersyariat dalam kondisi yg bukan darurat. Contohnya adalah seperti > Syeikh al-Albany dan Syeikh al-Qardhawy. Al-Albany sering kali > mengoreksi pendapat2 yg dikemukakan oleh Qardhawy dalam buku2nya. > Namun hal itu tidak menjadikan Qardhawy lantas memusuhi al-Albany. > Al-Qardhawi mengetahui kalau al-albany sering diserang oleh banyak > kalangan yg memusuhinya. Namun al-Qardhawy selalu menganggap semua > itu hanyalah sekedar fitnah untuk menjelek2kan al-albany saja, > sebelum masalah itu didengarnya atau dibaca langsung dari bukunya. > Bahkan al-Qardhawi pernah dicerca oleh jamaah Ahbasy lantaran al- > Qardhawy amat sering memuji kehebatan al-Albany dalam ilmu hadits. > Padahal menurut jamaah ini, al-Albany adalah tokoh paling sesat dan > menyimpang abad ini. Jamaah ini menuding al-Albany meminta kerajaan > Arab Saudi untuk membongkar kubur Nabi Saw dan dua orang sahabatnya. > Tapi al-Qardhawy tetap membela al-Albany karena ia belum pernah > mendengar langsung atau membaca tulisan darinya tentang hal itu. > Tapi sebaliknya, al-Qardhawy juga tidak segan2 untuk mengkritik al- > Albany jika ia membaca atau mendengar langsung pendapat al-Albany yg > menurutnya salah. Kritikan2 atau koreksi terhadap al-albany ada pada > beberapa buku al-Qardhawy dengan pembahasan2 yg panjang lebar dan > ilmiah. > > Kembali kepada masalah taqlid kepada satu madzhab, berikut ini > adalah pendapat Syeikh al-Qardhawy mengenai masalah tersebut: > Sebaiknya bagi kita para penuntut ilmu untuk belajar pada seorang > alim yang mengetahui dan mampu membandingkan dasar2 madzhab yg ada, > sehingga dapat memutuskan mana yg lebih kuat daripada yg lainnya. > Sedangkan bagi orang awam, dapat dibenarkan untuk mengikuti madzhab > tertentu jika ia tidak mendapatkan madzhab lain di daerahnya atau > tidak mampu belajar dari ulama bermadzhab lain. Namun jika kemudian > ia bertemu atau mendapati pendapat seorang ulama terpercaya yang > mengatakan bahwa madzhabnya itu lemah dalam masalah tertentu, maka > sebaiknyalah ia menerimanya dan meninggalkan madzhabnya dalam > masalah tersebut dan mengambil madzhab yg lebih kuat. Hal seperti > inilah yang diserukan oleh para Imam kepada para pengikutnya yaitu > kewajiban untuk selalu berpegang pada hadits nabi dan meninggalkan > sikap membeo pendapat para imam bila tidak bersesuaian dengan hadits > nabi saw atau bila mendapati hadits yg lebih shahih. > > Demikian dari saya, mudah2an dapat dipahami dan dimengerti.. > > Wassalam > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "HO-Acc-AnalFA" <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > > > Pak Wandy, > > Dalam postingan saya tidak menyebut kata "mentolerir", saya > menyebutkan > > "memahami" dan bagi saya kedua kata tsb tidak sama pengertiannya. > Silakan > > Pak Wandy baca kembali postingan saya, dan tulisan itu adalah hasil > > pemikiran saya bukan mengutip dari perkataan orang lain, jadi saya > sendiri > > yang bertanggung jawab bila ada kesalahan. Tentang kutipan ayat > adalah > > dimaksudkan bahwa harus kita terima adanya sebuah perbedaan dari > seorang > > manusia yang memang Allah SWT jadikan kita bersuku-suku dan > berbangsa-bangsa > > adalah untuk saling mengenal. Itu adalah perbedaan fisik, selain > itu setiap > > manusia mempunyai akal dan akal itu akan selalu bergerak dan > pergerakannya > > mengeluarkan output yang pasti ada yang tidak sama antara setiap > orang, > > itulah yang harus kita pahami. > > > > Mohon maaf bila pendapat saya diatas belum memuaskan Pak Wandy. > > > > Selanjutnya saya berharap Pak Wandy berkenan menjawab/memberikan > penjelasan > > lanjutan atas pertanyaan saya pada postingan saya kemarin, bila > Pak Wandy > > keberatan maka insya Allah saya bisa memahaminya, mungkin lebih > jelasnya > > saya copy paste pertanyaan saya dibawah ini, yaitu : > > > > Sehubungan dengan postingan saya tentang memahami perbedaan, saya > tertarik > > dengan pernyataan Pak Wandy : > > a.. Namun pada kenyataannya banyak diantara kita yg masih ragu > untuk > > mengamalkan sunnah Nabi saw, dan lebih yakin terhadap fatwa Imam > madzhab yg > > kita ikuti, apapun masalahnya > > > > Saya mohon bisa diberikan contoh dari amalan tersebut, amalan > seperti apakah > > itu ? dan mengikuti madzhab apa ? dan siapakah pelakunya ? Hal ini > agar > > tidak dianggap sebagai tulisan saja tetapi disertai bukti bahwa si > fulan > > telah melakukan amalan berdasarkan fatwa imam X yang bertentangan > dengan > > sunnah Rosul saw. > > > > a.. Padahal dalam beberapa masalah mungkin saja Imam Madzhab yg > kita ikuti > > mengeluarkan fatwa berdasarkan pendapat pribadinya saja sedangkan > imam > > madzhab yg lain berfatwa berdasarkan hadits shahih yg didapatinya. > > Saya bisa diberikan contoh fatwa manakah yang berdasarkan pendapat > pribadi > > Imam Madzhab "X" yang berberbeda dengan Imam Madzhab "Y" yang > mengikuti > > hadits shahih ? > > > > a.. Perbedaan itu terjadi bukan hanya karena masalah berbeda > penafsiran > > dari satu hadits yg sama. Hal ini sangat mungkin terjadi karena ke- > empat > > Imam Madzhab yg kita ikuti adalah manusia2 biasa yg tentunya ilmu > mereka > > semua tidaklah sempurna. > > > > Jika saya sederhanakan pendapat Pak Wandy diatas adalah Imam > Madzhab ilmunya > > tidak sempurna sehingga terjadi penafsiran yang berbeda atas satu > hadits. > > Yang menjadi menarik adalah bagaimanakah ilmu yang sempurna itu ? > apakah > > karena ketidak sempurnaan Imam Madzhab tersebut maka Pak Wandy > tidak > > bermadzhab kepada mereka ? > > > > salam > > ridwan > Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/